Liputan6.com, Denpasar - Saat Gunung Agung erupsi, Laura Whitmore sedang berada di Bali untuk berlibur. Presenter sekaligus model asal Irlandia itu tak bisa pulang sesuai jadwal karena abu vulkanik yang menyembur dari kawah menghalangi jalur pesawat, memaksa pihak berwenang menutup Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
Kepada para penggemar yang cemas, sang selebritas mengungkapkan apa yang dialaminya tak semengerikan kabar yang berembus hingga ke penjuru dunia, yang menimbulkan kesan seakan seluruh Pulau Dewata dalam kondisi gawat.Â
"Semua pihak menangani situasi yang terjadi dengan sangat baik. Suasana di Bali juga tenang," kata dia seperti dikutip dari situs Irish Mirror, Selasa (28/11/2017) malam. Jika tak ada kewajiban yang memaksanya pulang, dengan senang hati ia mengaku akan meneruskan masa tinggalnya di pulau berjuluk Nusa Dewata itu.Â
Advertisement
Whitmore mengaku berencana meninggalkan Bali pada Minggu, 26 November 2017. Namun, demi keselamatan, pihak maskapai membatalkan penerbangan. Bandara pun ditutup sejak Senin. Tak ada yang tahu kapan situasi akan kembali normal.
"Saya mencintai Bali dan orang-orangnya. Namun, karena harus cepat pulang, kami memutuskan kembali lewat Surabaya, menempuh jarak 10 jam perjalanan darat (juga feri). Ini adalah rute terbaik untuk meninggalkan pulau tersebut dan sama sekali tak mahal," kata dia.
Penutupan bandara Bali kemudian diperpanjang hingga Rabu, 29 November 2017 pukul 07.00 Wita.
Direktur Operasi AirNav Indonesia, Wisnu Darjono, menyatakan perpanjangan penutupan bandara terpaksa dilakukan selama 24 jam. Sebab, material akibat aktivitas vulkanik Gunung Agung, menutupi ruang udara di atas Bandara I Gusti Ngurah Rai, sehingga memengaruhi keamanan penerbangan.
Akibatnya, 445 penerbangan terkena dampak, baik penerbangan menuju maupun dari Bali. Penerbangan yang berangkat dari Bali dibatalkan atau ditunda. Sebanyak 186 rute internasional dan 249 rute domestik dibatalkan.
Penutupan Bandara Ngurah Rai menjadi perhatian Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurut JK, hal itu jelas membuat Bali merugi.
"Tiap hari, pesawat masuk membawa sekitar 7.000-8.000 turis ke Bali. Ini dari asing saja ya. Kalau sudah tiga hari tidak masuk, hitung saja berarti ada 24.000 tidak masuk," tutur JK di kantornya, Selasa (28/11/2017).
Tak hanya sektor udara, transportasi darat seperti kereta api turut terkena dampak meletusnya Gunung Agung.
PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasional (PT KAI Daop) 8 Surabaya membatalkan tiket terusan kereta api tujuan Surabaya, Banyuwangi, Denpasar Bali, menyusul dampak erupsi Gunung Agung.
Manajer Humas PT KAI Daop 8 Gatut Sutiyatmoko mengatakan, pembatalan tiket terusan tersebut terjadi untuk kereta api (KA) Mutiara Timur.
"Tiket terusan tersebut adalah para penumpang dari stasiun Gubeng Surabaya relasi stasiun Banyuwangi. Baru kemudian ditransfer menggunakan bus Damri menuju Denpasar. Tetapi karena ada erupsi Gunung Agung, skema tersebut untuk sementara dibatalkan," jelas dia.
Soal kerugian, Ketua Himpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Artha Ardhana Sukawati punya hitungan rinci.
Ia mengatakan, sektor terbesar pemasukan di Pulau Bali berasal dari pariwisata. Ia menghitung, sejak Gunung Agung erupsi, Bali merugi hinga Rp 237,6 miliar per hari.
Hitung-hitungan itu ia dasarkan pada potensi wisata yang hilang, baik wisatawan lokal maupun mancanegara. Sedikitnya, ada sekitar 18 ribu wisatawan yang batal mengunjungi Bali sejak Gunung Agung erupsi.
"Kalau dari asumsi Bank Indonesia (BI), per wisatawan itu menghabiskan Rp 13,2 juta, rata-rata. Jadi segitu lah potensi yang hilang (Rp 237,6 miliar). Dan untuk hotel, food and beverage itu sekitar 65 persen dari total cost mereka larinya ke sana. Jadi cukup besar," jelas dia.
Terlebih lagi, sekitar 75 persen hingga 80 persen wisatawan yang datang ke Bali menggunakan jasa transportasi udara.‎ "Ini kalau bandaranya ditutup, berarti potensi lost-nya memang segitu," jelasnya.
Pertanyaannya, sampai kapan erupsi Gunung Agung akan berakhir?
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengaku tak bisa memprediksi kapan Gunung Agung akan kembali tenang.
Sebelumnya, pada tahun 1963, fase erupsinya berlangsung hampir setahun. "Kita tidak tahu akan berakhir sampai kapan. Tanda-tanda berakhir belum ada," kata Sutopo kepada Liputan6.com, Selasa (28/11/2017).
Senada, mantan Kepala Badan Geologi Surono mengatakan, semua aktivitas gunungapi tak bisa diprediksi dalam arti seperti ramalan. Yang bisa dilakukan adalah menganalisis data dan potensi erupsi.Â
"Soal letusan besar Gunung Agung kapan, kapan berhenti, dan lain-lain, itu hanya Tuhan yang tahu," kata ahli vulkanologi yang akrab dipanggil Mbah Rono itu.
ÂLetusan Besar dalam Hitungan Jam?
Gunung Agung kembali menunjukkan peningkatan aktivitas pada Selasa siang, 28 November 2017. Bebatuan panas, yang suhunya sekitar 500 derajat Celsius terlontar dari kawah.
Batu-batu sebesar kepalan tangan manusia itu melesat hingga jarak 4 kilometer, lalu jatuh di Desa Dukuh, Karangasem, Bali.
Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), I Gede Suantika, lontaran batu panas tersebut adalah imbas dari 'tremor overscale' yang terjadi pada pukul 13.30 Wita hingga pukul 14.00 Wita.
Fenomena itu menjadi pertanda, Gunung Agung sedang memasuki fase paling kritis. Ia diperkirakan akan kembali erupsi.
Menurut data pantauan alat yang diterima PVMBG volume magma sangat besar di Gunung Agung.
"Ada dua cara keluarnya. Secara efusif masih besar-besaran. Dia akan tetap memenuhi kawah, meleleh dan akan jatuh sebagai aliran lava diikuti oleh awan panas guguran," tuturnya.
Cara kedua yakni secara eksplosif. "Cara magma keluar yang kedua secara eksplosif. Kalau begitu kemungkinan awan panas sudah terbentuk. Ke depan begitu situasinya. Sekarang ini akan efusif atau eksplosif itu yang kita tidak tahu," ujarnya.
Erupsi besar diperkirakan terjadi tidak dalam hitungan hari. Melainkan, "dalam hitungan jam," kata dia, Selasa 28 November 2017.Â
Secara terpisah, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho memperkirakan, kekuatan erupsi Gunung Agung berikutnya akan lebih besar dari erupsi Minggu dini hari, 26 November 2017.
Suara dentuman dari gunung yang suaranya terdengar hingga jarak 12 kilometer menjadi indikasi.
Terpisah, Richard Arculus, ahli gunung api dari Australian National University mengatakan, erupsi Gunung Agung yang lebih besar dimungkinkan terjadi.
Ia menambahkan, sejarah mencatat, tak hanya erupsi pada 1963 yang menewaskan lebih dari 1.000 orang, kejadian serupa pada 1843 juga tak kalah dahsyat. Sayangnya, tak ada catatan sejarah lengkap soal itu.Â
Salah satu catatan soal erupsi Gunung Agung pada 1843 dibuat oleh Heinrich Zollinger, ahli botani asal Swiss yang kala itu berada di wilayah Hindia Belanda.
"Setelah tidur panjang, tahun ini gunung itu kembali menggeliat. Pada hari-hari pertama aktivitas Gunung Agung, guncangan gempa dirasakan. Kemudian, abu, pasir dan batu menyembur."
Richard Arculus mengatakan, ancaman tak hanya datang dari aliran piroklastik Gunung Agung--yang pada 1963 menewaskan banyak orang--tapi juga lahar dingin. Apalagi, Bali saat ini sedang mengalami musim hujan.
Dia menambahkan, arus lumpur vulkanik saat ini terpantau di lereng Gunung Agung.
"Datangnya lahar dingin tak ribut, tiba-tiba datang seperti banjir bandang yang tak diketahui datangnya dari mana," kata dia seperti dikutip dari situs CBS News. "Menjauhlah dari lembah Gunung Agung."
Â
Advertisement