Aturan ARB dan Trading Halt Diubah, Analis: Tahan Aksi Jual

Agar tekanan pasar dapat diredakan secara lebih menyeluruh dan berkelanjutan, perlu langkah strategis dari pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.

oleh Gagas Yoga Pratomo Diperbarui 08 Apr 2025, 17:30 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2025, 17:30 WIB
Awal Ramadan IHSG Ditutup Menguat
IHSG berhasil menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa atau All Time High (ATH) di level 7.435 pada perdagangan sesi pertama di hari perdana pembukaan bursa saat bulan Ramadan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan penyesuaian terhadap regulasi perdagangan efek yang bersifat ekuitas atau perdagangan saham. Perubahan ini juga mencakup panduan mengenai kelangsungan perdagangan di BEI ketika menghadapi situasi darurat.

Perubahan yang dilakukan BEI mencakup ketentuan mengenai penghentian sementara perdagangan efek serta batasan pada persentase auto rejection bawah (ARB).

Terkait hal ini, Menurut VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi menilai langkah regulator memperlonggar batas auto reject bawah (ARB) menjadi 15% untuk seluruh fraksi harga saham dan memperluas batas trading halt menjadi -8% sebagai upaya strategis meredam derasnya aksi jual.

Oktavianus menuturkan kebijakan tersebut dapat membantu mengurangi tekanan jual yang berlebihan di pasar, terutama setelah libur panjang Lebaran yang disertai dengan akumulasi sentimen negatif dari global.

“Kami berpandangan ini untuk meredam derasnya aksi jual oleh pasar, jika ARB tetap simetris maka kekhawatiran anjlok lebih dalam sangat terbuka. Tetapi kami melihat ini akan lebih bersifat jangka pendek untuk meredam aktivitas pasar, karna pada dasarnya kekhawatiran ini ditimbulkan faktor ekonomi makro dan kebijakan tarif Trump,” ujar Oktavianus dalam keterangan resmi, Selasa (8/4/2025).

Langkah Strategis dari Pemerintah

Ia menambahkan, agar tekanan pasar dapat diredakan secara lebih menyeluruh dan berkelanjutan, perlu langkah strategis dari pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.

“Sehingga menurut hemat kami yang dibutuhkan untuk meredakan tekanan di pasar adalah langkah strategis pemerintah untuk menjaga: (1) stabilitas Rupiah terhadap USD (2) meyakinkan pertumbuhan ekonomi tetap >5% (3) respon strategi dan langkah praktis untuk menjaga surplus dagang Indonesia,” lanjutnya.

 

Masih Ada Peluang Bertahan di Atas Level 6.000

IHSG Menguat 11 Poin di Awal Tahun 2018
Pengunjung mengambil foto layar indeks harga saham gabungan yang menunjukkan data di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Sebelumnya, Perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2017 ditutup pada level 6.355,65 poin.(Liputan6.com/Faizal Fanani)... Selengkapnya

Tekanan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sendiri diperkirakan masih akan berlanjut sepanjang hari ini. Namun Kiwoom Sekuritas optimistis IHSG masih memiliki peluang bertahan di atas level support psikologis 6.000, didukung oleh kebijakan ARB yang diperluas.

“Tekanan IHSG kami perkirakan masih akan berlanjut disepanjang Selasa, dengan estimasi kami IHSG mampu bertahan diatas level support psikologis 6.000 dengan asumsi ditopang perubahan ARB menjadi 15% untuk seluruh fraksi,” kata Oktavianus.

Selama libur bursa, terjadi sejumlah gangguan di pasar keuangan global yang menambah beban bagi pasar domestik.

Di antaranya adalah keputusan Donald Trump untuk mengenakan tarif resiprokal sebesar 10% kepada semua negara mitra dagang, serta tambahan tarif berdasarkan defisit neraca perdagangan Indonesia terkena tarif hingga 32% karena surplus dagangnya yang tinggi dengan AS mencapai USD 16,84 miliar dari total surplus tahunan sebesar USD 31,04 miliar.

Kebijakan tarif tersebut dikhawatirkan berdampak langsung pada sektor ekspor Indonesia, memperbesar defisit transaksi berjalan (CAD), dan melemahkan nilai tukar Rupiah.

 

Pernyataan The Fed

Selain itu, harga komoditas global juga mengalami tekanan. Harga minyak turun setelah OPEC+ mengumumkan rencana peningkatan produksi sebesar 440 ribu barel per hari mulai Mei 2025. Komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara, tembaga, CPO, dan nikel turut melemah signifikan.

Sentimen negatif juga diperkuat oleh pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang memperingatkan perlambatan ekonomi dan peningkatan inflasi di Amerika Serikat. Hal ini berpotensi memengaruhi kebijakan suku bunga global dan berdampak pada suku bunga domestik, yang dapat menekan aktivitas ekonomi dan kinerja emiten di bursa.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya