Liputan6.com, Makassar - Dua mahasiswa Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) dilarang berkuliah selama dua semester oleh pihak kampus. Keduanya kedapatan memasang poster  yang mengkritik di sejumlah titik di area kampus pada Kamis, 18 Januari 2018 lalu.
Keduanya adalah Rezky Amelia dan Muhammad Nur Fiqri. Mereka di-skorsing selama dua semester oleh pihak kampus karena kedapatan memasang poster dengan tulisan 'Kampus Rasa Pabrik' dan sejumlah poster mengkritik lainnya.
Informasi yang berhasil dihimpun Liputan6.com, SK skorsing diterima mereka pada Selasa, 30 Januari 2018, tepat pukul 16.00 Wita. SK itu ditandatangai langsung oleh Rektor Universitas Hasanuddin dengan No. 052/UN4.1/KEP/2018 tertanggal 22 Januari 2018. Isinya tentang sanksi skorsing akademik selama dua semester yang harus mereka tanggung.
Advertisement
Fiqri dan Rezky mengaku telah mengajukan banding terhadap keputusan yang dianggap sepihak oleh kampus itu.
Baca Juga
"Yang pertama kami lakukan adalah menuntut hak kami, karena proses sidang di hari itu tidak sesuai dengan tata cara pelaksanaan yang tertulis di tata tertib kampus. Makanya kami menuntut sidang banding dan upaya peringanan hukuman," kata Fiqri saat ditemui di Universitas Hasanuddin.
Selain itu, kata Fiqri, sejumlah lembaga yang ada di Unhas juga telah menyatakan dukungannya untuk menolak keputusan skorsing tersebut.
"Kami menilai bahwa saat ini kampus seolah-olah menjadi antikritik. Sejumlah lembaga kampus mengeluarkan press release untuk mengecam skorsing itu dan menuntut kampus seharusnya mengapresiasi dan membuka ruang demokrasi itu," jelasnya.
Amel mengaku ide memasang poster itu lahir setelah mengkaji dan berdiskusi dengan teman-temannya. Ia menilai, hal itu sebgai bentuk keresahan yang harus diekspresikan agar didengarkan.
"Sebagai bentuk ekspresi keresahan kami melihat realitas kampus, kota dan kekerasan terhadap sipil. Melalui propaganda yang massif, konstruk sosial berupa pantikan pengetahuan lewat gambar dan ilustrasi atau kalimat yang provokatif, orang-orang akan mulai mencari tahu ketimpangan tersebut," tulis Amel dalam keterangannya itu.
Perlawanan dalam bentuk poster itu kemudian direalisasikan, tepat pada  Minggu, 18 Januari 2018, sekitar pukul 01.00 Wita dini hari, Amel dan Fiqri mulai mempersiapkan aksinya.
"Kami memulai persiapan di Baruga. Menyiapkan alat dan bahan untuk menempel poster berupa kuas, lem dan air yang dicampurkan ke dalam botol plastik mineral," ucap Amel.
Setengah jam kemudian, keduanya berkeliling kampus untuk menentukan titik-titik pemasangan poster. Tempat yang pertama mereka pilih adalah Perpustakaan Kampus.
"Dengan pertimbangan sentrum kegiatan mahasiswa, lantai dua perpustakaan kami pilih sebagai salah satu titik untuk menempel poster yang menyangkut realitas kampus. Di titik ini, kami menempelkan dua poster dengan tajuk Kampus Rasa Pabrik," jelasnya.
Sekitar pukul 01.45 Wita, setelah menempel di perpustakaan, keduanya sempat berkelliling untuk mencari titik untuk ditempeli poster lagi, mereka kemudian memilih gedung Mata Kuliah Umum ruang PB 221.
"Di situ kami sempat duduk dan istirahat sejenak untuk memikirkan kembali titik-titik yang ingin ditempeli poster. Waktu itu juga situasi sekitaran MKU cukup ramai, karena ada satu UKM yang masih beraktivitas. Sementara kita di tengah ruang PB 221, disitu kami berpapasan dengan salah satu satpam yang menyerupai mahasiswa," paparnya.
Selang beberapa menit kemudian, kedua mahasiswa kami beranjak ke parkiran untuk pindah lokasi ke luar kampus. Sebelum menyalakan motor, keduanya sempat menempelkan satu poster dengan tajuk Kampus Rasa Pabrik di pos Satpam Unhas yang berada di parkiran Baruga.
Â
Disergap Satpam Kampus
Setelah menyalakan motor, datang beberapa orang yang belakangan diketahui sebagai satpam, dan menyuruh kedua mahasiswa untuk mematikan motor. Salah satu dari mereka mencabut kunci motor yang keduanya kendarai lalu meminta Kartu Tanda Mahasiswa mereka.
"Salah satu dari mereka mencabut poster yang baru kami tempel, sembari menanyakan maksud poster itu dengan nada yang menekan, lalu menggelandang kami ke pusat keamanan Unhas," jelas Amel.
Setibanya di kantor pusat keamanan Unhas, keduanya lalu diinterogasi dan digeledah oleh sejumlah Satpam. Amel mengaku keduanya sempat ditanyai apakah mereka terlibat kelompok anarko atau kelompok vandalisme dan kelompok Kulon Progo yang selama ini menjadi buronan satpam kampus.
"Kami bingung karena kami tidak tahu hal itu, yang jelas ini murni inisiatif kami berdua,"
Bahkan, lanjutnya, beberapa dari Satpam mencoba mengajukan negosiasi, dengan menawarkan peringanan sanksi, apabila keduanya mengakui satu dari beberapa pertanyaan itu.
"Tapi, sekali lagi kami menjawab dengan jawaban yang sama bahwa ini soal idealisme kami melihat realitas sosial, dan bagaimana mengekspresikannya," sambungnya.
Tanya jawab itu berlangsung hingga beberapa jam sampai akhirnya keduanya ditawarkan untuk makan lalu beristirahat.
Sekitar pukul 07.30 Wita pagi, Amel menceritakan saat itu kantor pusat keamanan Unhas mulai ramai. Orang-orang kembali berdatangan, ada yang memakai seragam satpam, memakai batik, memakai pakaian biasa dan memakai seragam pekerja cat.
Mereka yang datang lalu kembali menginterogasi dan memintai penjelasan  apa maksud dari pesan-pesan yang kami tuliskan ke dalam poster-poster tersebut. Kebanyakan dari mereka bersikap abai, dan tidak memedulikan penjelasan, satu dua orang mencoba mendiskusikannya.
Tiba-tiba salah satu dari orang-orang tersebut mendekati Fiqri lalu menampar Fiqri menggunakan punggung tangannya, tak hanya itu Fiqri juga dijewer sembari mengucapkan kata-kata hujatan yang sangat kasar.
"Entah apa alasannya tapi kami mengidentifikasi kalau dia orang yang berurusan dengan pengecatan kampus," jelasnya.
Sekitar pukul 08.30 Wita, keduanya kemudian dipanggil masuk kedalam ruangan Kepala Satuan  Pengamanan Universitas Hasanuddin, Mansyur, untuk kembali diinterogasi terkait alasan memasang poster-poster tersebut.
Amel menjelaskan, Kepada Fiqri, Mansyur bertanya tentang kronologi perencanaan, titik-titik yang didatangi, siapa yang menggagas ide, keterlibatan jaringan mana dan identitas detail.
"Kalau saya ditanyakan pertanyaan yang sama namun ditambah pertanyaan lainnya seperti  keterlibatan dalam organisasi di kampus, motif dan maksud dari poster-poster tersebut. Dan saya menjawab dengan jawaban yang sama," lanjutnya.
Sekitar pukul 10.00 Wita, keduanya lalu dibawa ke ruangan Wakil Rektor III Universitas Hasanuddin, mereka dikawal oleh tiga orang Satpam, dua Satpam mengawal didepan dan satu Satpam mengawal dibelakang.
Setibanya di ruangannya tersebut, Wakil Rektor III sekaligus Ketua Komisi Disiplin Kampus itu menjelaskan laporan dari pihak Satuan Pengamanan kepada dirinya dan menyatakan bahwa ini adalah pemanggilan pertama dan terakhir bagi kedua mahasiswa FISIP itu.
"Setelah membacakan laporan tersebut, klarifikasi dari kami tidak diterima dikarena ia mengatakan bahwa laporan tersebut sudah sangat jelas. Namun, kami sempat menyatakan bahwa kami tidak mencorat-coret hanya menempel beberapa poster, tapi tidak ditanggapi dikarenakan adanya barang bukti berupa Pylox," lanjut Amel.
Tak hanya itu, menurut Amel, dia dan Fiqri bahkan akan dilaporakan kepada pihak yang berwajib terkait poster yang bertuliskan 'Rajin Membaca Jadi Pandai, Malas Membaca Jad Polisi'. Keduanya lalu dituduh sebagai salah satu suruhan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar terkait dinamika politik lokal.
"Wakil Rektor III juga akan menelpon orang tua kami untuk menasehati kami atas perbuatan tersebut," sambungnya.
Setelah itu, barang-barang yang sebelumnya disita oleh Satpam kampus kemudian dikembalikan termasuk kunci motor dan telepon genggam milik keduanya. Mereka lalu diminta kemudian diminta untuk menunggu hasil sidang komisi disiplin kampus dan dipersiapkan untuk pulang.Â
Advertisement
Klarifikasi Pihak Universitas Hasanuddin
Kepada Liputan6.com, Ishaq Rahman selaku Kepala Unit Humas dan Protokoler Universitas Hasanuddin mengatakan bahwa kedua mahasiswa itu diskorsing selama satu tahun karena kedapatan oleh pihak kampus memasang poster di dalam area kampus.
"Bukan satu semester tapi dua semester, saya tidak begitu ingat namanya lengkap mereka, tapi yang jelas keduanya biasa dipanggil Amel dan Fiqri," kata Ishaq saat dikonfirmasi, Kamis, 8 Februari 2018.
Menurut Ishaq, tindakan dua mahasiswa itu itu melanggar aturan tata tertib kehidupan yang ada di kampus. Dia juga membantah kalau keduanya disanksi karena poster mereka yang mengkritik.
"Bukan gara-gara pasang poster mengkritik. Di Unhas tidak ada larangan memasang poster. Mereka diskorsing karena melanggar aturan tata tertib kehidupan kampus," kata Ishaq saat dikonfirmasi, Kamis 8 Februari 2018.
Tetapi, lanjutnya, jangan dilupakan, kebebasan setiap orang dibatasi oleh kebebasan orang lain. Itulah sebabnya dibutuhkan aturan, sebagai mediator antara kebebasan orang satu dengan kebebasan orang lain.
"Sekali lagi, Amel dan Fikri diskorsing bukan karena memasang poster Pabrik Rasa Kampus tetapi karena melanggar aturan," tegasnya.
Ishaq pun mengungkapakan bahwa keduanya adalah mahasiswa didiknya, Dia bahkan mengaku salut dan bangga dengan sikap dan kritis mereka.
"Itu yg selalu kita ajarkan dan harapan dari mereka. Mereka, dan setiap mahasiswa, adalah orang-orang dewasa. Tahu membedakan baik-buruk, untung-rugi, dan benar-salah adalah salah satu ciri orang dewasa," imbuhnya.
Ishaq pun mengungkapakan bahwa Amel dan Fiqri telah melakukan banding terhadap keputusan Komisi Disiplin Universitas Hasanuddin yang memutuskan hukuman skorsing kepada keduanya.
"Hasil sidang banding terhadap 2 mahasiswa yang diskorsing karena melanggar ketertiban Kampus pasal 7 ayat 2 dan 8, adalah mahasiswa yang bersangkutan mengakui perbuatannya. Mahasiswa yang bersangkutan menyatakan menyesal dan tidak akan mengulangi perbuatannya dan skorsing keduanya dicabut, sehingga dapat kembali kuliah," jelas Ishaq.Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â