Liputan6.com, Malang - Malang Corruption Watch (MCW) mengkritik ketidakmampuan Pemkot Malang menerapkan e-Budgeting. Sebutan kota kreatif pun dinilai tak tepat lantaran belum menerapkan aplikasi yang mendorong transparansi pelayanan publik itu.
Pemkot Malang kerap mendengungkan Kota Malang sebagai kota kreatif merujuk pada munculnya kampung tematik sampai industri kreatif. Misalnya, Kampung Warna-Warni yang populer sebagai tujuan wisata baru.
Indonesia Creative Cities Conference (ICCC) atau Konferensi Kota Kreatif Indonesia juga digelar di Kota Malang pada 2016 silam. Beberapa saat lalu juga diluncurkan aplikasi berbasis android yakni 'Malang Menyapa sebagai" sebagai guide online bagi wisatawan.
Advertisement
Baca Juga
"Sebutan kota kreatif itu patut dipertanyakan, lebih pada klaim saja. Buktinya, Kota Malang belum punya sistem yang transparan dan akuntabel untuk mengelola APBD," urai Koordinator Badan Pekerja MCW, Fahcrudin terkait penerapan e-Budgeting di Malang, Senin 10 April 2017.
Adapun APBD 2017 Kota Malang mencapai Rp 1,5 triliun. Tapi dokumen anggaran itu tak dipampang secara terbuka di laman resmi milik pemkot.
Laman hanya diisi produk hukum sampai promosi semata. Masyarakat sulit mengawasi dan mengontrol penggunaan anggaran sehingga ada potensi kebocoran sampai 50 persen penggunaan anggaran.
"Potensi kebocoran itu berupa mark up anggaran pada pelaksanaan proyek. Kalau bisa menerapkan e-Budgeting, tentu bisa diminimalisir. Sekarang saja meminta dokumen APBD susahnya minta ampun," tutur Fachrudin.
Wali Kota Malang M .Anton mengakui butuh komitmen seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) agar bisa menerapkan e-Budgeting. "Kalau saya apa yang siap diterapkan ya diterapkan. Tapi sepertinya mereka (SKPD-red) belum siap," kata Anton.
Wakil Wali Kota Malang, Sutiaji juga sama. Dia menyebut belum ada kemauan kuat dari seluruh elemen pemerintahan Kota Malang untuk menerapkan e-Budgeting.
"Sebenarnya tidak ada kendala. Itu sebenarnya tinggal kemauan," ucap Sutiaji.