Menelusuri Sisa Sejarah Bangunan Pemerintahan Belanda di Garut

Garut menyimpan misteri keindahan alam tiada tara. Julukan Swiss van Java layak melekat di bumi Garut.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 18 Mei 2018, 09:04 WIB
Diterbitkan 18 Mei 2018, 09:04 WIB
Menelusuri Sisa Sejarah Bangunan Pemerintahan Belanda di Garut
Pendopo Garut. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Garut. Sebuah nama daerah yang cukup elok dan cantik di pesisir selatan Jawa Barat ini memang menyimpan misteri keindahan alam tiada tara. Garis pantai memanjang hampir 110 kilometer dari Cianjur hingga Tasikmalaya menjadikannya sebagai daerah dengan bentangan pantai terpanjang di Pulau Jawa. 

Wilayahnya dikelilingi lima gunung besar aktif yang seolah menjadi pagar bagi kelangsungan hidup masyarakat Garut. Tak mengherankan, julukan Swiss van Java hingga kini masih melekat di bumi Garut.

"Istilahnya perpaduan budaya pantai dan budaya gunung adalah masyarakat salah satu ciri masyarakat Garut," ujar budayawan lokal Garut, Franz Limiart, membuka pembicaraan saat ditemui Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, keindahan alam Garut sejak lama sudah dalam radar pantau Belanda. Tak pelak, anugerah ini kemudian menjadi bencana bagi masyarakat Garut, akibat penerapan Culture Stelsel atau tanam paksa yang dilakukan Belanda.

"Tapi ternyata gagal, hingga akhirnya pemerintahan dipindahkan dari Balubur Limbangan ke Garut Kota saat ini," ujar dia.

Selain memiliki posisi yang relatif berada di tengah keramaian warga, pemilihan Garut Kota sebagai ibu kota Garut saat itu dinilai sebagai strategi Belanda untuk memudahkan menjangkau seluruh kecamatan di Garut dalam mengambil hasil bumi yang terbilang luas.

"Dari sana, baru dibuatkan pusat pemerintahan dan ekonomi yang lengkap," kata dia.

Sejak 1815, Keresidenan Belanda di Jawa Barat memerintahkan pembangunan gedung pemerintah Kabupaten Garut persis di lokasi Pendopo berdiri saat ini.

"Karena buat mereka Garut sangat penting. Tidak hanya kaya sumber daya alamnya seperti teh, kopi, juga alamnya indah," ujar dia.

Dalam perjalanannya, Belanda tidak hanya menyiapkan sejumlah infrastuktur bangunan pemerintahan, tetapi juga membuat tata letak kota yang kelak akan menjadi pusat Kota Garut hingga kini.

"Belanda menjadikan Indonesia bukan sebagai negara jajahan, tetapi seperti miliknya sendiri, makanya dipersiapkan matang," kata dia.

 

 

Garut Saat Itu

Menelusuri Sisa Sejarah Bangunan Pemerintahan Belanda di Garut
Kantor Bakorwil Jabar IV. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Dalam penelusuran Liputan6.com, bangunan pertama yang dibangun Belanda setelah memindahkan pemerintahan dari Balubur Limbangan adalah pendopo plus rumah dinas, kemudian Masjid Agung, penjara dan kantor polisi. Keempat banguan bersejarah itu berdiri saling berhadapan sesuai fungsinya.

Mesjid Agung yang berada di sebelah barat berhadapan dengan penjara yang berada di sebelah timur. Sementara, Pendopo yang berada di sebelah utara berhadapan dengan kantor polisi, atau saat ini digunakan sebagai bangunan kantor Badan Koordinator Wilayah (Bakorwil) IV Jawa Barat di bagian selatan.

"Soal penempatan posisi bangunan pelayanan masyarakat saat itu, sepertinya Belanda lebih tertata dengan baik," papar dia dengan runut.

Sementara, pusat kegiatan ekonomi warga yang awalnya dipusatkan di sekitar Suci, Jalan A. Yani, akhirnya dipindahkan ke lokasi Alun-alun Garut, atau tepatnya sepanjang Jalan Ahmad Yani atau seluruh pengkolan saat ini. "Saat itu Suci sulit air," ungkap dia.  

Tak mengherankan, pada 1921, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Dirk Fock, termasuk putri Juliana Louise Marie Wilhelmina van Oranje-Nassau, keturunan Ratu Wilhelmina, beberapa kali ikut menyambangi Garut karena kemolekan alamnya itu. 

"Sebagai bentuk penghormatan dulu ada nama Bioskop Garut namanya Juliana, atau sekarang Bioskop Cikuray," ujar dia.

Babancong dan Pendopo

Menelusuri Sisa Sejarah Bangunan Pemerintahan Belanda di Garut
Babancong Garut. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Sejatinya bangunan mungil di depan pintu masuk Pendopo itu adalah bale-bale tempat petinggi Belanda bersantai ria bersama keluarga, atau saat tertentu menjadi tempat mereka menyaksikan berbagai pertunjukan yang digelar masyarakat Garut saat itu.

"Mereka tidak mau berbaur dengan warga. Nah, tempat duduknya itu di Babancong itulah," kata dia.

Namun belakangan, bangunan itu kerap menjadi area persinggahan warga atau sebagai tempat jamuan pertama bertemunya petinggi Belanda dengan tokoh masyarakat. "Tapi paling sering ya dipakai istirahatnya mereka," kata dia.

Bagi masyarakat Garut, keberadaan Babancong bukan sekadar bangunan saksi sejarah semata. Lebih dari itu, ikut mendampingi perjalanan pemerintah Garut hingga saat ini. Bahkan pada 1950-an, Presiden Soekarno pernah berpidato di atas podium Babancong di hadapan ribuan masyarakat Garut.

"Pidato itu cukup emosial dalam membakar semangat juang masyarakat Garut," kata dia.

Berada di sebelah utara bangunan utama pemerintahan Belanda saat itu, hingga kini kontruksi bangunan buatan Belanda itu masih kokoh dan megah, setidaknya menurut ukuran masyarakat Garut. Bangunan yang kerap digunakan pelantikan pejabat itu, merupakan sentra kegiatan pemerintahan Belanda saat itu.

"Di samping Pendopo, tepatnya sebelah timur atau gedung aset daerah saat ini, dibangun pula perkantoran pemerintah," ujar pemilik gerai akar wangi, Zocha Graha Kriya, menambahkan.

Kini setelah dua abad lebih usia pemerintahan Garut berdiri, bangunan Pendopo plus rumah dinas yang berada di belakangnya masih terlihat gagah.

 

Alun-Alun Sebagai Pusat

Menelusuri Sisa Sejarah Bangunan Pemerintahan Belanda di Garut
Masjid Agung Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Berada tak jauh dari bangunan pusat pemerintahan, terdapat alun-alun yang selalu dijadikan pusat kegiatan ekonomi warga. Berada hampir memanjang di sekitar Jalan Ahmad Yani, Belanda membuat beberapa bangunan untuk pusat perekonomian, mulai terminal angkutan pertama yang dibangun di atas Gedung Lasminingrat saat ini berdiri.

Kemudian, stasiun kereta api yang berada di sekitar Kampung Mawar atau Kelurahan Pakuwon saat ini. Dalam catatan perkeretapian Indonesia, diketahui jalur rel kereta api di Stasiun Cikajang, tempat mengangkut hasil bumi seperti teh dan kopi, yang terhubung dengan Stasiun Garut, masih tercatat sebagai stasiun kereta api tertinggi di Indonesia.

Sedangkan Pasar Garut yang dulu sebagai pusat perdagangan warga berada di sebelah timur stasiun kereta api Garut. "Dulu lebih terkenalnya Pasar Jagal, atau pajagalan dekat Mandalagiri," ujar dia.

Dengan lengkapnya pusat pemerintahan yang melengkapi keelokan alam Garut, tak mengherankan banyak pelancong asing, khususnya Belanda, serta negara dari daratan Eropa lainnya tempo dulu, seolah menemukan rumah kedua sebagai tempat peristirahatannya.

Selain Putri Juliana, tercatat aktor Charlie Chaplin, sang pesohor Holywood saat itu, sampai dua kali datang ke Garut. Bahkan, mereka langsung jatuh hati dengan kemolekan alam daerah yang satu ini. Yuk, jalan-jalan ke Garut, kota pangirutan dengan segala sejarah masa lalunya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya