Liputan6.com, Semarang - Semarang Night Carnival 2017 (SNC 2017) menjadi sebuah pesta jalan raya gila-gilaan pada Sabtu, 6 Mei 2017, di Semarang. Mengangkat tema Paras Semarang, secara umum interpretasi peserta terbagi menjadi empat kategori.
Berikut rangkaian foto-foto penyelenggaraan SNC 2017 yang heboh.Â
Advertisement
Pertama adalah busana gaya Icaruz dan Daedalus, manusia bersayap dalam mitologi Yunani sebagai perwujudan ikon burung Blekok (Ardeola speciosa) Semarang. Faktanya, mayoritas peserta menyajikan perwujudan burung Kuntul (Egretta alba).
Baca Juga
Perbedaan utamanya adalah pada warna. Burung Blekok memiliki bulu dengan kombinasi warna putih, coklat, dan hitam. Sementara, burung Kuntul nyaris semua bulunya putih.
Kedua adalah busana dengan bertema flora. Bunga Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) banyak ditanam sebagai tanaman hias sekaligus tanaman pagar di kampung-kampung asli nan klasik di Semarang.
Tanaman dari Asia Timur itu dikupas dengan berbagai varian. Tak ada yang menonjolkan benang sari sebagai keistimewaan bunga ini, semua lebih mengeksplorasi kelopak bunganya.
Ketiga menjadi busana paling heboh, yakni bertema kuliner. Busana karnaval yang ada hanya ditempel saja dengan ornamen yang mengambil bentuk jajanan khas Semarang semacam Lumpia, Wingko Babat, Ganjel Rel, Bandeng Presto dan lain-lain.
Dimanjakan Kreasi Visual
Keempat, adalah busana yang menggambarkan keberagaman budaya. Busana karnaval yang ditampilkan semua seperti wajib menggunakan lampion. Lampion ini di Semarang dikenal sebagai dian (lampu) kurung.
Lampion mencapai puncak popularitas dan eksistensinya sekitar 1942. Lampion itu juga mempertegas pengakuan kepada warga China peranakan.
Sebagaimana halnya karnaval, tentu saja yang terjadi adalah kreasi visual yang ugal-ugalan. Mata penonton dimanjakan dengan kemeriahan busana yang atraktif.
Pembeda utama dibanding karnaval biasa adalah penyelenggaraannya di malam hari dan penerangan disiapkan senatural mungkin, sehingga peserta melengkapi busananya dengan kerlap kerlip lampu memikat. Kreasi visual itu memberi efek kejut dan daya pikat yang bermutu.Â
Keberadaan SNCÂ 2017 sebagai katarsis atau sarana pelepasan berbagai emosi memang seperti mendapat pembenaran. Meskipun gaungnya belum sepopuler karnaval sejenis di Jember, penyelenggaraan SNCÂ setiap tahunnya nyatanya menjadi sesuatu yang selalu ditunggu warga. Bukan hanya sebagai penonton, tetapi juga sebagai kreator.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi pernah mengatakan bahwa karnaval-karnaval ini memang digelar untuk memberikan oase bagi eksplorasi kreativitas. Selama ini, Semarang nyaris tak pernah masuk dalam peta pergerakan seni budaya.
"Ini yang akan kita buktikan bahwa Semarang itu kreatif. Pemerintah sebagai entitas negara tugasnya memfasilitasi, memberi wadah. Era sekarang adalah era kreatifitas dimana anak-anak muda memegang kendali. Tentu dengan tetap memanusiakan kaum sepuh, namun anak muda diberi keleluasaan peran," kata Hendi.
Â
Â
Â
Advertisement