Banyak Mitos di Balik Kodok

Pameran bertajuk Aku Cinta Kodok Utamakan Alam oleh Museum Kolong Tangga juga menyinggung sejumlah mitos soal kodok.

oleh Yanuar H diperbarui 20 Feb 2018, 12:30 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2018, 12:30 WIB
kodok dalam mitologi budaya
Kodok menjadi tema besar pameran Kodok

Liputan6.com, Yogyakarta - Katak tiruan berbahan timah disepuh dengan daun emas ikut dipajang dalam pameran temporer ke-9 Museum Kolong Tangga yang mengambil tema besar tentang lingkungan dengan kodok sebagai pintu masuk.

Katak ini digunakan sebagai jimat perhiasan yang ada di Panama, Amerika Tengah. Namun, ditemukan pada penggalian arkeologi di Kostarika, tahun 500-1500 M. Bola kecil sebagai matanya berlubang kosong, sehingga menimbulkan suara seperti lonceng.

Keterangan itu muncul di salah satu koleksi pameran bertajuk "Aku Cinta Kodok Utamakan Alam" yang digelar di Mall Lippo Jogja, Yogyakarta, mulai 16-25 Februari 2018.

Ratusan koleksi kodok mulai dari mainan, batu hitam berbentuk kodok hingga kodok emas dipamerkan di lantai dasar mal tersebut.

Koleksi benda berbentuk kodok berwarna hitam disudut pameran itu menyisakan cerita mitologi kodok di zaman dahulu.

Ada koleksi batu kodok, baik itu mainan ataupun benda magis. "Itu yang warna hitam ada di sana. Lalu ada celengan gerabah dari Majapahit," kata Irma Restiana, Direktur Pameran di Lippo Mall, Jumat, 16 Februari 2018.

Irma menjelaskan, koleksi yang dipamerkan juga memperlihatkan kodok yang dekat dengan budaya di dunia seperti mitologi kodok vietnam. Di mana orang Vietnam percaya kodok berhubungan dengan roh leluhurnya.

"Di Vietnam, ada (orang) tidak makan kodok karena percaya ada hubungannya dengan roh manusia. Menyakiti katak berarti berisiko menyakiti manusia pemilik roh tersebut," katanya.

Mitologi Kodok Terbang

koleksi mainan kodok terbang bali
mainan ini dibeli kurator saat berkunjung ke Bali

Kurator pameran Rudy Corens yang juga pemilik koleksi itu mengaku pengalaman sendiri saat mendapatkan koleksi mainan yang dibelinya. Salah satunya membeli batu hitam berbentuk kodok di Lombok, tahun 1940-an di sebuah toko.

"Sudah lama saya beli. Dia bilang ada mainan itu dia bilang ini mainan tua. Tapi, saya pikir itu bukan mainan tapi lebih ke magis objek," katanya.

Rudy mengatakan di indonesia ada kodok lain dengan background yang berkaitan dengan folklor mitos tertentu. Hal itu juga terjadi di Eropa yang memiliki cerita sendiri, namun lebih mengarah ke hal jahat.

"Ada sedikit aneh karena dua ratus tahun lalu percaya ada kodok bisa berganti wajah saat malam, itu representasi dari jahat. Ide itu jahat ada di alam kodok. Sebelumnya, kodok lebih ke dewa seperti perlindungan dan hal baik," ujarnya.

Begitu juga saat ia pergi ke Bali. Ia membeli mainan kodok terbang tahun 1994. Ia membeli mainan itu karena teringat cerita lokal Bali tentang roh leluhur.

"Di Bali itu ada kodok terbang, itu seperti roh bisa terbang. Tapi, sebenarnya dia (kodok) punya kulit di setiap jarinya, dia bisa jump seperti paraglider," tuturnya.

Rudy mengaku setiap daerah dan negara memiliki cerita sendiri terhadap mitologi kodok. Mitos itu berkembang seiring zaman dan beberapa masih memercayainya.

"Kita harap generasi muda lebih percaya dengan menjaga lingkungan," katanya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya