Liputan6.com, Makassar - Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Resky Eviana Syamsul (22) meninggal dunia setelah mengikuti Study Club Tanggap Bencana Medis (TBM) yang digelar UKM Kedokteran pada Sabtu, 4 Juni 2016. Dia diduga meninggal setelah mengalami penganiayaan dalam kegiatan itu.
Pasca-kejadian itu, keluarga pun melaporkan panitia kegiatan Study Club TBM ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Sulsel di Kota Makassar. Namun, pihak keluarga dikabarkan telah mencabut laporannya.
"Iya tadi pukul 10.00 Wita, Asriadi pelapor awal itu cabut laporannya, "kata Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Kombes Frans Barung Mangera kepada Liputan6.com di Makassar, Sulsel, Kamis (8/6/2016).
Meski telah mencabut laporan polisinya, kata Frans, penyidik tetap akan melanjutkan proses penyelidikan ‎untuk mengungkap misteri kematian Resky. Pasalnya, penyidik menemukan beberapa kejanggalan dalam kasus itu. Di antaranya, bukti percakapan Line antara panitia kegiatan (senior) dan juniornya terkait peristiwa yang menimpa Resky saat mengikuti pelatihan di Desa Pao, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulsel.
"Tim saat ini sedang melakukan rekonstruksi dan segera melakukan gelar kemudian menjadwalkan memeriksa saksi-saksi terkait kasus ini," lanjut Frans.
Frans mengakui, dalam penanganan kasus ini, penyidik sedikit mengalami kendala. Salah satunya upaya pihak keluarga yang bersikeras agar korban tidak diautopsi dan digali kuburannya yang masih basah.
"Itu hak keluarga korban, tapi dalam hal ini penyidik memiliki kepentingan mengungkap kasus ini dengan membuat kembali laporan model A. Dimana laporan dibuat oleh anggota Polri yang mengetahui adanya tindak pidana. Salah satunya kejanggalan yang ditemukan itu," ucap Frans.
Baca Juga
Selain itu, Frans juga mengungkapkan dasar hukum dilakukan autopsi sebagaimana diatur dalam pasal 133 KUHAP ayat 1, 2, dan 3 serta Pasal 134 KUHAP ayat 1, 2, dan 3.
Advertisement
"Jadi kita akan berikan penjelasan tentang upaya autopsi tersebut kepada keluarga korban sebagaimana telah diatur dalam KUHAP, salah satunya kegunaannya untuk mengungkap sebuah tindak pidana," ungkap Frans.
Jika nantinya, lanjut Frans, keluarga korban tetap bersikukuh untuk tidak mengizinkan autopsi, penyidik dapat menerapkan Pasal 222 KUHP.
"Penyidik bisa menilai, keluarga korban ada upaya membuat kabur kasus dugaan kematian tidak wajar yang hingga saat ini belum cukup menemukan kebenaran materil. Dimana dalam Pasal 222 KUHP dengan tegas dapat menjatuhkan pidana kepada barang siapa yang mencegah, menghalangi, dan menggagalkan proses penyidikan terhadap autopsi bedah mayat," ujar Frans.
Reski ‎dinyatakan meninggal dunia setelah dirawat tiga hari di ruang ICU RS Wahidin Sudirohusodo Makassar. Dia terluka setelah mengikuti Study Club Tanggap Bencana Medis (TBM) yang digelar UKM Kedokteran di Desa Pao, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulsel, Sabtu, 4 Juni 2016.
Korban diduga sebelumnya mengalami penganiayaan karena pada tubuh korban, yakni pada lengan kanan dan kiri, serta kepala bagian belakang, terdapat luka memar.