Paranoia Kratom, Tanaman Obat yang Diusulkan Sebagai Narkotika

Tanaman obat asal Kalimantan ini dianggap diusulkan masuk narkotika kelas I setelah Presiden AS Donald Trumph menyebut banyak warga AS kecanduan opioid.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Agu 2019, 07:00 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2019, 07:00 WIB
kratom
Kratom (Mitragyna speciosa), hanya karena sedikit penelitian, tanaman kratom dianggap berbahaya dan diusulkan dilarang. (foto: Liputan6.com/FB)

Liputan6.com, Kalimantan - Ekspor besar tanaman Kratom (Mitragyna speciosa) dari Kalimantan terancam. Hasil hutan yang mulai dibudidayakan sebagai obat ajaib untuk mengatasi berbagai hal mulai dari kecanduan opioid hingga gangguan kecemasan. Kini tanaman tersebut oleh BNN diusulkan menjadi narkotika kelas 1.

Masuk sebagai bagian dari keluarga kopi. Daun kratom ini telah dikonsumsi selama berabad-abad di Asia Tenggara dan Papua Nugini. Sekarang tanaman ini dijual dalam bentuk bubuk dan diekspor ke seluruh dunia. Hal ini membuat khawatir beberapa regulator kesehatan yang cemas tentang keamanan konsumsi tanaman tersebut.

Sebenarnya di Indonesia belum ada regulasi jelas mengenai kratom. Bahkan di AS, sang importir utama kratom Kalimantan. Tanaman dalam bentuk daun ini bisa diminum sebagai teh, dikunyah atau dijadikan pil. Dalam dosis rendah kratom dilaporkan punya efek stimulan (digunakan untuk memerangi kelelahan selama jam kerja yang panjang). Jika dosisnya tinggi bisa memiliki efek sedatif.

Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa Kratom menstimulasi bagian reseptor otak sama seperti morfin, meskipun kratom menghasilkan efek yang jauh lebih ringan.

Faisal, salah satu warga mengaku bahwa ia tiap hari minum kratom. Meski demikian ia mengaku tak pernah punya masalah. Konon Kratom memiliki manfaat sesuai jenisnya.

"Ada yang bisa mengobati penyakit nggak bisa tidur. Bahkan mengobati kecanduan narkoba," kata Faisal.

Usulan BNN yang disambut gegap gempita oleh Polri tersebut jelas mengancam kelangsungan hidup petani Kratom. Gusti Prabu, seorang petani kratom mampu mengekspor 10 ton per bulan.

"Nenek moyang kita sejak dulu mengkonsumsi kratom Kalimantan dan baik-baik saja. Bahkan ini dapat membantu menghilangkan kecanduan narkoba dan membantu orang melakukan detoksifikasi," katanya.

Simak video pilihan berikut

 

Tekanan AS?

kratom
Tanaman Kratom (Mitragyna speciosa), banyak tumbuh liar dan mulai dibudidayakan setelah diketahui banyak manfaat untuk pengobatan. (foto: liputan6.com/jawapos.com)

Popularitas tanaman ini menimbulkan kekhawatiran karena obat ini tidak diregulasi dan hanya memiliki sedikit uji klinis untuk menilai keamanan atau efek sampingnya. Dalam situs lab BNN, cara mengkonsumsi daun kratom biasanya dikunyah dalam bentuk segar ataupun dijadikan serbuk untuk diseduh menjadi teh.

Amerika Serikat adalah negara yang menjadi importir utama kratom. Otoritas di sana telah mengaitkan konsumsi kratom dan produk turunannya dengan puluhan kematian. Hal ini memperburuk epidemi opioid mematikan yang mencengkeram negara itu.

Bagi para petani di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, tingginya permintaan Kratom dalam pasar dunia menyebabkan mereka hijrah dari produksi komoditas tradisional seperti karet dan minyak kelapa sawit menjadi petani kratom. Mereka mulai menanam pohon kratom dan mengubahnya menjadi tanaman komersial.

Di kantor pos utama di Pontianak, kota yang menjadi pos perdagangan utama kratom di Kalimantan, dapat dilihat bahwa peringatan kesehatan tidak banyak membantu menyurutkan minat konsumen.

"Sekitar 90 persen dari pengiriman kami dari provinsi Kalimantan Barat adalah kratom yang dijual ke Amerika Serikat," kata kepala kantor pos Zaenal Hamid.

Sejak tahun 2016, Kalimantan Barat telah mengekspor hingga sekitar 400 ton/bulan. Pasaran dunia untuk tiap kilogram Kratom berada di angka 30 Dolar AS per kilogram.

Di AS, kratom legal di 43 negara bagian, tetapi FDA (Badan Pengawasan Obat dan Makanan AS) mendorong pembatasan yang lebih besar dan telah memberlakukan peringatan impor, yang berarti pengiriman yang memasuki AS dapat disita.

Dalam sebuah pernyataan, organisasi itu memperingatkan konsumen untuk tidak menggunakan kratom dan mengatakan mereka "khawatir bahwa kratom memiliki zat yang membuat pengguna berisiko terhadap kecanduan, penyalahgunaan dan ketergantungan."

Sementara itu, di Austria konsumsi kratom 100 persen legal. Para ilmuwan mengatakan bahwa meski kratom mungkin memiliki atribut positif, sangat sedikit penelitian yang dilakukan terhadap obat tersebut.

Namun sedikit penelitian, bukan berarti boleh langsung menganggapnya berbahaya bukan?

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya