Liputan6.com, Cilacap - Sudah sejak lama Pulau Nusakambangan dijuluki Pulau Kematian. Nama Pulau Kematian disematkan banyak warga sekitar karena di pulau ini sering jadi lokasi eksekusi mati.
Mulai dari terpidana terorisme sampai bandar narkoba pernah didor regu penembak di pulau ini. Sebut saja Abdul Aziz alias Imam Samudra, Ali Gufron alias Mukhlas, dan Amrozi, terpidana mati kasus Bom Bali I pada 12 Oktober 2002 silam. Atau Freddy Budiman, bandar narkoba kelas kakap yang sempat beberapa kali urung dieksekusi. Mereka kehilangan nyawa ditembus timah panas di sini.
Advertisement
Baca Juga
Pulau yang dimiliki Kementerian Hukum dan HAM ini juga kerap disebut sebagai Alcatraz-nya Indonesia. Sebab, banyak narapidana kelas kakap yang menghuni lapas-lapas di sini, sehingga makin menambah kesan "angker" Pulau Nusakambangan yang secara administrasi masuk Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Tak cuma itu, sejumlah nama beken di Indonesia juga pernah mendekam di lapas di Pulau Nusakambangan. Misalnya Kusni 'Robinhood' Kadut, Mochtar Lubis, Pramoedya Ananta Toer, Bob Hasan, Johny Indo, sampai Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
Meski kesan angker dan menyeramkan lebih terpapar sebagai image, bukan berarti Pulau Nusakambangan tak memiliki kesan lain yang lebih positif. Di balik semua kesan angker dan menyeramkan itu, Pulau Nusakambangan ternyata menyimpan destinasi wisata yang tak kalah dari daerah lain.
Benteng Portugis dan Pantai Karang Pandan
Ada sebuah benteng kuno di Nusakambangan peninggalan Portugis di sini. Benteng ini terletak di bagian timur Pulau Nusakambangan.
Benteng di Pantai Pasir Putih ini dibangun pada 1825. Benteng ini dibuat oleh bangsa Portugis saat menjajah sebagian Nusantara. Seperti benteng pada umumnya, benteng ini dibangun sebagai pertahanan menghadapi serangan musuh, khususnya dari aspek laut.
Suasana kuno masih menyelimuti benteng yang kini ditumbuhi tumbuhan lebat. Bahkan, kesan mencekam nan menyeramkan begitu kuat terasa.
Selain suasana mencekam, salah seorang wisatawan bernama Aida Nur Aini pernah mendengar suara-suara aneh dari dalam benteng. Meski begitu, mahasiswi Universitas Muhammadiyah, Purwokerto, Jawa Tengah, itu tidak mengetahui atau tidak bisa mengidentifikasi suara apa yang ia dengar.
‎"Sering terdengar suara-suara doang. Yang lagi jalan di sekitar situ terdengar suara-suara aneh," ujar Aida yang beberapa kali berkunjung ke sini bersama teman-temannya itu.
Kesan mencekam dan menyeramkan itu yang memang dirasakan saat Liputan6.com turut menjelajah benteng‎ berumur ratusan tahun ini. Banyak bagian dari benteng yang terkesan angker. Sudut-sudutnya usang. Namun, benteng masih terlihat kokoh.
Ada sejumlah spot yang tampak seperti pintu masuk di beberapa sudut benteng. Di dalamnya tampak seperti lorong menuju ke suatu ruangan. Tentu, tak ada yang berani masuk ke dalam.
Di sudut lain, juga tampak sebuah lorong yang menghubungkan satu tempat terbuka ke tempat terbuka lain. Lorong dengan panjang sekitar 15 sampai 20 meter ini juga tampak menyeramkan. Saat berjalan melewati lorong tersebut, suara gema langkah kaki mendengungkan telinga dan membuat kuduk berdiri.
Ada sekitar delapan atau 10 pintu di kanan-kiri sepanjang jalan lorong. Entah apa di dalamnya. Lagi-lagi karena tidak ada yang berani masuk ke sana. Apalagi, tidak ada tour guide atau warga setempat yang menemani.
Selain‎ spot-spot tadi, terdapat pula dua spot tempat dua buah meriam. Meriam-meriam berwarna hitam ini tampak sengaja dibiarkan teronggok. Kedua meriam menghadap Samudera Hindia, bukti bahwa Portugis memang menjadikan benteng ini sebagai pertahanan dari serangan aspek laut. Sayangnya, tidak ditemukan papan nama untuk spot-spot tadi.
Tak jauh dari Benteng Portugis ini ‎terdapat sebuah pantai. Pantai Pasir Putih Karang Pandan namanya. Usai merasakan ketegangan saat berkeliling benteng, wisatawan bisa bersantai ria menikmati garis cakrawala di pantai ini.
Menikmati senja di pantai ini tentu tak kalah sensasinya ketika berwisata di pantai-pantai lain di Indonesia. Hamparan pasir putihnya dan deburan ombak Samudera Hindia menghantam karang menambah syahdu saat-saat jingga menampakkan diri di ujung cakrawala.
Tak cuma itu, bagi Anda yang gemar media sosial, tentu latar belakang pantai ini cocok jadi latar foto atau video anda sebelum mengunggahnya ke medsos.
Advertisement
Akses Menuju Benteng Portugis
Untuk menuju Benteng Portugis, wisatawan diharuskan menyewa perahu. Perahu yang sebenarnya sampan dengan mesin motor bisa disewa di Pantai Teluk Penyu. Harga sewanya, Rp 40 ribu per orang dan Rp 25 ribu per orang. Satu perahu bisa diisi sampai 15 orang.
Perbedaan harga yang dipatok nelayan dilatari tujuan penyeberangan. Harga Rp 25 ribu wisatawan langsung diajak ke Pantai Pasir Putih, pintu masuk Benteng Portugis.
Sementara dengan uang Rp 40 ribu, wisatawan akan diajak lebih dulu ke Pantai Karang Bolong. Di sini wisatawan bisa sejenak bermain air di bibir pantai yang terdapat karang sebesar rumah dengan lubang besar di bagian tengahnya.
Dari sini, wisatawan lalu diajak ke Pantai Pasir Putih. Di sini wisatawan harus membeli tiket masuk seharga Rp 5 ribu per orang di loket masuk. Dari pantai ini, perjalanan menuju‎ Benteng Portugis dimulai.
Kemudian, wisatawan juga dapat memilih dua pilihan perjalanan untuk sampai ke benteng. Pertama, dengan berjalan kaki, dan kedua‎, dapat menyewa odong-odong dengan tarif pulang pergi (PP) Rp 10 ribu per orang. Waktu yang ditempuh dengan jalan kaki bisa sampai satu jam. Jika dengan odong-odong hanya menghabiskan waktu 15 menit.
Wisatawan tidak diperkenankan berada di benteng sampai gelap tiba dan sudah harus kembali ke Pantai Pasir Putih maksimal pukul 17.30 WIB.
Setelah itu, wisatawan mesti kembali mengarungi laut, meninggalkan Pulau Nusakambangan, pulau yang tanah dan rimbanya menjadi saksi bisu banyak terpidana dieksekusi mati.
Â
Saksikan Video Menarik Berikut Ini: