Nenek Pengemis yang Hebohkan Semarang Mantan Pengusaha?

Nenek pengemis itu dulunya pengusaha. Bersama suaminya, ia memasok bahan bangunan.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 08 Mar 2017, 15:31 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2017, 15:31 WIB
Nenek yang Dipaksa Ngemis Menangis Saat Ditemui Pejabat
Nenek yang dipaksa mengemis menangis saat ditemui Wakil Wali Kota Semarang.

Liputan6.com, Semarang Nenek Supini merupakan sosok nenek pengemis yang menjadi sorotan heboh masyarakat di media sosial. Nenek dipaksa mengemis. Ya, inilah kisah masa lalunya. Lembah Gunung Andong masih menyisakan hawa sejuk pegunungan. Hawa sejuk itu menyambut petugas Dinas Sosial Kota Semarang yang mencoba mencari tahu asal usul Mbah Supini, seorang nenek berusia 93 tahun yang dipaksa mengemis oleh seorang pemuda di Semarang.

Dusun Ngaran, Desa Ngasinan, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah adalah bekal bagi petugas Dinas Sosial itu. Disana juga masih berhawa segar, setidaknya lebih segar dibanding di kota Semarang. Ada temuan mengejutkan, dimana di dusun itu ternyata masih ada famili atau keluarga mbah Supini.

Namanya Muh Sukeni, dan kini usianya sudah 58 tahun. Sukeni adalah keponakan Mbah Supini, si nenek pengemis yang mengaku sudah sebatang kara. Sukeni bercerita, bahwa Mbah Supini tidak meninggalkan Grabag sejak kecil seperti pengakuannya kepada Wakil Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu.

Ia sempat menjalani kehidupan rumah tangga di Kecamatan Grabag Magelang. Bahkan saat itu, Mbah Supeni bersama suaminya menjadi pengusaha bahan material bangunan.

"Mbah Supini itu dulu pengusaha. Ia dan suaminya memasok bahan bangunan kepada yang membutuhkan. Misalnya pasir, semen, kayu, dan sebagainya," kata Sukeni sebagaimana dituturkan Hevearita.

Wakil Wali Kota Semarang yang karib dipanggil Ita itu bisa bercerita setelah mendapat laporan dari petugas yang ditugasi melacak asal usul Mbah Supini sekaligus mempelajari kemungkinan pemulangannya. Mbah Supini memang tidak memiliki suami lagi, maupun anak. Jadi mungkin itu yang disebutnya sebagai sebatang kara. Namun di Grabag masih ada beberapa keponakan yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk tinggal.

"Mbah Supini berhenti sebagai pengusaha bangunan. Tahunnya tidak diketahui pasti, namun ia kemudian menjadi urban di Semarang. Saat ini Mbah Supini hanya memiliki kakak, adik, dan keponakan yang beberapa diantaranya tinggal di Desa Ngasinan," kata Ita menirukan penjelasan Sukeni.

Sejak pergi merantau ke kota Semarang, Mbah Supini hanya beberapa kali pulang ke kampung halamannya. Ketika pulang kampung itulah ia tinggal dengan berpindah-pindah di rumah beberapa keponakannya. Sukeni bercerita, hal itu dilakukan Sukeni karena Mbah Supini sudah tidak memiliki rumah lagi, tanah atau harta lain di kampung halamannya.

Mbah Supini merasa tidak betah tinggal bersama keponakannya karena ia memiliki watak yang keras kepala. Saudara-saudaranya yang masih tersisa selalu menasihati agar tinggal di rumah Grabag saja dan tak perlu merantau.

"Terakhir kali saudaranya masih cukup lega karena bertemu Mbah Supini ketika masih menjadi saudagar buah-buahan di pasar Karangayu Semarang. Entah bagaimana kok tiba-tiba bisa jatuh miskin dan tidur di emperan kios pasar Johar. Bahkan akhirnya dipaksa mengemis," kata Ita.

Sementara itu, Sukeni mendapat kabar jika Mbah Supini menjadi pengemis dari perangkat desa. Perangkat desa dan kecamatan bertandang ke rumahnya, Senin (6/3/2017). Bahkan Sukeni juga diminta untuk menjemput Mbah Supini, si nenek pengemis itu ke Panti Rehabilitasi Amongjiwa.

"Entahlah saya belum bisa bersikap. Karena juga harus berembug dengan keponakan-keponakan bibi biyung (bulik/tante-red) lainnya," kata Sukeni.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya