Liputan6.com, Yogyakarta - Daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) mencatat ada lebih dari 487 jenis pohon di Indonesia yang terancam punah. Di luar daftar itu, ditengarai masih banyak jenis lain yang juga terancam.
Peneliti di dunia memperingatkan saat ini Bumi sedang memasuki era kepunahan massal keenam, di mana sebagian besar spesies kehidupan liar berada dalam krisis menghadapi kepunahan, tidak terkecuali spesies pohon.
Perhatian dan kepedulian terhadap konservasi pohon langka dan terancam masih terbilang jarang. Data dan informasi populasi jenis-jenis pohon hutan sulit diperoleh, sehingga laju penurunan populasi tidak dapat terekam dengan baik. Aspek biologi pohon, seperti reproduksi, fenologi, dan genetika yang cukup kompleks juga belum banyak dipahami.
Advertisement
Baca Juga
Melihat permasalahan tersebut, beberapa pakar, peneliti, praktisi, hingga pemerhati konservasi pohon langka dan terancam punah di Indonesia membentuk sebuah jejaring yang dinamakan sebagai Forum Pohon Langka Indonesia (FPLI). Forum ini mendapat dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Forum ini telah mengusulkan perhatian terhadap 12 jenis pohon langka di Indonesia. Sebagian besar memiliki status konservasi baik global maupun nasional. Satu jenis dianggap punah (extinct) sejak tahun 1998, tiga jenis lainnya kritis (critically endangered), satu jenis termasuk genting (endangered), dua jenis termasuk rentan (vulnerable), dan lima jenis lainnya belum dilakukan penilaian.
Kedua belas jenis tersebut, yaitu pelahlar (Dipterocarpus littoralis), lagan bras (Dipterocarpus cinereus), resak banten (Vatica bantamensis), resak brebes atau pelahlar laki (Vatica javanica ssp.javanica), damar mata kucing atau pelahlar lengo (Shorea javanica), kapur (Dryobalanops aromatica), ulin atau belian (Eusideroxylon zwageri), durian daun atau kerantongan (Durio oxleyanus), tengkawang pinang (Shorea pinanga), Durian burung atau tabelak (Durio graveolens), saninten atau berangan (Castanopsis argentea), dan mersawa atau ki tenjo (Anisoptera costata).
Upaya lain, yaitu mendorong generasi muda untuk melakukan penelitian dan berkarya melalui tulisan. Dalam rangkaian Hari Pohon Sedunia 2018, FPLI bekerja sama dengan Tambora Muda melakukan kegiatan lomba menulis karya populer. Sebanyak 170 karya tulisan mengenai pohon langka, terancam dan endemik telah ditulis oleh pelajar dan masyarakat umum dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Papua. Dengan karya terbaik anak bangsa dapat menjadi salah satu referensi agar semakin peduli akan keberadaan pohon di Indonesia.
Nama pemenang perlombaan ini adalah Panji Gusti Akbar (Durian Burung: Pesta Kuliner Penghuni Hutan Sumatera), M Mario Hikmat Anshari (Melestarikan Eboni Hitam Lewat Lubang Jarum), Abdullah Faqih (Memori Pohon Cendana dan Peradaban Masa Silam), Vidia Ayuningtyas (Penghuni Terakhir Nusakambangan), Ichvan Sofyan (Memoar di Repong Damar: Harmoni Aspek Ekologi, Ekonomi, dan Budaya), Annisa Rahmadhani, Arum Eka Arta Mezia, Ria Resti Ayu (Durio kurtejensis: Durian Unik dari Tanah Borneo yang Rawan Punah).
"Kalau sebuah pohon sudah punah, berapa pun uang yang dikeluarkan tidak akan bisa mengembalikan," kata Ketua FPLI Tukirin Partomiharjo, di sela-sela pengumuman pemenang lomba penulisan, di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, Sabtu, 24 November 2018.
Tak hanya berhenti pada konservasi pohon langka, Tukirin juga menandaskan perlunya kesadaran menjaga pohon-pohon lain. "Apa yang terjadi jika Bumi tanpa pohon," katanya, melontarkan pertanyaan retoris.
Saksikan video pilihan berikut ini: