Ragam Jurus Agar Polisi dan Pengungsi Gunung Agung Tak Mati Kutu

Para polisi dan pengungsi terdampak Gunung Agung mulai jenuh selama tinggal di kondisi darurat.

oleh Dewi Divianta diperbarui 04 Okt 2017, 02:01 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2017, 02:01 WIB
Ragam Jurus Agar Polisi dan Pengungsi Gunung Agung Tak Mati Kutu
Para polisi dan pengungsi terdampak Gunung Agung mulai jenuh selama tinggal di kondisi darurat. (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Liputan6.com, Klungkung - ‎ Lebih dari sepuluh hari Gunung Agung berstatus Awas. Sejak ditetapkan pada Jumat malam, 22 September 2017 pukul 20.30 WIT, seratus ribu lebih warga memadati pos pengungsian di berbagai tempat. Sontak, desa-desa di bawah kaki Gunung Agung bak kota mati.

‎"Sejak ditetapkan awas beberapa waktu lalu, sudah sepi penduduk. Jadi seperti kota mati," kata Kapolres Karangasem, AKBP I Wayan Gede Ardana, Senin, 2 Oktober 2017.

Agar operasional Polres Karangasem tak terganggu dengan minimnya logistik, Ardana memerintahkan pembukaan dapur umum. Mengambil tempat di Aula Wira Satya Mapolres Karangasem, dapur umum itu mulai beroperasi sejak pukul 07.00 Wita.

‎Polwan bertugas membuat menu masakan di dapur yang akan didistribusikan kepada seluruh personel yang bertugas. Dengan begitu, misi kemanusiaan bencana Gunung Agung tak terganggu sama sekali.

"Personel kami bertugas dalam misi kemanusiaan bencana Gunung Agung. Jadi tetap perlu asupan gizi yang cukup agar mereka tetap bisa maksimal membantu masyarakat Karangasem," ucap dia.‎‎

Di sisi lain, Polsek Sidemen di Kabupaten Karangasem mencari cara mengusir kejenuhan warga yang mengungsi usai Gunung Agung ditetapkan Awas oleh PVMBG. Kapolsek Sidemen, AKBP I Gede Suarmawa‎ mengajak warga untuk membuat kerajinan berupa besek.

"Kami membuat kegiatan bermanfaat bagi pengungsi. Salah satunya dengan mengajak warga membuat kerajinan besek guna mengisi waktu," kata Suarmawa.

Kegiatan yang dilaksanakan di Pos Pengungsian Pasar Sinduwati, Sidemen itu sengaja digelar oleh karena mayoritas pengungsi di sana masih berusia produktif. Rata-rata para pengungsi itu memang berprofesi sebagai pengrajin besek di desanya.

‎Ia berharap kegiatan itu dapat menghilangkan kejenuhan warga selama di pengungsian. Dari kerajinan besek yang mereka buat, Polsek Sidemen lalu membantu menjualkan agar roda ekonomi warga tetap berputar.

"Rata-rata setiap hari, masing-masing pengungsi menghasilkan empat buah besek. Satu beseknya mereka dapat uang Rp 3 ribu," katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya