Satpol PP Segel Kantor Perwakilan Go-Jek di Purwokerto

Satpol PP menyebut tidak adanya IMB sebagai alasan penyegelan kantor Go-Jek di Purwokerto. Sebelumnya ada demo sopir taksi konvensional.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 22 Sep 2017, 10:01 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2017, 10:01 WIB
Kantor Perwakilan Go-Jek di Purwokerto Disegel Satpol PP
Satpol PP menyebut IMB yang menjadi alasan menyegel kantor perwakilan Go-Jek di Purwokerto, walau ada demo sopir taksi konvensional. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Purwokerto – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Banyumas, Jawa Tengah, menyegel kantor perwakilan taksi berbasis online Go-Jek di Purwokerto, Rabu, 20 September 2017, sore.

Penyegelan itu dilakukan usai kantor manajemen taksi online tersebut digeruduk ratusan pengemudi taksi armada konvensional Purwokerto selama dua hari berturut-turut. Sopir taksi dari sejumlah armada menuntut agar taksi online berhenti beroperasi.

Namun, Kepala Bidang Penegakan Perda Satpol PP Banyumas Guntur Eko Giantoro, mengatakan, penyegelan kantor Go-Jek dilakukan lantaran ruko yang ditempati tak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Menurut dia, hal itu melanggar Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 dengan ancaman denda Rp 50 juta dan kurungan enam bulan.

"Harus tetap ada IMB-nya. Sehingga karena tidak ada IMB-nya, tidak boleh operasional. (Surat Izin Usaha) kami belum cek. Yang diinformasikan ke Satpol PP itu IMB belum ada," kata Guntur, Rabu petang.

Guntur mengaku baru mengetahui jika bangunan ruko yang merupakan kantor Go-Car dan Go-Jek belum memiliki IMB setelah memperoleh informasi dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Banyumas.

"Mestinya kan kalau itu kan dari Dinas Teknis, dari Cipta Karya yang mengawal Perda tentang IMB. Ketika ada bangunan belum ber-IMB itu, kan, mestinya sudah ada peringatan dan ada sanksinya," ujar dia.

Guntur berujar, penyegelan juga dilakukan lantaran Satpol PP Banyumas gagal mengklarifikasi manajemen Go-Car maupun pemilik ruko. Saat Satpol PP tiba di lokasi, ruko di Jalan Komisaris Besar (Kombes) Bambang Suprapto itu dalam kondisi tutup.

"Kami belum bisa menghubungi pemilik ruko maupun pengelola Go-Car," dia menambahkan.

Guntur mengemukakan, pihaknya juga akan mengonfirmasi pemilik ruko maupun manajemen Go-Car. Meski begitu, Perda musti ditegakkan. "Karena sudah membangun tapi belum ada izinnya, itu bisa didenda Rp 50 juta. Sesuai dengan Perda Nomor 3 Tahun 2011," dia menandaskan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Tuntutan Sopir Taksi Konvensional

Tuntutan Sopir Taksi Konvensional di Purwokerto
Satpol PP menyebut IMB yang menjadi alasan menyegel kantor perwakilan Go-Jek di Purwokerto, walau ada demo sopir taksi konvensional. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Sebelumnya, ratusan sopir taksi sejumlah armada taksi konvensional di Purwokerto, Jawa Tengah, dua hari berturut-turut berdemonstrasi menuntut agar operasional taksi online dihentikan.

Sejak Selasa, 19 September 2017, mereka menggeruduk kantor manajemen Go-Jek yang menaungi Go-Car. Saat itu, kantor dalam keadaaan kosong. Sore harinya, mereka bertemu dengan Bupati Banyumas, kepolisian, Dinas Perhubungan, manajemen taksi online, dan beberapa dinas terkait.

Dalam pertemuan itu disepakati bahwa taksi online akan menghentikan operasinya sementara waktu, hingga terjadi kesepakatan lebih lanjut. Namun, kesepakatan itu dilanggar keesokan harinya setelah dua orang sopir taksi online kedapatan beroperasi.

Salah satunya bahkan diduga menggunakan identitas palsu. Itu sebabnya, mereka kembali menggeruduk kantor taksi online tersebut. Hingga sore hari, ratusan sopir itu masih bergerombol di depan kantor taksi online menuntut agar aktivitas taksi online dihentikan.

"Tadi pagi ada dua sopir Go-Car yang ditangkap. Yang satunya menggunakan identitas palsu. Artinya, dia menggunakan izin taksi online saudaranya. Tapi saat dicek ternyata identitasnya berbeda," kata salah satu pengurus armada taksi di Purwokerto, Edwin Yoga Sara, Rabu sore, 20 September 2017.

Dalam kesepakatan antara manajemen taksi online dan taksi konvensional di Banyumas disepakati bahwa untuk sementara waktu taksi online tak beroperasi. Menurut dia, kesepakatan itu juga diketahui oleh Bupati Banyumas, Achmad Husein.

"Bupati menyatakan, ‘Kalau masih ada taksi online beroperasi, akan berhadapan dengan saya’. Kami bertemu dengan Pak Bupati. Bertemu, Senin, pas demo, kita akhirnya dihadapkan dengan Bupati. Kita juga bersama dengan stakeholder kok, ada kepolisian, Dishub, Organda, juga perwakilan dari taksi online," ujarnya.

Edwin mengatakan, beroperasinya taksi online menyebabkan penghasilan sopir taksi konvensional turun drastis. Padahal, sopir taksi konvensional bersedia menggunakan aplikasi online. Namun, ia menyebut, manajemen taksi online lebih memilih menggunakan sopir-sopir yang menggunakan mobil berpelat hitam.

"Tuntutannya yang pertama ya, penonaktifan taksi online," ujar dia.

Sementara, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Banyumas, Sugeng Hardoyo, mengatakan, Bupati Banyumas Achmad Husein sebelumnya melarang taksi berpelat hitam beroperasi di Banyumas. Itu termasuk taksi online yang masih menggunakan mobil pelat hitam.

Pelarangan operasi taksi online itu, menurut Sugeng, lantaran manajemen taksi online belum memberitahukan beroperasinya taksi online kepada Pemerintah Kabupaten Banyumas. Padahal, menurut dia, hal itu penting untuk menghindari benturan antara taksi online dengan taksi konvensional.

"Dalam rangka kenyamanan, ketertiban, dan kebersamaan. Itu, di dalam, apa namanya, berusaha. Untuk angkutan online pelat hitam, memang belum ada kesepakatan beroperasinya lanjutan kembali, sehingga keberadaan aspirasi mereka. Ini merupakan aspirasi Kobata dan KBK," ucap Sugeng.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya