17,6 Miliar Ton Plastik di Buang ke Laut Tiap Tahun

Sampah plastik menjadi ancaman serius yang dihadapi laut.

oleh Dewi Divianta diperbarui 30 Okt 2018, 09:00 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2018, 09:00 WIB
oceana
Chief Policy Officer Oceana, Jacqueline Savitz (tengah) dan Chief Executive Officer Oceana, Andrew Sharpless (dua dari kiri) memaparkan agenda Oceana pada kegiatan Our Ocean Conference 2018 (Dewi Divianta/Liputan6.com)

Liputan6.com, Denpasar - Organisasi konservasi laut global Oceana mendukung sepenuhnya upaya peningkatan transparansi perikanan dunia dan pengurangan produksi plastik pada pertemuan Our Ocean Conference yang dilaksanakan pada 29-30 Oktober 2018 di Nusa Dua, Bali.

Pada keterangan resminya di Nusa Dua, Chief Policy Officer Oceana, Jacqueline Savitz menuturkan, saat ini lautan kita menerima ancaman yang harus kita hadapi, yaitu sampah plastik.

"Setidaknya ada 17,6 miliar ton sampah plastik masuk ke lautan tiap tahunnya," kata Jacqueline, Minggu (28/10/2018). Sampah plastik, ia melanjutkan, tak hanya mengancam secara langsung lautan Indonesia, tapi juga hampir seluruh negara di dunia.

"Banyak perusahaan yang terus-menerus menggunakan kemasan plastik menghancurkan tempat-tempat yang indah seperti Bali. Kita telah membuang satu truk sampah plastik ke lautan setiap menitnya," ujarnya.

Katanya, mendaur ulang dan pengunaan kembali (reuse) sampah plastik bukan merupakan jalan keluar dari masalah ini.

Yang harus dilakukan adalah mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengurangi jumlah plastik yang mereka produksi dan mencari solusi alternatif untuk mengirimkan produk mereka ke tempat yang tak akan mencemari lingkungan, khususnya laut.

Chief Executive Officer Oceana, Andrew Sharpless mengungkap fakta lain dari laut kita. Ia mengatakan, sekitar sepertiga dari stok ikan dunia telah ditangkap secara berlebihan. "Bajak laut modern’ terus menjarah lautan kita, mengancam negara-negara yang bergantung pada makanan laut sebagai sumber utama protein mereka," kata Andrew di tempat sama.

Metode penangkapan ikan yang merusak seperti pukat harimau (bottom trawling) terus merusak karang-karang yang sudah berumur lama dan spesies di bawahnya. "Nelayan terus membuang makanan laut dan satwa liar yang secara tidak sengaja ditangkap digunakan sebagai umpan," papar dia.

Kehidupan laut yang penting seperti hiu terus-menerus menurun jumlahnya akibat dari penangkapan yang berlebihan. Yang mengerikan adalah praktik pemotongan sirip ikan hiu yang brutal dan membuang tubuhnya begitu saja di lautan.

 

Sejak Tahun 2014 Sumbang $18 milliar

oceana
Chief Policy Officer Oceana, Jacqueline Savitz (paling kiri) dan Chief Executive Officer Oceana, Andrew Sharpless (dua dari kiri) memaparkan agenda Oceana pada kegiatan Our Ocean Conference 2018 (Dewi Divianta/Liputan6.com)

"Kampanye Oceana untuk meningkatkan transparansi dalam hal pengelolaan manajemen perikanan dan menggunakan pendekatan antar-negara untuk memenangkan dan mendapat kebijakan yang dapat memulihkan dan meningkatkan kelimpahan laut," tutur dia.

"Indonesia telah menerapkan contoh yang penting dengan membuat data palacakan kapal (vessel tracking data) agar dapat terbuka di ranah publik dan sekarang Peru telah mengikutinya. Pergerakan global transparansi dimulai dari sini, di Indonesia," tambah Andrew. 

Our Ocean Conference menghadirkan pemimpin dari seluruh dunia untuk membuat komitmen nyata dan yang dapat diterapkan untuk menjaga dan menyelamatkan lautan.

Sejak 2014, konferensi Our Ocean telah menghasilkan dana sebanyak $18 milliar untuk konservasi dan telah melindungi lebih dari 12 juta kilometer persegi lautan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya