Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah atau 2023 Masehi di Indonesia mengalami perbedaan antara yang ditetapkan pemerintah dengan sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam, khususnya Muhammadiyah.
Pemerintah menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada Sabtu, 22 April 2023. Sedangkan, Muhammadiyah jauh hari sebelumnya sudah menetapkannya pada Jumat, 21 April 2023, atau sehari lebih cepat dari keputusan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama.
Baca Juga
Kembali terjadinya perbedaan Hari Raya Idul Fitri di Tanah Air, seperti yang terjadi dalam beberapa tahun ke belakang, menjadi perhatian serius publik. Padahal, umat Islam di Arab Saudi juga menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada 21 April 2023.
Advertisement
Pendiri Lingkar Survei Indonesia (LSI) Denny JA menilai, perlu adanya suatu kalender global Islam yang berlaku secara internasional. Dengan begitu, seluruh umat Muslim di dunia memiliki kalender global hijriah yang sama. Hal itu sebagaimana umat Nasrani merayakan Natal pada tanggal dan hari yang sama setiap tahunnya.
Kalender Global Islam
Menurut Denny JA, jika ada kalender global Islam, maka umat Muslim di seluruh dunia akan mengetahui kapan waktunya Idul Fitri berbulan-bulan sebelumnya.
Misalnya, Hari Raya Idul Fitri jatuh pada hari Rabu di tanggal 3 Mei, maka umat Muslim di Indonesia akan merayakannya serentak pada tanggal tersebut. Hal yang sama juga berlaku bagi umat Muslim di Arab Saudi yang akan melaksanakannya pada Rabu di tanggal 3 Mei.
“Sehingga, umat Muslim di seluruh dunia akan bersama-sama merayakan hari kemenangan, bertakbir bersama, silaturahmi, saling kunjung, pada momen hari dan tanggal yang sama,” kata Denny JA di Jakarta, Minggu (23/4/2023).
Advertisement
Selalu Ada Dua Versi
Denny JA berpandangan, setiap kali menyaksikan perayaan Idul Fitri di Indonesia dalam dua versi dan dalam dua hari yang berbeda, ada perasaan campur aduk di dalamnya.
Di satu sisi, ada rasa bangga melihat luasnya toleransi atas perbedaan melaksanakan hari raya. Namun, di sisi lain, ada rasa keprihatinan dengan perbedaan itu.
Dia berpendapat, di era manusia yang telah berhasil menciptakan kecerdasan buatan (artificial intelligence), dunia Islam yang sudah berusia lebih 1.500 tahun, ternyata belum mampu menciptakan sistem kalender global bersama agar bisa merayakan Idul Fitri pada tanggal dan hari yang sama.
Luasnya Toleransi
Denny mencontohkan satu keluarga di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, yang tidak bisa sepenuhnya merayakan kegembiraan Idul Fitri karena ada yang warga Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Meski keluarga tersebut menerima perbedaan itu, kata Denny, namun pasti menyelinap perasaan yang lebih bahagia jika bisa merayakan hari kemenangan bersama seluruh keluarga pada yang tanggal dan hari yang sama.
“Kita bangga melihat luasnya toleransi atas perbedaan itu. Tapi sekaligus juga prihatin atas perbedaan waktu tersebut. Perlukah dan mungkinkah suatu hari kelak umat Islam di seluruh dunia mengembangkan kalender hijriah global, sehingga jauh lebih cepat mengetahui dan bisa bersama di tanggal dan hari yang sama merayakan Idul Fitri?,” ujar Denny JA.
Advertisement