Di Depan Komisioner KPK, Gubernur Kekeh Sebut Banjir Konawe karena Kehendak Tuhan

Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi dan KPK RI berbeda pendapat soal penyebab bencana banjir Konawe Utara pada awal Juni 2019.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 30 Jun 2019, 16:00 WIB
Diterbitkan 30 Jun 2019, 16:00 WIB
Gubernur Sultra, Ali Mazi bersama Komisioner KPK Ri La Ode Muhammad Syarif di Kendari.(Liputan6.com/Ahmad Akar Fua)
Gubernur Sultra, Ali Mazi bersama Komisioner KPK Ri La Ode Muhammad Syarif di Kendari.(Liputan6.com/Ahmad Akar Fua)

Liputan6.com, Kendari - Bencana banjir Konawe Utara menyebabkan kerugian luar biasa pada awal Juni 2019. Kerugian material ditaksir mencapai sekitar Rp474 miliar, 9 ribu lebih warga mengungsi.

Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) memiliki pandangan berbeda soal penyebab banjir Konawe Utara. Gubernur, tak menyebut tambang sebagai penyebab banjir yang merendam ribuan rumah dan menghanyutkan ratusan lainnya.

Penyebab banjir yang disebut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara, Saharuddin dan Komisioner KPK RI La Ode Muhammad Syarif, hampir senada. Tambang dan perkebunan sawit memberikan kontribusi besar terhadap banjir bandang.

Ketua Walhi Sultra, Saharuddin mengatakan, banjir bandang yang merendam 7 kecamatan di Konawe Utara disebabkan perambahan masif kawasan hutan sejak 2001 di wilayah Sultra. Berlanjut pada 2007 hingga 2017, izin perusahaan tambang banyak dikeluarkan di sekitar wilayah banjir Konawe Utara.

Data Walhi, khusus Konawe Utara, setiap tahun kehilangan sebanyak 384 hektare hutan atau 8,6 persen dari jumlah total. Setiap tahun, jumlahnya bukannya berkurang malah makin bertambah.

"Kami sudah menyampaikan kondisi ini serta langkah atau solusi yang bisa diambil sejak 2018. Namun, belum ada langkah berarti," ujarnya.

Pendapat Walhi, dibenarkan Kepala BPBD Sulawesi Tenggara, Boy Ikhwansyah. Dia mengatakan, banjir Konawe Utara membawa material lumpur dan akar kayu di hutan. Sehingga, patut diduga ada alih fungsi lahan yang besar di daerah hulu sungai Lasolo.

Komisioner KPK RI La Ode Muhammad Syarif, mengungkapkan banyak perusahaan tambang di Konawe tak sesuai regulasi. Dampak langsung dan tak langsung dari alih fungsi lahan hutan, menurutnya pasti ada.

La Ode Syarif menyatakan, melihat dampak bencana yang besar sekali, pihaknya memastikan ada eksploitasi besar-besaran di daerah hulu. Sebab, tanah longsor, banjir dengan volume yang besar, berbeda dari biasanya.

"Saya pikir sudah ada kasus gubernur Sultra yang terkait kasus tambang, bupati juga, kalau kita lihat kerusakan tidak berhubungan dengan tambang itu pasti salah. Wakil gubernur juga sudah mengatakan kerusakan karena tambang," ujar La Ode Syarif.

Namun, pendapat ketiganya dibantah dengan pernyataan singkat Gubernur Sultra, Ali Mazi. Menurutnya, banjir di Konawe Utara terjadi bukan karena aktivitas pertambangan dan perkebunan.

"Tidak ada itu, itu karena Allah. Biar juga gundul hutan kalau Allah ndak beri. Karena kehendak Allah, kan di balik itu ada berkah," ujarnya.

Dia menambahkan, evaluasi yang bisa dilakukan Pemprov terkait banjir Konawe Utara yakni berdoa kepada Tuhan. Menunggu air banjir surut, kemudian bekerja memperbaiki kerusakan.

Ratusan Alat Berat Disita

Ratusan alat berat disita tim Mabes Polri dan Polda Sultra di Kabupaten Konawe, Jumat (28/6/2019).(Liputan6.com/Ahmad Akar Fua)
Ratusan alat berat disita tim Mabes Polri dan Polda Sultra di Kabupaten Konawe, Jumat (28/6/2019).(Liputan6.com/Ahmad Akar Fua)

Setelah banjir Konawe Utara dan Konawe, tim Bareskrim Mabes Polri bersama Polda Sulawesi Tenggara langsung turun tangan. Polisi mengamankan ratusan alat berat di lahan pertambangan milik PT Virtu Dragon National Industry (VDNI), Jumat (28/6/2019).

Ratusan alat berat ini, disita di Desa Tanggobu, Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe. Pemilik perusahaan, PT Obsidian Stainless Steel (OSS), diduga melakukan penambangan tanpa izin IPPKH dalam lokasi hutan produksi.

"Kami menduga, perusahaan melakukan pengolahan lahan tanpa izin dan masuk kawasan hutan," ujar Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Harry Goldenhart, Sabtu (29/6/2019).

Harry mengungkap, ada 117 alat berat dan kendaraan truk yang disita. Aktivitas perusahaan dihentikan sementara, sambil menunggu hasil penyelidikan.

Dia menambahkan, PT OSS diduga melanggar pasal 89 ayat 2 huruf a dan b, undang-undang nomor 18 tahun 2013 tentang pemberantasan perusakan hutan dan belum memiliki IUP. Juga dikenai undang-undang nomor 4 tahun 2019 tentang pertambangan minerba.

Site manager PT OSS, Rusmin Abdul Gani menyatakan, pihaknya menyatakan dari ratusan alat ini, ada 38 alat milik PT OSS. Dia membenarkan, adanya dugaan penggalian tanah timbunan tanpa izin.

"PT OSS, hanya membeli timbunan dari kontraktor. Namun, yang kami tak tahu jika kontraktor ini bermasalah dengan melibatkan oknum di dalamnya," ujar Rusmin.

Dia mengatakan, kerugian PT OSS cukup besar dengan adanya penyegelan dari Mabes Polri. Rusmin menghitung, dengan berhentinya alat bekerja, setiap hari ada kerugian hingga sekitar Rp200 juta.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan siap menurunkan tim bantuan dari Mabes Polri untuk menyelidiki kerusakan dugaan hutan di wilayah Sultra. Dia menyebut, dengan bencana banjir Konawe Utara yang cukup besar, ada kemungkinan alih fungsi lahan.

"Kami berupaya maksimal, namun masyarakat jangan menduga-duga soal penyebab bencana. Perlu penyelidikan dan penelitian yang bisa melibatkan semua pihak," ujarnya, Sabtu (22/6/2019) di Konawe Utara.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya