Liputan6.com, Garut - 'Jempolmu harimaumu,' demikian ungkapan tepat yang menggambarkan sosok Asep Sofyan (54), seorang guru PNS di Garut, Jawa Barat. Asep akhirnya harus berurusan dengan hukum, setelah unggahannya yang berisi konten hate speech atau ujaran kebencian dan hasutan ajakan teror massal 22 Mei, terungkap polisi.
Menggandeng jajaran satuan Reskrim Polres Garut, Polisi Daerah Jawa Barat, terpaksa mengamankan Asep Sofyan (54), seorang guru PNS yang sengaja menyebarkan konten hate speech atau ujaran kebencian dan hasutan, yang berpotensi membuat gaduh suasana.
Pria asal Kampung Pasar Kolot, Desa Cibatu, Kecamatan Cibatu, Garut tersebut, diketahui menyebarkan unggahan lewat Whatsapp (WA) kepada beberapa grup WA pendukung capres Prabowo Subianto, termasuk nomor pribadi.
Advertisement
Juru Bicara Polda Jabar Komisaris Besar Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, penangkapan tersangka merupakan bentuk preventif penegakan hukum, untuk memberikan efek jera, agar kejadian serupa tidak terulang.
"Dengan sangat menyesal akhirnya penegakan hukum ini kami terpaksa tempuh," ujarnya di Mapolres Garut, Selasa (21/5/2019).
Penangkapan Asep merupakan pengembangan dari laporan masyarakat tentangan beredarnya informasi bohong alias hoaks yang berisi ujaran kebencian terkasi aksi massa 22 Mei yang berpotensi menimbulkan kehebohan di masyarakat. "Modusnya melalui kata-kata di pesan singkat Whatsapp," kata dia.
Â
"Dari postingan tersebut tersangka menyebarkannya ke beberapa media Whatsapp dengan menggunakan HP miliknya," ujar dia.
Dengan mengantongi data itu, akhirnya pada 16 Mei lalu, jajaran reskrim Polres Garut langsung bergerak melakukan penyelidikan hingga akhirnya kesimpulan mengarah ke tersangka. "Tersangka terpaksa kami tahan untuk kepentingan penyidikan," kata dia.
Â
Â
Pengakuan Pelaku
Sementara itu di hadapan wartawan, pelaku mengaku khilaf telah menyebarkan berita hoaks ujaran kebencian dan ajakan makar tersebut.
"Sebenarnya saat itu belum membacanya, langsung saja dishare (dikirim)," ujarnya.
Saat itu, Kamis pukul 17.53 petang, ia mengaku mendapatkan kiriman pesan berantai melalui postingan grup Whatsapp (WA) bernama 'Prabowo-Sandi' di handphone miliknya. "Atas namanya saya sudah lupa," kata dia.
Tanpa berpikir panjang, ia yang mengaku sebagai simpatisan Prabowo - Sandi tersebut, kembali menyebarkan kiriman itu ke beberapa grup WA seperti SEDULUR BANTEN, SGT MEDIA ISLAM, PAI, dan INDONESIA FOR PALESTIN. "Termasuk juga ke beberapa nomor pribadi para saksi," kata dia.
Namun sayang, saat menyebarkan pesan tersebut ujar dia, HP miliknya mengalami kendala teknis, hingga akhirnya mematikannya. "Pas handphone hidup lagi sudah banyak balasan," kata dia.
Ia mengaku tidak mengetahui jika unggahannya yang dianggapnya hanya iseng itu bakal berdampak luas bagi masyarakat. "Mohon maaf saya khilaf," ujarnya.
Â
Advertisement
Permintaan Maaf
Kadung sudah menyebar luas dan menjadi konsumsi publik, akhirnya ia menyampaikan permohonan maaf. "Saya Asep Sofyan meminta maaf atas share postingan saya yang telah meresahkan masyarakat, itu meruakan kehendak saya sendiri," kata dia.
Asep mengakui unggahan itu tidak memiliki dasar pembenaran dan tidak bisa dipertanggung jawabkan, namun kadung informasi sudah menyebar. "Iya saya akui itu tidak patut, sekali lagi saya mohon maaf sebesarnya atas kekhilafan ini," ujar dia sambil tertunduk malu.
Sebagai simpatisan Capres Prabowo-Sandi, ia mengaku ikut terbawa situasi dan kondisi, sehingga tanpa disadari ikut menyebarkan informasi yang belum diketahui kebenarannya itu.
Atas kelakuannya, Asep dijerat dengan pasal berlapis, pertama pasal 7 UU RI No. 15 Tahun 2003 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi UU.
Kemudian pasal 6 UU RI No.5 tahun 2018 tentang perubahan atas UU No 15 tahun 2003 pasal 45A ayat 2, UU RI No.19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
Serta pasal 15 UU RI No 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. "Tersangkan diancam hukuman penjara minimal 5 tahun, maksimal 25 tahun," ujar Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna.Â
Â
Simak juga video pilihan berikut ini: