Liputan6.com, Pekanbaru - Hutan beralih menjadi perkebunan sawit atau hutan tanaman industri. Harimau Sumatera kian tersudut. Hutan yang dulunya menjadi lokasi perburuan makanan menjadi pemukiman berikut kebun.
Harimau tak lagi bebas mencari makan seperti babi ataupun rusa. Jalur jelajahnya terputus pemukiman di tengahnya. Maka tak heran, ada harimau masuk ke pemukiman ataupun perkebunan. Sejatinya memang di sanalah rumah si Datuk Belang.
Seperti cerita Bonita di Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Indragiri Hilir, Riau. Dusun Danau dan perkebunan sawit di sekitar, dulunya itu disebut sebagai habitat harimau.
Advertisement
Baca Juga
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyebut lokasi ini sebagai hamparan atau lansekap Suaka Margasatwa Kerumutan. Kawasan ini didiami beberapa mamalia belang sebagai puncak predator.
Setiap harimau punya wilayah jelajah masing-masing dari Kerumutan. Paling pendek 50 kilometer dan meningkat hingga ratusan kilo jika harimau memasuki musim kawin.
"Daya jelajahnya paling pendek itu 50 kilometer," sebut Kepala BBKSDA Riau di kantornya, Sabtu (21/4/2018).
Menurut Direktur Jenderal Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno, harimau tidak akan pernah mengganggu manusia.
Wiratno menyatakan, harimau yang menyerang manusia hanya disebabkan dua hal. Pertama karena habitatnya terganggu, kedua karena keluarga atau anaknya diusik manusia.
Terkait habitat, Wiratno menyebut bisa terjadi jika hutan beralih fungsi. Hal ini menyebabkan berkurangnya ketersediaan makanan seperti babi. Apalagi kemudian babi-babi turut diburu manusia.
"Indikasinya tidak seimbangnya pakan, kalau babi terus diburu. Pakanya jangan diganggu atau jangan ganggu keluarganya," sebut Wiratno di kantor BBKSDA Riau.
"Satwa liar tidak akan menggangu kalau habitatnya tak diganggu," tegas Wiratno menambahkan.
Hanya saja dalam konflik ini, nyawa manusia sepertinya lebih penting dari keberadaan harimau. Apalagi Bonita sudah menewaskan dua warga dan kian berani berjumpa manusia, kemudian mengejarnya.
Perubahan perilaku ini, selain Bonita yang sering muncul disiang hari dan biasa duduk santai di jalan dilewati manusia, membuat Bonita harus terusir dari habitat aslinya.
Dia ditangkap pada Jumat, 20 Aprik 2018 lagi. Kini, Bonita menjadi penghuni baru di pusat rehabilitasi Harimau Sumatera di Dharmasraya, Sumatera Barat.
Keunikannya juga membuat Yayasan Arsari Djojohadikusumo sebagai pemilik rehabilitasi menjadikannya objek penelitian. Bonita disebut harimau pertama di Indonesia dan ketiga di dunia yang diteliti karena perubahan perilakunya.
Â
400 Ekor Harimau
Di samping itu, Wiratno menyebut populasi mamalia bernama latin Panthera Tigris Sumatrae saat ini diperkirakan hanya berkisar 400 ekor. Harimau ini tersebar dari Taman Nasional Ulu Masen dan membentang hingga ke Swaka Margastwa Kerumutan, Rimbang Baling, Bukit Tiga Puluh terus ke Lampung.
Dia menyatakan, Harimau Sumatera merupakan satu dari enam sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini. Keberadaanya terus terancam akibat perubahan fungsi hutan di Sumatera.
"Perlu upaya menjaga rumah harimau, termasuk melestarikan siklus makanan pada habitatnya," katanya.
Sementara Kabid Wilayah I BBKSDA Riau Mulyo Hutomo menyebut populasi harimau di Provinsi Riau diperkirakan sebanyak 190 ekor atau sepertiga dari total populasi di Pulau Sumatera.
Advertisement