Jam Gadang, Megahnya Monumen Ikonis Kota Bukittinggi

Dengan segala keunikan yang dimilikinya, monumen Jam Gadang masih menjadi salah satu ikon populer Kota Bukittinggi. Tak heran, akan terasa tidak sah jika bertandang ke Bukittinggi tanpa menengok dan mengabadikan momen di bangunan ini.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 06 Feb 2025, 01:00 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2025, 01:00 WIB
Jam Gadang Bukittinggi, salah satu destinasi wisata yang bakal dikunjungi wisatawan asal China. (Foto: Liputan6.com/ Novia Harlina)
Jam Gadang Bukittinggi, salah satu destinasi wisata yang bakal dikunjungi wisatawan asal China. (Foto: Liputan6.com/ Novia Harlina)... Selengkapnya

Liputan6.com, Bukittinggi - Jam Gadang merupakan monumen sekaligus ikon populer Kota Bukittinggi. Bukan sekadar sebagai ikon pariwisata, monumen ini juga merupakan salah satu bangunan peninggalan era Hindia-Belanda di Sumatra Barat.

Mengutip dari indonesiakaya.com, Jam Gadang didirikan oleh Pemerintah Hindia-Belanda atas perintah Ratu Wilhelmina dari Belanda. Pembangunan dilakukan sebagai bentuk hadiah bagi sekretaris (controleur) Kota Bukittinggi (Fort de Kock) yang menjabat saat itu, yakni HR Rookmaaker.

Pembangunan konstruksi menara jam ini dibangun oleh arsitek asli Minangkabau, Jazid Rajo Mangkuto Sutan Gigi Ameh. Menariknya, konstruksi bangunan ini tidak menggunakan rangka logam dan semen, melainkan campuran batu kapur, putih telur, dan pasir.

Dengan dana mencapai 3.000 Gulden, pembangunan monumen Jam Gadang secara resmi selesai pada 1926. Monumen Jam Gadang berdiri kokoh setinggi 26 meter di tengah Taman Sabai Nan Aluih. Monumen ini dianggap sebagai patokan titik sentral (titik nol) Kota Bukittinggi.

Terdapat empat tingkat pada Jam Gadang. Tingkat pertama merupakan ruangan petugas, sedangkan tingkat kedua adalah tempat bandul pemberat jam. Adapun tingkat ketiga merupakan tempat mesin jam, sementara puncak menara tempat lonceng jam berada di tingkat keempat.

Pada lonceng di puncak menara tertera nama dari produsen mesin jam ini. Monumen Jam Gadang juga memiliki atap berbentuk gonjong di puncak menara. Namun, atap yang saat ini bukanlah bentuk asli dari bangunan tersebut pada masa awal pendiriannya.

Desain awal puncak Jam Gadang berbentuk bulat dengan gaya khas Eropa. Terdapat patung ayam jantan di bagian atasnya.

Setelah memasuki era pendudukan Jepang, atap Jam Gadang diubah dengan mengikuti gaya arsitektur khas Jepang. Perombakan kembali dilakukan saat memasuki era kemerdekaan.

Saat itu, atap dirombak menjadi bentuk atap bagonjong yang merupakan ciri khas arsitektur bangunan asli Minangkabau. Hingga kini, desain atap Jam Gadang tersebutlah yang masih terlihat.

Sementara itu, mesin jam yang digunakan di dalam monumen ini merupakan barang langka yang hanya diproduksi dua unit oleh pabrik Vortmann Recklinghausen, Jerman. Selain digunakan pada Jam Gadang, unit kedua yang setipe dengannya hingga kini masih digunakan dalam menara jam legendaris Big Ben di London, Inggris.

Sistem mesin tersebut bekerja dengan cara menggerakkan jam secara mekanik melalui dua bandul besar yang saling menyeimbangkan satu sama lain. Tanpa sumber energi apapun, sistem tersebut membuat jam ini terus berfungsi selama bertahun-tahun.

Mesin tersebut menggerakkan jarum jam yang menghadap ke empat penjuru mata angin. Masing-masing diameter area perputaran jarum jam adalah 80 centimeter.

Terkait angka pada jam, keseluruhannya dibuat dengan menggunakan sistem penomoran Romawi. Namun, angka empat ditulis dengan cara unik, yakni IIII, bukan IV.

Dengan segala keunikan yang dimilikinya, monumen Jam Gadang masih menjadi salah satu ikon populer Kota Bukittinggi. Tak heran, akan terasa tidak sah jika bertandang ke Bukittinggi tanpa menengok dan mengabadikan momen di bangunan ini.

Penulis: Resla

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya