Curhat Warga Padang Usai Penutupan Kantor Go-Jek

Penutupan kantor Go-Jek dilakukan menyusul unjuk rasa para sopir angkot di Padang. Namun, konsumen memiliki pendapatnya sendiri.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Sep 2017, 12:50 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2017, 12:50 WIB
Logo Go-Jek di Markas Go-Jek di Kemang, Jakarta. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat
Logo Go-Jek di Markas Go-Jek di Kemang, Jakarta. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Liputan6.com, Padang - Sejumlah warga di Kota Padang, Sumatera Barat, meminta penyedia jasa angkutan kota (angkot) di daerah itu untuk menjamin kenyamanan dan keamanan penumpang. Hal itu menyusul penutupan kantor Go-Jek setelah adanya unjuk rasa penyedia jasa angkot di Padang.

"Bila tidak setuju keberadaan angkutan daring, sudah seharusnya angkot meningkatkan pelayanan dan jaminannya, bukan ugal-ugalan dan membahayakan," kata Suardi (60), salah satu warga di Kuranji, Padang, Jumat (22/9/2017), dilansir Antara.

Menurut dia, sebagian besar layanan angkot di Padang selama ini tidak maksimal. Para sopir dinilai kurang menghargai penumpang sebagai konsumen. Mereka sering berkendara ugal-ugalan, mengebut, hingga mengganggu pengendara lain di jalan, seperti menahan laju kendaraan lain atau tidak tertib saat lampu merah.

Hal ini jauh dari pelayanan yang diberikan angkutan daring yang secara prinsip memberikan kenyamanan dan keamanan penumpang. Bahkan, dari sisi legalitas pengendara, masih banyak sopir angkot tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), sedangkan pengendara angkutan daring dipastikan memiliki SIM karena bagian dari syarat pendaftaran.

"Bila memang tidak ingin kalah dari Go-Jek dan semacamnya, angkot perlu memperhatikan dan memperbaiki pelayanan tersebut," ujar Suardi yang juga bekerja sebagai sopir ini.

Warga lain di Lubuk Kilangan yang juga mantan sopir bus antardaerah, Muslim (60), menilai amat wajar bila angkot saat ini banyak ditinggal penumpang. Pasalnya, angkot tidak melakukan pembaruan pada pelayanan.

Menurut dia, sejak 1980-an hingga sekarang, pelayanan angkot di Padang tetap sama, bahkan ada kecenderungan sopir kasar dan tidak toleransi seperti membunyikan musik dengan nada tinggi. Hal itu berbeda dengan angkutan daring seperti Go-Jek yang menjadikan konsumen raja dan melakukan pelayanan maksimal.

Bahkan, program lainnya seperti antar belanja dan antar makanan, telah memudahkan konsumen. Oleh karena itu, Muslim menyayangkan tindakan sepihak yang dilakukan pemerintah kota setempat seakan tanpa pertimbangan dan terlihat berat sebelah.

"Bila memang angkot itu benar, tentu pemerintah juga perlu melakukan upaya agar angkot di Padang memang representatif," dia menambahkan.

Menanggapi itu, Kepala Dinas Perhubungan Padang, Dedi Henidal, mengatakan angkutan daring memang memiliki manfaat, tetapi secara regulasi belum memiliki izin. Berkaitan dengan pelayanan angkot, pihaknya berjanji terus membina secara bertahap. Namun, hal itu tentu membutuhkan waktu.

Ia beralasan dengan jumlah personel Dishub saat ini, tidak bisa senantiasa mengawasi angkot yang beroperasi. Namun, ia menjamin angkot yang beroperasi di Padang telah mengantongi izin.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya