Harimau Sopi Rantang Bakal Mengaum Kembali di Hutan Rimba

Selama menjalani rehabilitasi, harimau betina yang umurnya diperkirakan kurang dari dua tahun itu kesehatan dan perkembangannya baik.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Mei 2018, 08:01 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2018, 08:01 WIB
Harimau Sumatera
Harimau sumatera bernama Bonita. (Foto: Dok. BBKSDA Riau/Liputan6.com/M Syukur)

 

Liputan6.com, Padang - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat berencana melepasliarkan anak harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) bernama Sopi Rantang pada awal Juni mendatang.

Kepala BKSDA Sumatera Barat, Erly Sukrismanto mengatakan anak harimau yang ditemukan pertengahan April lalu dalam keadaan terperangkap di Nagari Koto Rantang, Palupuah, Kabupaten Agam, tersebut sudah menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera di Dharmasraya.

"Dan saat ini kondisinya sehat dan sudah layak dilepasliarkan, rencananya awal Juni 2018," ucapnya, Senin, 28 Mei 2018, dilansir Antara.

Semula harimau itu akan dilepasliarkan di hutan konservasi Rimbo Panti Kabupaten Pasaman. Namun, saat ini, balai konservasi sedang membahasnya lagi dengan para pakar lingkungan.

"Pemilihan lokasi pelepasliaran juga mempertimbangkan aspek keamanan bagi masyarakat sekitar," katanya.

Selama menjalani rehabilitasi, Erly menjelaskan, harimau betina yang umurnya diperkirakan kurang dari dua tahun itu kesehatan dan perkembangannya baik. Harimau Sopi Rantang sekarang sedang bunting satu bulan, namun hal itu tidak menghalangi proses pelepasliaran ke habitat asalnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Konflik Manusia dan Harimau

Harimau Sumatera
Harimau Sumatera. (Foto: Dok. BBKSDA Riau/Liputan6.com/M Syukur)

Erly menjelaskan, konflik antara manusia dan harimau selama ini antara lain terjadi karena mangsa harimau semakin langka. Selain itu, wilayah jelajah harimau semakin sempit, sehingga "Datuk Belang" masuk sampai permukiman.

Wilayah jelajah harimau untuk berburu sampai 60 kilometer persegi. Sementara, hutan yang sepuluh tahun lalu menjadi habitatnya kini sebagian sudah beralih fungsi menjadi ladang atau permukiman. Kondisi yang demikian menurut Erly menimbulkan potensi konflik harimau dengan manusia di daerah seperti Kabupaten Pesisir Selatan dan Agam.

"Kami ingin kalau ada satwa mengganggu, jangan sampai ada yang dibunuh karena satwa dibutuhkan dalam kelangsungan kehidupan di Bumi," ujarnya.

Ia juga mengimbau masyarakat tidak mengikat hewan-hewan peliharaan di pinggir hutan, sehingga ketika ada harimau yang hendak memangsa, mereka tidak bisa lari.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya