Main Wayang Bikin Siswa Normal dan Difabel Makin Akrab

Aktivitas memainkan wayang itu dilakukan oleh siswa normal dan difabel dalam mata pelajaran sosiologi.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 17 Mar 2017, 12:23 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2017, 12:23 WIB
Main Wayang Bikin Siswa Normal dan Difabel Makin Akrab
Aktivitas memainkan wayang itu dilakukan oleh siswa normal dan difabel dalam mata pelajaran sosiologi. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Yogyakarta - Sekelompok mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial UNY memperkenalkan media ajar baru untuk siswa-siswa sekolah inklusi. Namanya Sosiopera yang berasal dari kata sosiologi dan opera.

Sugiarti Merintika, Meiga Anggraeni, Anugerah Dwi A, Novita Nuzul Ulfah, Lisa Dwi Nurhayati, dan Ruli Yuliani sudah mempraktikkan materi sosiopera di sekolah inklusi SMAN 1 Sewon Bantul, yang memiliki siswa tuna netra dan tuna rungu.

Sosiopera merupakan analogi dari kondisi sosial masyarakat yang terkadang tidak sesuai harapan atau memiliki masalah sosial.

"Sosiopera ini membantu untuk menyampaikan materi masalah sosial di masyarakat lewat bermain peran yang dibawakan oleh siswa secara menyenangkan," ujar Sugiarti, ketua kelompok mahasiswa, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, selama ini guru menjelaskan materi kepada siswa inklusi dilakukan melalui pendekatan individu sehingga interaksi sosial siswa berkebutuhan khusus dengan teman-temannya belum maksimal.

Untuk mengaplikasikan sosiopera di kelas, perlu mempersiapkan bahan pendukung yang bisa dibuat sendiri meliputi, kardus air mineral, kardus mi instan, kardus bekas televisi, kertas lipat, kertas HVS, majalah bekas, kertas karton tebal, kertas hitam, lem, lakban hitam dan batang bambu. Sementara, alat yang digunakan antara lain, gunting, cutter, penggaris, alat tulis, kuas, dan palet.

Aktivitas memainkan wayang itu dilakukan oleh siswa normal dan difabel dalam mata pelajaran sosiologi. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Cara membuatnya, pertama menentukan setting dan tokoh lalu dibuat pola wayang dari bahan-bahan yang sudah tersedia. Setelah tokoh selesai, dibuat panggung opera dari kardus bekas televisi.

Untuk memainkannya, siswa dalam satu kelas dibagi menjadi empat kelompok. Perwakilan dari kelompok mengambil undian topik yang telah disediakan oleh guru dan setiap kelompok mendapat satu topik.

Guru menyediakan lembar kerja untuk setiap kelompok untuk mendiskusikan skenario sosiopera sesuai dengan durasi yang diinginkan. Pada saat pertunjukan opera wayang berlangsung, masing-masing kelompok berperan sebagai wayang, narator, dan notulen.

Usai pertunjukan, ada sesi diskusi antarkelompok mengenai analisis masalah sosial yang ada dalam pertunjukan sosiopera. Guru sebagai fasilitator dan memberi penekanan materi dari hasil konsep konstruktivisme siswa.

"Media pembelajaran ini dapat membantu guru dalam menyampaikan materi dan memaksimalkan interaksi sosial siswa berkebutuhan khusus dengan siswa yang lain," ujar Sugiarti.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya