Liputan6.com, Kupang - Izaak Huru Doko lahir di Seba, Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur pada 20 November 1913. Hidup di kota terpencil yang belum tersentuh sarana pendidikan yang layak membuat dia harus meninggalkan kampung halaman ke pulau Timor untuk menuntut ilmu.
Ia kemudian mendapat beasiswa masuk MULO di Ambon. Cak, begitu ia biasa dipanggil, juga dengan bekal beasiswa memilih menuntut ilmu di kota Bandung, Jawa Barat di HIK (Hollandsche Inlandsche Kweekschool) atau Sekolah Guru.
Selain belajar, dia aktif berorganisasi. Bersama Herman Johannes, mahasiswa Technische Hogeschool (sekarang ITB), ia memimpin perkumpulan Pemuda Timor (Timorsche Jongeren) yang memiliki cabang-cabang di kota-kota besar di seluruh Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Bahkan jabatan Ketua Partai Politik Perserikatan Kebangsaan Timor di Kupang juga pernah dipercayakan padanya. Partai yang berasaskan nasionalisme/kebangsaan itu mempunyai tujuan mencapai Indonesia merdeka.
Saat Jepang menduduki Tanah Air, ia diangkat menjadi Kepala Bunkyo Kakari (Pengajaran/Penerangan) di Kupang terhitung sejak 1 Maret 1942 hingga 1945. Meskipun bekerja pada penjajah, ia tetap memelihara cita-cita kemerdekaan Indonesia melalui surat kabar asuhannya, Timor Syuho.
Ketika rezim pemerintahan Jepang di Indonesia tumbang dan kemerdekaan berhasil diproklamasikan, pemerintahan NICA beserta kaki tangannya terus melancarkan tekanan politik.
Untuk mengatasi hal itu, ia bersama Tom Pello memimpin para pejuang. Sikap pantang menyerahnya memperjuangkan cita-cita kemerdekaan bagi Indonesia diwujudkan di tahun 1946 saat ia menjadi penasihat (adviseur) utusan Timor ke Konferensi Malino.
Dalam konferensi itu pula, Partai Demokrasi Indonesia Timor (PDI Timor) memberinya mandat memperjuangkan zelfbeschikking srecht (hak menentukan nasibnya sendiri) bagi bangsa Indonesia dan mempertahankan Negara Kesatuan RI serta menghapuskan Korte Verklaring (Plakat Pendek, otonomi) dari daerah-daerah Swapraja.
Karena kegigihan dan keteguhan dalam memperjuangkan aspirasi untuk merdeka dalam negara kesatuan RI, van Mook (Gubernur Jenderal) menamakannya: “ayam jantan dari Timor”.
Kiprah Politik
Ia juga mengisi posisi dalam jajaran pemerintahan sejak Indonesia masih berbentuk federal. Pada November 1947, ia terpilih sebagai salah satu anggota parlemen Negara Indonesia Timur (NIT). Kiprahnya dalam dunia politik saat itu semakin terlihat saat parlemen mengangkatnya sebagai Menteri Muda Penerangan dari 15 Desember 1947 hingga 14 Maret 1950.
Dengan didukung sejumlah fraksi progresif di parlemen, NIT terus melakukan perjuangan dalam BFO (Bijeenkomst Voor Federaal Overleg) untuk meraih kemerdekaan bersama RI. Tak hanya itu, NIT juga membantu perjuangan RI dan mengembalikan Presiden beserta wakilnya dan pemerintah RI ke Yogyakarta. Pemerintah RI pun mengakui secara resmi perjuangan NIT.
Izaak seringkali bertindak sebagai Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet NIT ke-4 dalam lingkungan RIS. Di tengah kesibukannya sebagai pejabat di negara bagian, ia tak melupakan perjuangan saudara sebangsanya di daerah lain.
Bahkan ia masih meluangkan waktunya sebagai pengurus Gabungan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia (GAPKI) di Makassar pimpinan seorang Pahlawan Nasional, Arnold Mononutu.
Tercatat sejumlah jabatan penting pernah diembannya setelah kedaulatan Indonesia diakui. Jabatan itu antara lain, Referendaris pada Kantor Inspeksi Pengajaran Provinsi Sunda Kecil di Singaraja sejak 10 Mei 1950 sampai dengan 25 Oktober 1950, Inspektur SR (Sekolah Rakyat) Provinsi Sunda Kecil, Kepala Inspeksi SR Provinsi Sunda Kecil, Kepala Dinas PP dan K Provinsi Sunda Kecil, dan yang terakhir Koordinator Inspeksi Pengajaran Provinsi Sunda Kecil (25 Oktober 1958-1 September 1958).
Pada tahun 1956, di sela-sela kegiatannya, pemerintah RI mengirim Izaak ke Australia dalam rangka Colombo Plan untuk mempelajari sistem One Teacher School dan Area School selama 8 bulan.
Advertisement
Pahlawan Pendidikan
Keputusannya untuk mengabdikan diri pada dunia pendidikan membuat Izaak mengundurkan diri ketika namanya diusulkan Partindo untuk menjadi calon anggota Konstituante. Dengan alasan yang sama pula, ia menolak desakan beberapa partai politik seperti Parkindo, PNI, dan lain-lan yang mencalonkannya sebagai gubernur pertama NTT.
Meski demikian, ia masih menjalankan perannya sebagai anggota Perutusan Sunda Kecil pada Musyawarah Nasional tahun 1957 dengan agenda mempersatukan kembali Dwitunggal Proklamator RI, Soekarno-Hatta.
Terhitung sejak 1 September 1959 hingga 1 Februari 1971, ia dipindahkan ke Kupang untuk menjabat sebagai Kepala Perwakilan Departemen P & K Provinsi NTT, dengan pangkat terakhir Pegawai Utama, golongan IV/D. Izaak menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 67 tahun, tepatnya 29 Juli 1985 di Kupang.
Menurut hasil kajian Dinas Sosial NTT, Izaak Huru Doko terlibat dalam enam kegiatan/aktivitas yang mengarah kepada perjuangan kemerdekaan RI sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945.
Setelah proklamasi, ia menggeluti 23 jenis kegiatan yang berbasis mempertahankan kemerdekaan RI sehingga jasa-jasanya dianggap luar biasa bagi bangsa dan negara.
Itulah sebabnya, Izaak Huru Doko dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana berdasarkan SK Presiden RI No. 085/TK/Tahun 2006, tanggal 3 November 2006. Sedangkan untuk jasanya dalam bidang pendidikan, Pemerintah Indonesia melalui Departemen Sosial menganugerahkannya Bintang Sosial dengan gelar Pahlawan Pendidikan.
Saksikan video pilihan berikut ini: