Liputan6.com, Banyumas - Badriah termangu menunggui warung kopi di pinggir jalan setapak ke arah Curug Cipendok. Sesekali, ia melongok keluar, melihat bebatuan tertata rapi yang berharap ada pengunjung di pertengahan pekan awal Desember 2017 ini.
Setahun terakhir, curug yang berada di lereng selatan Gunung Slamet kawasan Cilongok, Banyumas ini memang benar-benar sepi. Keruhnya Sungai Prukut berdampak langsung pada aliran Prukut, yang merupakan sumber air Curug Cipendok.
Curug Raksasa setinggi 93 meter ini tak lagi menunjukkan keindahannya. Ia sakit. Gemuruh air yang memantulkan pelangi telah sirna. Ia lebih menyerupai sarang hantu. Dedaunan hijau berubah cokelat dan kotor. Sama sekali tak menarik dikunjungi.
Advertisement
Dampak menurunnya jumlah wisatawan dirasakan betul oleh Badriah. Pendapatan di akhir pekan yang biasanya mencapai Rp 800 ribu, saat ini hanya berkisar Rp 50 ribu-Rp 100 ribu. Sedangkan di pertengahan pekan, harapannya tipis.
Advertisement
Baca Juga
"Dagangan saya pada kadarluarsa, karena tidak laku pengunjung sepi banget. Dulu hari-hari biasa jual pop mie bisa jual 20 bungkus, sekarang dua saja nggak ada yang beli," dia pun mengeluh, Kamis, 7 Desember 2017.
Badriah, bukan satu-satunya orang yang terdampak keruhnya Sungai Prukut. Para pemilik penginapan tak lagi berharap ada tamu yang butuh kamar, meski di akhir pekan. Wisata Curug Cipendok yang dikelola Perum Perhutani pun merugi ratusan juta.
Penjaga Curug Cipendok, Ahmad Atmowijaya menuturkan, dalam kondisi normal, pada akhir pekan jumlah kunjungan Curug Cipendok mencapai 500- 800 orang. Adapun pada Senin-Jumat, pengunjung berkisar 200-300 orang.
Namun sejak keruh, pengunjung yang datang pada akhir pekan hanya sekitar 200 orang. Di luar akhir pekan dan libur hanya 50-60 orang, sepi bak sarang hantu. Ia pun kerap jadi korban semprotan wisatawan curug cipendok yang kecewa.
Hasil Pengecekan Air Sungai Prukut oleh DLHK Jateng
Di bagian hilir, warga sepanjang aliran Sungai Prukut mulai Desa Karangnangka hingga Kalisari, terdampak. Ribuan orang yang mengandalkan pasokan air bersih pun meradang. Di antara mereka, paling terdampak adalah, ibu rumah tangga, petani ikan, pertenak ayam, dan pengrajin tahu.
Pertengahan pekan ini pula, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyumas kembali mengecek tingkat kekeruhan Curug Cipendok dan sejumlah anak sungai di Kecamatan Cilongok. Petugas Laboratorium DLH Banyumas, Purwono mengatakan, sejak terjadi kekeruhan di sungai Prukut maupun Curug Cipendok, pihaknya tak henti memantau dan memeriksa.
Dari hasil pemeriksaan 10 kali pada tahun 2017 ini, didapati air keruh ini mengandung lumpur dan tanah, yang diduga berasal dari pengerjaan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), yang berada di atas Curug Cipendok.
Dari pengecekan itu, diketahui air keruh ber-PH di atas 6 atau asam. Tetapi, tak diketemukan adanya bahan kimia atau limbah bilogis. Adapun sampel air sungai Prukut dan air Curug Cipendok yang terakhir diambil pada Kamis, 7 Desember 2017, hasil laboratoriumnya bakal diketahui sekitar 10 hari kedepan.
Purwono menduga, sedimen akibat pengerjaan proyek hanyut terbawa Sungai Tepus. Kemudian, di hulu Curug Cipendok, Sungai Tepus bertemu dengan Sungai Prukut yang mengakibatkan Curug Cipendok keruh dan menganggu pariwisata sehingga sepi bak sarang hantu.
Advertisement
DLHK Jateng Tegur Pelaksana Proyek PLTP Baturraden
Sebelum ini, Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah pun telah mengultimatum pelaksana proyek, PT SAE. DLHK memberi waktu 15 hari kepada PT SAE, terhitung sejak 11 Oktober 2017 untuk melakukan penanggulangan dan perbaikan pengelolaan eksplorasi, supaya proyek itu tak lagi membuat sungai keruh.
Kepala Dinas LHK Jawa Tengah, Sugeng Riyanto mengatakan pihaknya telah mengirimkan teguran tertulis pada 11 Oktober 2017 agar PT SAE segera menanggulangi dan memperbaiki tata kelola proyek agar tak lagi berdampak langsung kepada masyarakat.
Berdasar hasil pemeriksaan pada Oktober, tingkat kekeruhan mencapai 328 mililiter per liter. Sementara, ambang batas TSS atau total suspended solid hanya 50 miligram per liter.
Bahkan, sempat pula kekeruhannya mencapai 422 miligram per liter. Amat jauh dari angka toleransi 50 mililiter per liter sebagai standar air minum.
"Kami, sebagai tangan panjang pemerintah, memerintahkan kepada PT SAE agar mereka taat lingkungan dulu," ujarnya, tandas.
Teguran tertulis itu adalah peringatan pertama yang diterbitkan pemerintah atas tata laksana yang tak seusain standar. Jika PT SAE tak bisa memperbaiki kualitas air dalam jangka waktu yang ditentukan, pemerintah bisa melakukan upaya paksaan.
Selain itu, bakal dilakukan pula evaluasi menyeluruh terhadap keseluruhan proyek sebagai sanksi atas kelalaian yang dilakukan oleh pelaksana proyek. Sanksi selanjutnya, di tingkat terberat adalah pencabutan ijin ekplorasi.
Sugeng menyarankan, pelaksana proyek, dalam hal ini PT SAE, membuat sediment ponds, atau penampung lumpur dan material akibat dampak eksplorasi. Hal itu, juga terdapat dalam UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) eksplorasi PLTP.
Ia juga mengusulkan agar pelaksana proyek PLTP Baturraden meminimalkan dampak erosi dan membangun jaringan pipa air bersih bagi warga, yang yang selama ini mempergunakan aliran sungai Prukut untuk keperluan sehari- hari.
Banjir Massal 5 Sungai di Banyumas dan Purwokerto
Banjir bandang di empat Sungai besar sekitar Kota Purwokerto dan satu sungai di Kabupaten Banyumas pada Minggu petang, 15 Oktober 2017 lalu, sempat pula memunculkan beragam spekulasi. Musababnya, lima sungai itu berhulu di lereng selatan Gunung Slamet.
Apalagi, di kawasan lereng selatan, yakni sebelah utara Cilongok Kabupaten Banyumas, ada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturraden yang kini memasuki tahap eksplorasi.
Tak aneh jika spekulasi mengarah ke kegiatan yang menjadi bagian dari desain besar proyek listrik 35 ribu MW itu. Eksplorasi PLTP dinilai sebagai penyebab utama banjir di lima sungai besar ini.
Lima sungai yang banjir bersamaan itu yakni, Sungai Pelus di ujung timur Kota Purwokerto, Sungai Banjaran di tengah kota dan Sungai Logawa di perbatasan barat kota. Adapun satu sungai lainnya adalah Sungai Prukut yang berada di Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas.
Tetapi, dugaan bahwa seluruh banjir disebabkan oleh PLTP ditepis oleh otoritas yang membawahi hutan lereng gunung selatan Gunung Slamet, Perum Perhutani.
Sekretaris Pengembangan Perusahaan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Banyumas Timur, Sugito mengatakan hanya satu Sungai yang bisa dikaitkan dengan proyek PLTP, yakni Sungai Prukut. Sebab, dari kelima sungai, hanya hulu Sungai Prukut yang lokasinya paling barat dan berdekatan dengan proyek PLTPB Baturraden.
Dipastikan, keruhnya air sungai Cipendok dipicu sedimen tanah dari aktivitas proyek PLTPB Baturraden. Adapun banjir di empat sungai Kota Purwokerto, menurut dia, hampir mustahil berkaitan dengan proyek PLTP.
“Hujan berintensitas tinggi yang terjadi merata di wilayah hulu lereng gunung Slamet menjadi faktor utama banjir luapan,” ucap Sugito, kepada Liputan6.com, Sabtu, 21 Oktober 2017.
Advertisement
Mobil dan motor Hanyut terbawa Banjir
Dia menjelaskan, setelah ditelusuri, hujan deras memicu longsor seluas 1 hektar di Kawasan Igir Kalong yang menyebabkan hulu sungai Logawa terbendung dan meluap. Luapan dan jebolnya material longsoran di bagian hulu Sungai Logawa itu lantas memicu banjir secara tiba-tiba, yang menyebabkan dua mobil dan tiga sepeda motor terseret banjir bandang.
Sementara, meluapnya sungai Banjaran diperparah adanya longsor kecil di curug Ciangin, Kalipagu Baturraden sehingga aliran air keruh. Hulu sungai Banjaran dekat curug Ciangin, Kalipagu Baturraden, jauh dari PLTP.
Adapun meluapnya sungai Gemawang, di Baturraden diperparah adanya endapan lumpur dari aktivitas proyek di kompleks Lokawisata Baturraden yang masuk ke sungai hingga keruh.
Sugito menambahkan, meluapnya Sungai Pelus murni disebabkan curah hujan tinggi. Petugas Perhutani tak menemukan bencana longsor di wilayah hulu Sungai Pelus.
Tanggapan Pelaksana Proyek PLTP Baturraden, PT SAE
Sementara, Juru Bicara PT SAE Riyanto Yusuf, mengatakan pihaknya langsung menerjunkan tim begitu mengetahui aliran sungai Prukut keruh. Dia mengklaim, timnya langsung bergerak untuk membersihkan aliran di bagian hulu dan menambah filter (penjernih) yang terpasang di daerah hulu sungai.
Menurut dia, keruhnya Sungai Prukut disebabkan oleh material kerukan pembangunan jalan pada awal eksplorasi proyek. Sedimentasi yang kadung terbawa hingga aliran sungai itu kemudian hanyut hingga ke bagian hilir.
Namun, dia menjamin, sejak peristiwa keruhnya sungai prukut pada akhir tahun lalu, pihaknya telah membuat berbagai langkah antisipasi kejadian serupa. Antara lain dengan menambah jumlah sediment ponds (penampung lumpur) yang nantinya akan menampung material sisa kerukan.
Selain itu, di sepanjang jalan dipasang plastik penutup agar tanah tak hanyut ketika hujan deras turun di kawasan ini. Dia mengklaim, pihaknya juga rutin mengirimkan air bersih ke sejumlah desa terdampak agar warga tak mengalami krisis air bersih.
Evaluasi juga terus menerus dilakukan. PT SAE selalu siap jika ada warga masyarakat menuntut ganti rugi lagi, akibat dampak keruhnya proyek PLTP.
Advertisement