Mereguk Pagi di Desa Tegur Wangi, Menepi Sejenak dari Hiruk Pikuk Pilpres

Di Desa Tegur Wangi, di antara petakan sawah dan udara sejuk, ada banyak bebatuan cadas peninggalan zaman pra-sejarah yang berserakan

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 20 Apr 2019, 06:00 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2019, 06:00 WIB
Desa Tegur Wangi
Foto: Ahmad Ibo/ Liputan6.com.

Liputan6.com, Pagaralam - Di Desa Tegur Wangi, di antara petakan sawah dan udara sejuk, banyak bebatuan cadas peninggalan zaman pra-sejarah yang berserakan.

Jauh sebelum lahirnya kerajaan Sriwijaya, diyakini di kawasan dataran tinggi bumi Besemah, yaitu Pagaralam dan Lahat, sudah ada kelompok-kelompok masyarakat zaman batu. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya penemuan bebatuan berupa dolmen, kubur batu, menhir, hingga arca.

Catatan Van der Hoop, seorang peneliti berkebangsaan Belanda, di Pagaralam ditemukan setidaknya 22 area yang diyakini merupakan lingkungan situs megalithik dari zaman pra-sejarah.

Dari berbagai area tersebut ditemukan artefak-artefak, namun sebagian besar kondisi artefak sudah banyak yang rusak, dan sebagian lagi masih terkubur dan belum terindentifikasi.

Arca megalithik dari situs-situs yang ditemukan di Pagaralam sendiri dibedakan menjadi dua jenis. Jenis pertama menggambarkan satu wujud rupa atau sosok tunggal, yaitu berupa manusia atau hewan.

Sedang kategori kedua menggambarkan lebih dari satu rupa atau sosok jamak, menggambarkan sosok manusia dengan manusia atau manusia dengan hewan.

Batu beghibu merupakan salah satu situs yang ditemukan di Pagaralam, tepatnya di tengah persawahan di Desa Tegur Wangi. Menurut catatan sejarah, situs batu beghibu diyakini sebagai bekas tempat pemukiman penduduk dan tempat pemujaan bagi masyarakat setempat di masa lampau.

Bagi masyarakat setempat saat ini, Desa Tegur Wangi Lama merupakan wilayah yang sejak dulu dianggap suci dan sakral.

Batu Beghibu dan Cerita Sepasang Kekasih

Imajinasi mengenai relationship goals sering dicurahkan melalui media sosial untuk sekadar berbagi.
Ilustrasi hubungan kekasih. (Sumber Pexels/Ibrahim Asad)

Batu megalith yang ditemukan di tengah sawah dahulu digunakan sebagai tempat upacara adat pemakaman tokoh sepuh masyarakat yang meninggal dunia.

Ketika ada sesepuh yang meninggal, masyarakat meletakkan sesaji di depan arca, dolmen, dan menhir. Bagi masyarakat purbakala, kematian seseorang merupakan suatu hal yang dianggap sakral.

Karenanya, tidak mengherankan jika pada upacara kematian, masyarakat dihiasi dengan pakaian dan perhiasan. Hal tersebut dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan kepada jenazah yang akan dimasukkan ke dalam kubur batu.

Menurut catatan yang tertera pada situs, ketika ada kematian orang yang dianggap sesepuh, masyarakat digambarkan mengenakan pakaian adat dan perhiasan yang disebut dengan beghibu.

Beghibu merupakan sebutan untuk perhiasan berupa subang atau anting-anting yang bertahtakan berlian.

Karena mitos itulah situs purbakala tegur wangi oleh masyarakat sekitar disebut dengan situ batu beghibu. Sementara di tempat lain, masih dalam kawasan bumi besemah Pagaralam, tepatnya di Desa Tanjung Ato, terdapat situs megalith lain yang oleh masyarakat disebut dengan situs manusia dililit ular.

Situs berupa arca yang ditemukan di tengah persawahan ini tidak lepas dari cerita legenda yang menceritakan sepasang kekasih memadu kasih tanpa ikatan pernikahan, hingga melakukan perbuatan yang dianggap melanggar adat istiadat. Perbuatan tersebut membuat seekor ular murka dan melilit sepasang kekasih tersebut hingga keduanya tewas.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya