Liputan6.com, Yogyakarta - Setelah menu gorengan menghilang, batagor kini menjadi idola pengunjung Lembah UGM. Kudapan itu tidak hanya sekadar pengganjal perut melainkan juga sebagai obat rindu orang-orang yang kembali menapakkan kaki di sepanjang Jalan Olahraga.
Sebelum aneka takjil modern memenuhi kawasan tersebut, sekitar 16 tahun lalu gerobak-gerobak batagor sudah lebih dulu merapat. Tidak hanya ditawarkan menjelang jam buka puasa, tetapi juga sejak pagi pada hari biasa.
Radit (30), karyawan swasta di Kota Yogyakarta, mengaku sesekali menyempatkan diri makan batagor di Lembah UGM. Ia mengenang peristiwa masa lalu saat masih duduk di bangku SMA.
"Suasananya sudah beda, tetapi sebagian besar rasa batagornya masih sama. Mungkin juga karena mereka penjual lama," ujar Radit, Senin (13/6/2016).
Batagor yang terbuat dari tepung kanji, ikan tenggiri, dan tahu, kata dia, juga sudah mengalami perubahan harga. Belasan tahun lalu hanya sekitar Rp 2.000-Rp 3.000 per porsi. Saat ini, sepiring batagor dibanderol Rp 6.000.
Baca Juga
"Dulu juga temennya batagor biasanya es doger, kalau sekarang sudah didominasi sup buah," tutur Radit.
Pantauan Liputan6.com, terdapat belasan gerobak batagor yang berjualan di Lembah UGM saat Ramadan ini. Namun, gerobak yang paling laris terletak di depan Fakultas Filsafat UGM.
Yoga Adi Pratama, sang penjual batagor, mengaku sudah 16 tahun berjualan di tempat itu. Dari tahun ke tahun, kata dia, batagor masih menjadi menu favorit di Lembah UGM sehingga menjadi ciri khas kawasan lembah sejak dulu.
Bedanya, pasangan batagor tidak lagi es doger melainkan sup buah yang mulai hit sekitar 10 tahun terakhir. "Kalau untuk takjil orang masih banyak yang pilih batagor. Mungkin karena kalau menu modern lain bisa dengan mudah didapatkan di pinggir jalan manapun," kata Yoga.
Omzet yang diraupnya dari berjualan batagor berkisar Rp 400.000 - Rp 500.000 per hari.