Ironi Tumpukan Sampah di Sungai Bersejarah Serang

Aliran sungai penuh sampah itu pernah menjadi akses utama perekonomian sekaligus jalur utama penyebaran agama Islam di Banten.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 17 Okt 2017, 08:31 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2017, 08:31 WIB
Tumpukan sampah
Tumpukan sampah berada di Sungai Cibanten. Foto: (Yandhi Deslatama/Liputan6.com)

Liputan6.com, Serang - Cibanten, sebuah nama sungai yang pernah menjadi akses utama perekonomian sekaligus jalur utama penyebaran agama Islam di Provinsi Banten. Namun, sungai yang membelah Kota Serang, sebagai ibu kota provinsi itu, kini dipenuhi oleh sampah.

Di depan Keraton Kaibon, tempat tinggal ibu dari Sultan Banten, yang hanya berjarak beberapa meter saja ke Sungai Cibanteng, sampah plastik, styrofoam, hingga kayu dan bambu menutupi alirannya.

"Semenjak hujan besar aja ini sampah terus numpuk, baunya semakin hari semakin parah," kata Jamhudi (32), warga setempat, saat ditemui di lokasi, Senin, 16 Oktober 2017.

Penumpukan sampah terjadi di Kampung Kroya Lama, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten itu menjadi saksi Sungai Cibanten yang dulu menjadi simbol kejayaan, telah berubah menjadi simbol kemiskinan, kekumuhan di Ibu Kota Provinsi Banten itu.

Warga berharap, baik pemerintah Kota Serang maupun Pemprov Banten untuk segera membersihkan tumpukan sampah sepanjang satu kilometer itu. Hal itu dikarenakan musim penghujan mulai turun. Warga khawatir jika tumpukan sampah itu menyebabkan banjir.

"Malu sama peziarah, inginkan deket sama Masjid Agung Banten. Kalau pas ujian banjir, masa keraton kebanjiran," kata Kurniadi, warga Kampung Sukabela, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten.

Berdasarkan catatan sejarah, Keraton Mainin yang hanya berjarak beberapa meter dari Sungai Cibanten, merupakan kediaman Sultan Syafiuddin, seorang sultan Banten yang memerintah dalam kurun 1809 – 1815.

Kaibon berasal dari kata ka-ibu-an, yaitu tempat tinggal yang diperuntukkan bagi ibunda Sultan. Ketika Sultan Syafiuddin wafat, beliau digantikan oleh putranya yang baru berusia 5 bulan. Untuk sementara waktu, pemerintahan dipegang oleh ibunya, yakni Ratu Aisyah.

Keraton ini masih digunakan hingga masa pemerintahan Bupati Banten yang pertama yang mendapat dukungan Belanda, yakni Aria Adi Santika. Bupati tersebut menggantikan pemerintahan Kesultanan Banten yang dihapuskan sejak 1816.

Dalam sejarahnya, sekitaran 1670-an, Sungai Cibanten digunakan sebagai jalur transportasi perdagangan dan juga sebagai tempat masyarakat beraktivitas. Di daerah aliran sungai ini pula lahir sebuah kerajaan islam termasyur selain Cirebon dan Demak, yaitu Kerajaan Banten atau Kesultanan Banten dengan raja pertama sekaligus pendirinya, yaitu Sultan Maulana Hasanudin.

Dinukil dari buku Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII, Belanda pertama kali menginjakkan kakinya di Banten, sebelum pada akhirnya selama lebih dari 3 abad menguasai Nusantara.

Saksikan video pilihan berikut ini!

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya