Perjalanan Karat dan Daun Jadi Motif Kain Cantik

Lewat metode batik ecoprint, pola di kain semakin kaya dan beragam tanpa merusak alam sekitar.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 15 Jun 2019, 07:00 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2019, 07:00 WIB
Prajan Eco
Prajan Eco di Yogyakarta memproduksi kain dan kerajinan kulit dari bahan alami dan ramah lingkungan (Liputan6.com /Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Yogyakarta - Karat dan daun bisa jadi motif kain yang cantik. Lewat metode batik ecoprint, pola di kain semakin kaya dan beragam tanpa merusak alam sekitar.

Betik ecoprint memang sedang jadi tren. Pola yang diterapkan pada kain atau bahan menggunakan bahan alami, termasuk bahan-bahan yang dianggap sudah tidak berguna lagi.

Prajan Eco di Yogyakarta, misalnya, memproduksi produk-produk ecoprint sejak satu tahun lalu. Tidak hanya di kain, Prajan Eco juga menerapkan metode ini di bahan kerajinan kulit.

"Ecoprint dibilang ramah lingkungan karena bahan-bahan yang digunakan menghasilkan limbah yang bisa diurai di alam," ujar Matius Indarto, pemilik Prajan Eco, Rabu, 12 Juni 2019.

Selain itu, pola yang diterapkan di setiap kain juga tidak bisa sama persis. Hal ini membuat produk batik ecoprint menjadi eksklusif karena tidak bisa diproduksi massal.

Proses pembuatan kain ecoprint pun tidak bisa instan. Butuh waktu sekitar dua minggu untuk menghasilkan kain bermotif yang diinginkan.

Mekanismenya berlapis. Wajar saja jika selembar kain ecoprint senilai dengan batik tulis. Ia membanderol produknya mulai dari Rp300.000 untuk syal tenun atbm, Rp500.000 untuk ready to wear atau pakaian, dan Rp450.000 untuk produk kulit.

"Menerapkan pola batik ecoprint juga tidak bisa sembarangan, supaya setiap kain yang dihasilkan itu seperti memiliki nyawa, ada jiwanya," kata Tius, sapaan akrabnya.

Mempersiapkan Kain

Prajan Eco
Prajan Eco di Yogyakarta memproduksi kain dan kerajinan kulit dari bahan alami dan ramah lingkungan (Liputan6.com /Switzy Sabandar)

Tius menceritakan cara membuat kain ecoprint. Ia membagi teknis pembuatan ke dalam dua tahap, yakni mempersiapkan kain dan penerapan motif.

Tius memakai bahan katun, satin, dan sutera untuk produk ecoprint Prajan Eco. Pemilihan bahan itu juga tidak bisa dilepaskan dari material itu berasal dari serat alam.

Kain polos yang diperolehnya tidak langsung diberi motif, melainkan harus melewati proses scouring dan mordanting.

Scouring berarti meredam kain polos dengan deterjen selama semalam. Tujuannya, untuk membersihkan residu supaya penyerapan warna pada proses ecoprint berjalan baik.

Setelah itu, kain dibilas dan dijemur sampai kering. Untuk mengoptimalkan daya serap kain terhadap warna, mordanting diperlukan.

Lewat proses ini, kain yang sudah melalui scouring, direndam dengan larutan tawas selama tiga hari, lalu dibilas dan dijemur sampai kering.

Prajan Eco
Prajan Eco di Yogyakarta memproduksi kain dan kerajinan kulit dari bahan alami dan ramah lingkungan (Liputan6.com /Switzy Sabandar)

Dua Cara Ecoprint

Prajan Eco
Prajan Eco di Yogyakarta memproduksi kain dan kerajinan kulit dari bahan alami dan ramah lingkungan (Liputan6.com /Switzy Sabandar)

Tius mengungkapkan pada dasarnya semua daun bisa digunakan untuk membuat motif ecoprint. Selama ini ia sudah memakai daun mindi, ketepeng, Ketapang, eucalyptus, daun jati, daun lanang, daun pakis, dan daun morenggo.

Prajan Eco menerapkan dua cara dalam membuat ecoprint, yakni pounding atau pukul dan steaming atau kukus. Pounding berarti daun dipukul-pukul di atas kain sampai warna tercetak dan menempel.

Sementara, steaming berarti daun ditata sedemikian rupa di atas kain, lalu dikukus selama tiga jam. Setelah itu kain dibuka, dijemur, dan dibersihkan dari daun yang menempel.

Pounding maupun steaming tidak berhenti sampai di sini. Setelah kain bersih dari daun, kedua cara itu harus melalui tahap penguncian supaya warna terjaga dan tidak luntur. Kemudian, kain dicuci dengan deterjen untuk tes luntur warna. Barulah kain bisa digunakan untuk membuat ready to wear atau dipasarkan.

Penerapan ecoprint dari karat memakai cara steaming. Ia memiliki material yang dibuat sendiri untuk menghasilkan karat. Namun, butuh waktu lebih lama untuk pengkaratan karena besi memerlukan waktu untuk oksidasi.

"Butuh waktu sekitar tiga hari supaya karat keluar dan menempel di kain," kata Tius.

Ia menuturkan setelah pengkaratan melalui proses penguncian dan tes luntur, dikombinasikan dengan proses ecoprint menggunakan daun.

"Jadi untuk motif karat ini prosesnya dua kali jika dibandingkan dengan menggunakan daun karena Prajan Eco menerapkan kombinasi," tuturnya.

Untuk produk kerajinan kulit, seperti dompet atau tas, ia memakai cara steaming. Lama waktu mengukus kulit adalah dua jam.

Prajan Eco
Prajan Eco di Yogyakarta memproduksi kain dan kerajinan kulit dari bahan alami dan ramah lingkungan (Liputan6.com /Switzy Sabandar)

Cara Merawat Kain Batik Ecoprint

Prajan Eco
Prajan Eco di Yogyakarta memproduksi kain dan kerajinan kulit dari bahan alami dan ramah lingkungan (Liputan6.com /Switzy Sabandar)

Kain batik ecoprint juga membutuhkan perhatian dalam perawatan. Mirip dengan batik tulis, kain ecoprint tidak bisa diperlakukan sembarangan.

Tius menyebutkan sejumlah langkah untuk merawat kain atau pakaian dari material ecoprint. "Perawatan bisa dengan mild deterjen atau lerak seperti perawatan batik tulis," ucapnya.

Material ini harus dicuci secara manual dan menghindari mencuci berlebihan. Jemur dengan bagian dalam di luar dan diletakkan di tempat teduh atay tidak langsung terpapar sinar matahari.

Untuk menyeterika kain harus dilakukan dengan suhu rendah atau sedang. "Apabila kain tidak digunakan untuk pemakaian sehari-hari, sebulan sekali harus dikeluarkan dari lemari dan diangin-anginkan," ujar Tius. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya