Memahami Perhitungan Kejawen Banokeling Yang Berlebaran Sabtu

Meski diperkirakan berlebaran selang sehari dari ketetapan pemerintah, Komunitas Kejawen Anak Putu Banokeling, Banyumas juga turut merayakan Idul Fitri pada Jumat.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 14 Jun 2018, 22:00 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2018, 22:00 WIB
Komunitas Islam Kejawen Paguyuban Resik Kubur Rasa Sejati (PRKRS) Kalikudi, Adipala, Cilacap, dalam ritual Sungkem, malam Jumat Kliwon. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Komunitas Islam Kejawen Paguyuban Resik Kubur Rasa Sejati (PRKRS) Kalikudi, Adipala, Cilacap, dalam ritual Sungkem, malam Jumat Kliwon. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Ratusan Penganut Islam Kejawen di Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah bakal merayakan Hari Raya Idul Fitri pada Sabtu 16 Juni 2018. Sehari dari ketetapan pemerintah yang diperkirakan tiba pada Jumat (15/6/2018).

Juru Bicara Kasepuhan Adat Banokeling, Sumitro menerangkan dalam kalender Alif Rebo Wage (Aboge), tahun 2018 ini adalah tahun Dal. Rumus perhitungan tahun Dal adalah Daltugi. Karenanya, tahun baru 1 Sura bagi Komunitas Kejawen akan tiba pada Sabtu pasaran Manis. Dari perhitungan Sabtu pasaran Manis itu lah perhitungan untuk bulan-bulan lainnya didasarkan.

“Lebaran hari Sabtu pahing. Tahun ini tahun Dal, itu caranya Daltugi. Dal Sabtu Manis, tanggalnya 1 bulan Sura, dulunya. Nah, cara rumusnya itu, Sabtu manisnya itu ya untuk mengawali, tanggal Sasi Sura,” kata Sumitro Rabu (13/6/2018).

Meski dalam perhitungannya dan secara faktual berbeda sehari, namun menurut Sumitro, jatuhnya hari raya Idul Fitri tahun 2018 ini sama dengan yang ditetapkan pemerintah. Itu yang membedakan adalah metode penghitungannya. Pemerintah menghitung dengan patokan munculnya rembulan, adapun komunitas Islam Kejawen atau Islam Aboge dengan cara menghitung berdasar hari.

“Rumusnya, Rajiji, Parluji, Lupatma, seperti itu. Itu rumus menghitungnya kalau ingin menghitung,” kata Sumitro.

Tak berbeda dengan umat muslim pada umumnya, Komunitas Banokeling pun bakal menjalani ritual silaturahmi khas Idul Fitri atau lebaran. Bedanya, Anak Putu Banokeling menjalani ritual sesuai pakem adat mereka.

Saksikan video menarik berikut ini:

Riaya, Idul Fitri-nya Kejawen Banokeling

Anak putu Banokeling meggelar ritual Punggahan menjelang bulan Puasa atau Ramadan. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Anak putu Banokeling meggelar ritual Punggahan menjelang bulan Puasa atau Ramadan. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

 

Bagaimana ritual Riaya yang sesuai pakem Banokeling?

Sabtu pagi nanti, Anak Putu Banokeling menggelar ritual bekten atau ziarah ke makam Panembahan Banokeling. Kegiatan ziarah ini diikuti oleh anak putu yang berada di Pekuncen Kecamatan Jatilawang.

Selanjutnya, mereka akan berkumpul di Balai Desa Pekuncen dan melakukan ritual Babaran, atau selamatan Riaya atau hari raya dengan berdoa dan dilanjutkan menikmati hidangan.

“Makanan yang tidak ada di Pekuncen sini, dibawa ke Balai Desa, dikumpulkan untiuk dimakan bersama-sama,” kata Sumitro.

Meski diperkirakan berlebaran selisih sehari dari ketetapan pemerintah, Anak Putu Banokeling biasanya ikut merayakan Idul Fitri pada Jumat. Mereka akan turut berkumpul di lapangan Pekuncen dan bersilaturahmi dengan umat muslim dan masyarakat lainnya.

"Kita toleran dan sangat terbuka, sehingga tidak pernah ada gesekan," kata Sumitro.

Sekilas Almanak Aboge di Komunitas Kejawen

Kaum pria anak putu Banokeling mengangkat ubo rampe yang akan digunakan untuk ritual punggahan, menjelang puasa atau Ramadan. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Kaum pria anak putu Banokeling mengangkat ubo rampe yang akan digunakan untuk ritual punggahan, menjelang puasa atau Ramadan. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Namun, keesokan harinya, anak putu akan melanjutkan dengan menggelar ritual secara terbatas. Dalam acara tersebut, enam Bedogol atau garis keturunan Banokeling akan mempersiapkan ubo rampe ritual adat.

Perhitungan yang sama juga diterapkan untuk menghitung awal puasa atau Ramadan kemarin. Lantaran tahun ini adalah tahun Dal maka perhitungan harinya adalah Daltugi.

Dihitung dengan rumus nem ro (enam dua) maka, hari pertama puasa dihitung hari keenam dihitung dari Sabtu dan hari pasaran kedua. Dengan begitu, puasa dimulai pada Kamis Pahing empat pekan lalu.

Sumitro mengklaim, dengan almanak Aboge, puasa dan lebaran tahun ini sudah dihitung sejak beberapa tahun lalu. Begitu pula dengan puasa dan lebaran tahun depan. Sebab, perhitungannya jelas dan memakai kalender delapan tahunan atau sewindu.

“Sudah dihitung sejak tahun lalu. Tahun besok, puasanya juga sudah ketemu harinya apa,” kata Sumitro. 

Ditambahkan bahwa Aboge memakai sistim kalender dalam kurun waktu delapan tahunan atau sewindu. Masing-masing tahun memiliki nama, yakni Alif, Ha, Jim, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jim akhir. Dalam almanak Aboge, satu tahun terdiri dari 354 hari. Enam bulan terdiri dari 29 hari, separuhnya lagi terdiri dari 30 hari.

Di luar nama hari, kalender Jawa juga mengenal hari pasaran berdasarkan perhitungan Jawa, yakni Pon, Wage, Kliwon, Manis (Legi), dan Pahing.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya