Waspada, Bibit Siklon Tropis Mengintai Perairan Aceh

Kemunculan bibit siklon tropis yang mengancam perairan Aceh atau Sumatera bagian utara itu terungkap berdasarkan pengamatan LAPAN.

oleh Arie Nugraha diperbarui 06 Des 2017, 23:01 WIB
Diterbitkan 06 Des 2017, 23:01 WIB
Badai siklon tropis cempaka memicu gelombang tinggi di perairan selatan Jawa dan Samudera Hindia. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Siklon tropis atau badai Cempaka memicu gelombang tinggi di perairan selatan Jawa dan Samudra Hindia. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Bandung - Usai badai Cempaka dan Dahlia menyingkir dari wilayah Indonesia, saat ini muncul bibit siklon tropis di dekat perbatasan Provinsi Aceh dengan Teluk Benggala, timur laut Samudra Hindia.

Kemunculan bibit siklon tropis itu terungkap setelah Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengamati data tekanan permukaan, liputan awan, dan pusaran angin dengan kecepatan angin permukaan tertinggi sekitar 53 kilometer per jam.

Menurut peneliti PSTA LAPAN Erma Yulihastin, hal itu membentuk suatu sistem tekanan rendah berbentuk depresi tropis dalam skala meso dengan radius area sekitar 300 kilometer atau seluas Pulau Kalimantan.

"Dengan posisi pusat di Teluk Benggala di koordinat 9,26 derajat Lintang Utara dan 88,56 derajat Bujur Timur yang relatif dekat dengan barat laut Aceh," ucap Erma dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Bandung, Jawa Barat, Rabu (6/12/2017).

Kondisi di Teluk Benggala itu patut diwaspadai karena depresi tropis yang terus-menerus terjadi di area yang sama. "Dapat berkembang menjadi badai tropis lalu berubah menjadi siklon tropis jika didukung oleh suhu permukaan laut yang menghangat," ia menambahkan.

Berdasarkan pantauan LAPAN, terjadi penghangatan suhu permukaan laut di seluruh kawasan Teluk Benggala. Sebaliknya, suhu permukaan laut di pantai barat Sumatra bagian utara mengalami pendinginan.

 

 

Waspadai Angin Kencang dan Hujan Lebat

Prakirawan BMKG menunjukkan pergerakan badai tropis di Laut China Selatan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Prakirawan BMKG menunjukkan pergerakan badai tropis di Laut China Selatan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Erma menjelaskan, dampaknya bagi cuaca adalah angin kencang dan hujan lebat berpotensi terjadi di Sumatera bagian utara. Terutama akan terkonsentrasi di wilayah pantai timur Sumatera bagian utara.

Hal ini terjadi karena pusat tekanan rendah itu telah menarik angin di permukaan selat Karimata dan Laut China Selatan. "Dan meningkatkan aktivitas konvektif di area batas antara laut dan pesisir timur Sumatra," katanya.

Erma memaparkan, angin monsun Asia yang bertiup dari Laut China Selatan menuju kawasan Indonesia, menjadi terganggu atau melemah kekuatannya dengan keberadaan depresi tropis tersebut. Hal itu berdampak terhadap intensitas hujan di kawasan selatan Indonesia, termasuk Pulau Jawa yang diprediksi akan berkurang selama 2-3 hari ini.

Depresi tropis yang saat ini terbentuk di barat laut Aceh, merupakan efek dari pembentukan vorteks Borneo yang secara persisten terus-menerus terjadi sejak akhir November lalu.

Vorteks ini, menurut Erma, kemudian bergeser ke barat mendekati wilayah Malaysia dan Singapura. Bertemunya vorteks dengan angin monsun utara di atas Laut China Selatan telah mengubah vorteks tersebut menjadi depresi atau badai tropis di barat laut Aceh.

Interaksi Borneo vorteks dan angin utara yang kuat atau disebut Cold Surge ini telah diteliti ahli meteorologi CP Chang pada 2003. Terutama, sebagai pembangkit utama terbentuknya siklon tropis Vamei pada 2001 yang sangat fenomenal.

Sebab, terjadi di wilayah yang sangat dekat dengan ekuator (kurang dari 5 derajat Lintang Utara). "Dan tercatat sebagai siklon tropis pertama kali yang terjadi," kata Erma.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya