Narapidana yang Rajin Baca Tulis akan Dipertimbangkan Dapat Remisi

Budayawan dan sastrawan Arswendo Atmowiloto mengatakan, tempat terbaik menulis adalah di dalam Lapas.

oleh Reza Efendi diperbarui 27 Feb 2018, 05:03 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2018, 05:03 WIB
Membaca Buku
Ilustrasi belajar

Liputan6.com, Maros - Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang rajin membaca dan menulis buku selama di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) diusulkan mendapatkan remisi. Usulan disampaikan langsung oleh budayawan sekaligus sastrawan Arswendo Atmowiloto dalam kegiatan bertajuk Aksi Literasi Menuju Remisi di Aula Lapas Maros Sulawesi Selatan.

Menurut Arswendo, tempat terbaik untuk jadi pengarang adalah di dalam lapas. Karena, keberagaman para WBP yang memiliki berbagai latar belakang dapat dijadikan tokoh menarik. Ada konflik dan ada keunikan materi, sehingga cerita yang berasal dari dalam Lapas akan menarik.

"Literasi di dalam lapas memberikan kesempatan berprestasi bagi warga binaan. Saya setuju jika hal seperti ini diberikan remisi," kata budayawan asal Surakarta, Minggu, 25 Februari 2018.

Budayawan Arswendo mengingat pernah menulis di dalam lapas saat menjalani pidana di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Jakarta pada 28 tahun lalu. Saat itu, ada sekitar 20 buku yang dibuat Arswendo saa berada di Rutan.

Ditjen PAS akan Pertimbangkan Usulan Arswendo

Budayawan
Arswendo Atmowiloto dalam kegiatan bertajuk Aksi Literasi Menuju Remisi di aula Lapas Maros Sulawesi Selatan. Foto: (Reza Efendi/Liputan6.com)

Menanggapi usulan Arswendo, Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Harun Sulianto mengatakan, berencana mengajak para akademisi, praktisi, dan pihak terkait untuk melakukan pengkajian kemungkinan literasi dikaitkan dengan remisi.

"Kalau di Brasil dan Italia, napi yang membaca buku setebal 400 halaman mendapat remisi minimal 4 hari. Bayangkan jika baca 12 buku setahun, akan mendapat remisi hingga 48 hari. Ini akan jadi referensi kita untuk membuat kajian remisi," ungkapnya.

Harun mengatakan, literasi di dalam Lapas adalah keterampilan kognitif untuk membaca, menulis, dan berbicara. Sehingga warga binaan mampu mengubah budaya hidupnya menjadi lebih produktif., baik selama maupun setelah menjalani pidana.

"Kehadiran pustaka bergerak yang membentuk pustakawan di jeruji, tentunya diharapkan akan banyak warga binaan jadi penulis produktif, agar kelak bisa menyaingi mas Arswendo," ucap Harun.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya