DKN Maluku: Konflik Tanah Bisa Hambat Pembangunan Blok Masela

Persoalan akuisisi lahan merupakan salah satu faktor penghambat berbagai proyek di tanah air.

oleh Eko Dimas Ryandi diperbarui 15 Feb 2016, 08:02 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2016, 08:02 WIB
20160102-Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dan Anggota DPD RI Bahas Kegaduhan Blok Masela-Jakarta
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Satya W Yudha memberikan pernyataan pada diskusi Gaduh Blok Masela di Jakarta, Sabtu (2/1/2016). Menurut Satya, pemerintah harus lebih mencermati isi kontrak pengolahan Blok Masela. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) masih mengkaji penetapan pembangunan fasilitas pengolahan sumur gas abadi Masela Maluku.

Di antaranya, soal usulan pembangunan kilang gas di darat yang berpotensi mengalami kemunduran jadwal akibat potensi konflik lahan yang sering terjadi di Provinsi Maluku.

Anggota Presidium Dewan Kehutanan Nasional (DKN) Utusan Maluku, Yanes Balubun menilai, persoalan akuisisi lahan merupakan salah satu faktor penghambat berbagai proyek di Tanah Air.

"Konflik terkait lahan memang harus dihindari demi pengelolaan hasil tambang seperti minyak bumi dan gas. Walaupun urusan tanah sejak lama seringkali menjadi pemicu konflik di tanah Maluku," ujar Yanes dalam keterangan tertulisnya kepada Liputan6.com, Rabu 20 Januari 2016.

Yanes menjelaskan, sering terjadinya konflik tanah di Provinsi Maluku yang beberapa di antaranya terjadi di daerah MT Bakan.

Tentunya, kata Yanes, ini sangat tidak menguntungkan bagi aktivitas pembangunan kilang gas Masela yang rencananya akan dibangun di Pulau Yamdena dan dapat memperpanjang jadwal pembangunan infrastruktur.

"Dampak dari tertundanya pembangunan akan menyebabkan terlambatnya negara dalam menerima pemasukan dari penjualan gas, serta masyarakat Maluku yang harus menunggu lebih lama untuk merasakan manfaat yang diperoleh dari pengembangan lapangan gas itu," ujar Yanes.

Masyarakat adat di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, lanjut Yanes, khususnya di Kepulauan Tanimbar mengenal hukum tradisional dan konservasi sumber daya alam atau yang dikenal dengan Sasi atau Wam.

Sasi adalah perlindungan sumber daya alam yang mempunyai manfaat penting bagi masyarakat dengan memberlakukan aturan adat untuk melindungi hutan atau melindungi sumber daya hayati lainnya.

Seperti beberapa jenis hasil laut, contohnya teripang dan batulaga yang mempunyai nilai ekonomi tinggi agar tidak terjadi eksploitasi yang berlebihan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya