Membedah Kabut Asap, Kisah Pilu Warga Pontianak

Lahan gambut adalah bank air yang ditutup lapisan bagus. Menjadi aneh ketika kebakaran terjadi tiap tahun.

oleh Aceng Mukaram diperbarui 12 Agu 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2019, 17:00 WIB
kabut asap pontianak
Gelap kabut asap menyelimuti kota Pontianak. (foto: Liputan6.com/aceng mukaram)

Liputan6.com, Pontianak - Seorang perempuan tampak bingung. Sesekali duduk kemudian berdiri lagi di pinggiran sungai Kapuas Pontianak, Kalimantan Barat. Ia berada di tengah kepungan kabut asap.

Sagitania masih berusia 19 tahun. Saat itu usai salat Idul Adha di Tugu Khatulistiwa, Kecamatan Pontianak Utara. Ia galau karena sudah dua pekan berkutat dengan kabut asap pekat. Sagitania dan keluarganya terkena ISPA, infeksi saluran pernafasan atas.

"Adik saya masih 6 tahun sakit tenggorokan, demam tinggi, bolak balik ke puskesmas,” katanya.

Kondisi diperburuk pasokan air bersih dari PDAM di rumahnya tiba-tiba berubah asin. Sagitania bercerita ingin keluarganya sehat. Segala upaya telah dilakukan. Mulai mengenakan masker ketika keluar rumah hingga saran-saran lain dari lembaga kesehatan.

Pekatnya kabut asap melumpuhkan kegiatannya mencari nafkah.

"Ibu saya akhirnya ngutang untuk biaya berobat," katanya.

Ia tak bercerita tentang fasilitas BPJS dan juga fasilitas pembiayaan kesehatan lain yang diselenggarakan negara. Sagitania tak sendiri. Ada juga kisah Marsiti.

Perempuan 45 tahun ini mengeluh, karena pengeluaran saat kabut asap pekat jadi membengkak. Dia harus membeli air galon seharga Rp10 ribu/galon. Apalagi stok air hujan di bak penampungan sudah habis.

Hutang menjadi solusi. Lagi-lagi kisah tentang kesehatan yang memburuk dan tak memanfaatkan fasilitas beaya kesehatan yang diprogramkan negara.

"Empat anak saya sakit. Dampak pekat kabut asap. Dia gak sekolah hari ini," katanya.

Simak video pilihan berikut:

 

Semua Bergerak Menyingkap Keanehan

kabut asap pontianak
Pemandangan di pelabuhan nyaris sewarna. Semuanya kelabu akibat tertutuo kabut asap. (foto: Liputan6.com/aceng mukaram)

Kondisi Pontianak yang kabut asapnya makin parah memancing aktivis lingkungan angkat bicara. Syamhudi, ketua Kreasi Sungai Putat (KSP) menilai kabut asap pekat menjadi indikator rusaknya ekologi yang mengancam sumber daya alam.

"Area yang memiliki lahan gambut 60 persen, tak perlu terjadi jika parit berfungsi normal," katanya.

Syamhudi mempertanyakan jumlah sekat kanal parit gambut. Lahan gambut sesungguhnya adalah bank air dengan tutupan lahan yang baik kondisinya.

Sementara itu, data di Polda Kalimantan Barat menunjukkan kasus yang karhutla sampai Agustus 2019 sudah menangani 11 kasus. Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Donny Charles Go, mengklaim Polda Kalbar tidak berkompromi dengan kasus Karhutla.

"Tiap lahan dan hutan yang terbakar langsung menjadi TKP untuk masuk dalam tahap penyelidikan untuk mencari para pelakunya," kata Donny.

Polda Kalbar juga memburu pelaku baik perorangan maupun korporasi. Dalam 2 hari ada peningkatan pengungkapan kasus Karhutla. Sekarang ada 11 kasus yang diproses. Semua lahan yang terbakar pasti dilakukan olah TKP dan penyelidikan.

"TKP lahan ini tidak dapat disembunyikan. Petugas pasti menelusuri siapa pemilik lahan dan semua yang terkait," kata Donny. Sejauh ini ada 6 kasus baru hanya dalam dua hari. Masing-masing ditangani Direktorat Reskrimsus, Polres Mempawah, Polres Bengkayang, Polres Sambas, Polres Sintang dan Polresta Pontianak, masing masing 1 kasus.

"Kita sudah lakukan berbagai upaya dari Satgas Gabungan TNI, Polri dan BPBD di mana satgas ini fokus terhadap 100 desa yang sudah dipetakan rawan Karhutla," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya