Suatu Pagi Mencari Keberadaan Suku Laut yang Hilang

Saat ini Suku Laut sangat sulit ditemui. Keberadaannya pelan-pelan mulai terlupakan. Kalaupun ada, mereka jarang bisa dikenali.

oleh Ajang Nurdin diperbarui 15 Mar 2018, 06:04 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2018, 06:04 WIB
Perahu
Mencari keberadaan Suku Laut di Batam. Foto: (Ajang Nurdin/Liputan6.com)

Liputan6.com, Batam - Suku Laut atau Orang Sampan adalah satu dari suku etnis Melayu. Selama ratusan tahun, mereka tinggal dan berada di kepulauan Riau termasuk Pulau Batam.

Tetapi, saat ini Suku Laut sangat sulit ditemui. Keberadaannya pelan-pelan mulai terlupakan. Kalaupun ada, mereka jarang bisa dikenali.

Dahulunya, mereka hanya hidup di laut. Berpindah dari pulau ke pulau hingga muara sungai. Masa hidup mereka, sepenuhnya dihabiskan di dalam perahu yang dalam bahasa Melayu disebut kajang.

Banyak yang menduga, Suku Laut kini telah menetap di darat. Mereka menetap di Pulau Ngenang, salah satu pulau kecil di Batam.

Sekretaris Lurah Ngenang, Raja Arifin mengatakan, kebanyakan Suku Laut sudah menetap. Mereka membaur dengan masyarakat nelayan pada umumnya.

"Mereka  ini tinggal di pinggir  laut. Membaur dengan masyarakat biasa. Anak-anaknya juga sudah banyak yang sekolah," ujar Arifin.

Arifin sudah tak bisa mengenali, yang mana Suku Laut yang mana yang nelayan biasa. Terlebih, seiring perkembangan zaman dan pembangunan Batam yang kian pesat. "Suku Laut sudah termarginalkan," tuturnya.

Arifin mengatakan, selain di Pulau Ngenang, para Suku Laut ada yang tinggal di kawasan Pulau Rempang Galang dan pulau lainya di Batam.

Ia berharap suku asli penghuni Batam dan Provinsi Kepri tetap terlestarikan. Menurutnya, apa yang diajarkan para leluhur Suku Laut merupakan aset kekayaan budaya Nusantara.

 

Pengakuan Suku Laut

Perahu
Perahu sebagai rumah orang Suku Laut. Foto: (Ajang Nurdin/Liputan6.com)

Samidah (52) warga Pulau Ngenang yang mengaku keturunan Suku Laut mengatakan, nenek moyangnya telah lama hilang. Kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan para pendahulu Suku Laut juga mulai ditinggalkan.

"Saat ini kami dah diam di darat dan tak diam di perahu  lagi," kata Sumidah, sarat dengan aksen melayunya.

Ia bercerita, dahulu kala, perahu merupakan rumah bagi Suku Laut. Sehari-harinya, segala aktivitas Suku Laut dilakukan di atas perahu.

"Perahu tidak hanya sebagai tempat berteduh, kita makan, minum, bercinta, bahkan melahirkan juga di atas perahu," kisahnya.

Suku Laut  hanya mengantungkan hidupnya  dari hasil laut. Bermodal tombak dan jala, Suku Laut dapat menangkap banyak ikan.

"Tangkapan  yang kami dapat  terkadang kami tukar sama orang-orang di darat untuk kebutuhan lain," kenangnya. 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya