Liputan6.com, Kebumen - Sebatang pohon Mangir (Ganophyllum falcatum) menjulang tinggi bak menara. Ia tumbuh di atas situs Watu Tumpang, sebuah bukit kecil tumpukan bebatuan di Desa Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah.
Letaknya yang unik membuatnya tampak rapuh. Siapapun yang melihatnya pertama kali, pasti khawatir ia akan tumbang.
Pasalnya, pohon ini seolah hanya diletakkan begitu saja di atas bukit bebatuan. Tetapi, kekhawatiran itu dimentahkan. Selama ratusan tahun, pohon ini telah ada dan tak pernah tumbang.
Advertisement
Bahkan saat angin Langkisau memporakporandakan Karangsambung, Kebumen, sekitar 10 tahun lalu, pohon ini mampu bertahan. Hanya satu di antara tiga batang utamanya yang patah.
Baca Juga
Batang berdiameter 80-an sentimeter itu jatuh ke halaman musala. Tak ada satu pun warga yang terluka. Pun tak ada rumah dan bangunan rusak. Padahal, pohon ini dikelilingi rumah-rumah penduduk.
Keanehan-keanehan ini membuat situs Watu Tumpang sempat dikeramatkan. Ia jadi pepunden. Dalam khazanah Jawa, pepunden adalah tempat keramat untuk bersemedi dan berdoa warga Kebumen di masa lalu.
Di salah satu bagian tumpukan batu, ada ceruk seukuran pria dewasa. Letaknya menjorok. Di tempat itu lah, orang-orang berdoa atau bersemedi.
"Ada yang ingin lulus ujian sekolah. Ada juga yang mungkin ingin jabatan," kata seorang warga Karangsambung, Kebumen, Sutrisno, kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tinjauan Ilmiah Pohon Tumbuh di atas Batu
Keberadaan pohon Mangir berusia ratusan tahun ini, bagi warga setempat pun masih misterius. Tak ada satu pun yang tahu pasti kenapa ada pohon yang tumbuh di atas bebatuan.
Sebatang pohon, untuk hidup tentu membutuhkan air dan media tumbuh subur, tanah. Namun, pohon Mangir ini justru tumbuh subur, dan bahkan usianya diyakini telah melampaui abad.
"Tidak ada yang tahu. Legendanya ya pohon menumpang di atas batu," Sutrisno mengungkapkan.
Orang tertua di kampung itu menyebut, semenjak ia kecil, pohon telah sebesar yang terlihat saat ini. Di masa lalu, Pepunden Watu Tumpang pun dijaga oleh seorang juru kunci yang dijabat turun temurun.
Tapi kini, sang juru kunci terakhir telah berpindah rumah. Ia tinggal di kawasan lain, beda kecamatan, meski masih berada di Kabupaten Kebumen.
Zaman berganti, masa pun berubah. Perlahan, aroma mistis di sekitar pohon situs Watu Tumpang pun semakin luntur. Hal itu tak lepas dari telah ditetapkannya Karangsambung sebagai Cagar Alam Geologi.
Situs Watu Tumpang menjadi salah satu bagian dari Cagar Geologi yang membentang 22 ribu hektar kawasan konservasi geologi. Setidaknya, ada 30 situs yang telah ditetapkan dilindungi.
Soal pohon yang menumpang di atas bongkahan bebatuan itu, Kepala Pelaksana Teknis Balai Informasi dan Konservasi Kebumian (UPT BIKK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Karangsambung, Kebumen, Edi Hidayat menduga, bebatuan ini adalah batu purba, sama seperti bebatuan lain yang ditemukan di sekitar lokasi.
Advertisement
Bentang Kawasan Konservasi Geologi Karangsambung
Tetapi, lantaran belum meneliti, ia baru berani meyebut bahwa situs Watu Tumpang “diduga”adalah batuan purba, yang usianya kurang lebih sama dengan batuan-batuan tua lainnya.
Soal pohon yang menumpang di atas bongkahan batu, dugaannya, saat kecil pohon itu tumbuh di sela batu yang mampu mencukupi kebutuhan haranya. Bertambah besar, akarnya pun tumbuh dan mampu mencapai tanah di bawah tumpukan bebatuan tersebut.
"Secara ilmiah memang harus diteliti. Tapi, mungkin saja ada bagian akar yang mencapai tanah. Hanya karena berada di puncak bebatuan, jadinya kelihatan menumpang," Edi menjelaskan.
Di Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung, setidaknya terdapat 30 situs batuan yang dilindungi. Situs batuan purba itu adalah mata rantai yang bakal menyingkap sejarah terbentuknya pulau jawa.
Namun, terlepas dari nuansa mistis yang melingkupinya, kawasan ini mesti dilindungi. Sebab, Karangsambung telah ditahbiskan sebagai kawasan konservasi geologi terbesar di Asia Tenggara dan terlengkap di dunia.
Di kawasan Cagar Geologi Karangsambung terdapat situs batuan hasil proses kebumian batu beku seperti basal, granit, gabro, andesit, diabas dan dasit. Selain itu, ada pula batuan sedimen yang meliputi rijang, konglomerat, batu pasir, gamping merah dan kalkarenit.
Adapun batuan metamorf terdiri dari kuarsit, serpenit, sekis mika, filit, karmer dan gnels. Batuan purba itu tercipta antara 120-60 juta tahun yang lalu. Seluruhnya tersaji di area yang meliputi tiga kabupaten, Kebumen, Banjarnegara dan Wonosobo.
"Yang tertua berumur 120-an juta tahun," Edi mengungkapkan.