Sumur Geothermal PLTP Gunung Slamet Gagal, Ini Kata Pegiat Lingkungan

Ekplorasi PLTP Gunung Slamet menyebabkan tercemarnya sejumlah sungai, terutama di Kecamatan Cilongok, Banyumas

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 04 Agu 2018, 05:00 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2018, 05:00 WIB
Gunung Slamet. ( Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).
Gunung Slamet. ( Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).

Liputan6.com, Banyumas - PT Sejahtera Alam Energi (SAE), pelaksana proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi  atau PLTP Gunung Slamet, Banyumas, Jawa Tengah mendadak menghentikan pengeboran sumur Geothermal pertama di Well pad H.

SAE terpaksa menghentikan pengeboran lantaran tak ditemukan sumber panas bumi. Pengeboran akan kembali dilakukan di Well pad F yang jaraknya sekitar tiga kilometer dari Well pad H.

"Kenapa itu posisi itu dihentikan, pada saat sekarang ini kan, kedalaman sudah 3.400 meter, ya. Nah, itu kita tidak menemukan sumber panas buminya," kata Juru Bicara PT SAE, Riyanto Yusuf, saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 3 Agustus 2018.

Untuk itu, PT SAE mulai menyiapkan jalan ke Well Pad F untuk mobilisasi kendaraan dan alat untuk keperluan pengeboran Geothermal. Well Pad F dinilai lebih potensial mengandung energi Geothermal dibandingkan sumur pertama.

"Kita sedang menyelesaikan infrastruktur jalan ke Wellpad F. Jadi nanti kita akan Concern untuk melakukan pengeboran ke Wellpad F," katanya,

Dia pun menjamin, pembangunan infrastruktur ke Well pad F tak akan berdampak negatif, seperti yang pernah terjadi pada awal eksplorasi PLTP. Sebab, PT SAE telah mengantisipasinya dengan membangun berbagai infastruktur pendukung.

Di antaranya, Sedimen ponds. Selain itu, dibangun pula penyaring di berbagai titik untuk mengurangi dampak yang langsung dirasakan masyarakat akibat aktivitas ekplorasi PLTP Gunung Slamet.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Dampak Awal Ekplorasi PLTP Gunung Slamet

Proyek PLTP Baturraden di Gunung Slamet bikin keruh Sungai Prukut, Cilongok, Banyumas. ( Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).
Proyek PLTP Baturraden di Gunung Slamet bikin keruh Sungai Prukut, Cilongok, Banyumas. ( Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).

"Kita tentu telah mengantisipasinya. Kompensasi kepada masyarakat, sesuai dengan yang telah disepakati," Yusuf menambahkan.

Seperti diketahui, sejak akhir 2016 dan 2017 lalu, aktivitas eksplorasi menyebabkan sejumlah sungai yang biasanya jernih berubah keruh. Pengeprasan bukit dan pembukaan area untuk jalan dan Well pad menyisakan sedimen tanah yang akhirnya hanyut ke mata air dan sungai, terutama di Kecamatan Cilongok dan Karanglewas.

Terkait habisnya masa izin eksplorasi pada 2018 ini, Yusuf mengklaim telah mengantongi perpanjangan izin hingga Juli 2020. Dengan demikian, pelaksana proyek PLTP memiliki waktu untuk ekplorasi dan menemukan sumber panas bumi.

Meski menghentikan pengeboran di Wellpada H, sumur bor ini tak akan ditinggal begitu saja. Sumur akan digunakan sebagai sumur observasi.

Pegiat Komunitas Peduli Slamet atau Kompleet Purwokerto, Dhani Armanto mengatakan, kegagalan sumur Geothermal di Well pad H PLTP Gunung Slamet, persis seperti yang dikhawatirkan para pegiat lingkungan. Kegagalan sumur bor akan menjadi alasan korporasi bertindak sewenang-wenang dengan mengajukan izin perluasan area ekplorasi.

"Gagal di sumur pertama akan pindah ke sumur berikutnya. Dan akan seperti itu, area semakin luas," kata Dhani.

Celakanya, menurut dia, pemerintah pun secara semena-mena selalu memberikan izin, meski dampak awal sudah terjadi. Menurut dia, keruhnya air sungai Prukut dan Logawa bisa menjadi pertama bahwa eksplorasi PLTP telah menganggu ekosistem hutan.

Ancaman Bencana di Lereng Gunung Slamet

Hutan lindung di lereng Gunung Slamet. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Hutan lindung di lereng Gunung Slamet. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Tak hanya itu, banjir bandang yang terjadi serentak di sungai-sungai yang mengalir di Banyumas dan Purwokerto dan berhulu di lereng Gunung Slamet menjadi penanda lainnya. Terakhir, banjir bandang juga terjadi di Bumiayu, Brebes.

“Pemerintah hanya mau merespon jika dampaknya besar. Contoh, lumpur Lapindo. Celakanya, nanti akan disebut sebagai bencana alam,” ucapnya.

Dia memperingatkan, izin perluasan kawasan eksplorasi bakal semakin mengancam ekosistem hutan lindung Gunung Slamet. Dia memperingatkan, dalam jangka setahun hingga tiga atau empat tahun ke depan, ancaman bencana banjir dan longsor akan semakin massif.

Berikutnya, kisaran lima hingga enam tahun ke depan, bencana kekeringan juga bakal mengancam warga yang tinggal di lereng selatan Gunung Slamet. Pasalnya, eksplorasi merusak sistem hidrologi hutan yang terbentuk selama ribuan tahun ini.

“Pesan kami kepada masyarakat, mempersiapkan diri untuk hal-hal yang mungkin terjadi,” kata Dhani.

Eksplorasi proyek PLTP Gunung Slamet memicu kontroversi di Banyumas. Pasalnya, ekplorasi menyebabkan tercemarnya sejumlah sungai, terutama di Kecamatan Cilongok, Banyumas, akibat hanyutnya sedimen sisa pembukaan lahan dan pengeprasan bukit.

Sungai menjadi keruh. Pembudidaya ikan, peternak dan pelaku industri kecil mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah.

“Mereka juga harus menyelesaikan kompensasi kepada masyarakat,” dia menambahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya