Purworejo - Kemarau panjang dan kekeringan yang melanda banyak daerah di Indonesia membuat warga perlu biaya ekstra untuk mendapatkan air bersih. Hal itu yang kemudian membuat Ratno (40), warga Kecamatan Bener, Sleman yang juga mantan sopir mengembangkan alat untuk mengatasi distribusi air.
"Empat tahun lalu saya jadi relawan air bersih bergabung dengan beberapa teman, tugasnya mengawal distribusi bersih di desa-desa dan memperbaiki apabila ada sarana yang rusak," tuturnya seperti dikutip laman KRJogja, Senin (19/8/2019).
Ratno merasa prihatin dengan persoalan yang dialami warga dan memutuskan membuat inovasi untuk mengatasi kesulitan itu. Mereka melirik pemanfaatan pompa ejlek atau pompa tipe hidram yang telah lama dimanfaatkan sebagian warga Kecamatan Bener.
Advertisement
Pompa bekerja dengan sistem tekanan untuk mendorong air ke tempat yang dituju. Bahkan air bisa diangkat hingga ketinggian ratusan meter dari sumber air. Namun pompa itu dimodifikasi. Ratno menyadari penggunaan pompa hidran yang asal-asalan justru membuang air dalam jumlah cukup banyak. Bahkan pemerintah melarang penggunaan pompa itu, terutama apabila memanfaatkan aliran irigasi.
"Debitnya bisa kurang, karena ada sebagian yang terbuang. Jika dilakukan tentu bisa mengganggu para petani pengguna air," ungkapnya.
Berjalannya waktu, akhirnya Ratno melakukan upaya modifikasi itu sendirian. Ia mencoba merekayasa pompa hidram tanpa dengan meminimalkan volume air yang terbuang.
Ratno membuat terobosan itu di bengkel bekas garasi samping rumah. "Saya coba secara otodidak dan berhasil, sekarang air terbuang dari pompa ini tidak sampai 30 persen, dan semakin besar diameter pompa, volume hilang semakin kecil," terangnya.
Pompa itu coba diterapkan di desanya. Pembudidaya ikan setempat, Samino menggunakan pompa itu untuk menyedot air sisa pembuangan kolam ikan menuju rumahnya yang berjarak kurang lebih 50 meter. Pemasangan berhasil dan Samino bisa membudidayakan ikan di halaman rumahnya. Keberhasilan itu membuat Ratno semakin percaya diri.
Dia terus menyempurnakan pompa itu dan mulai memasarkannya secara online. Ratno mematok harga mulai Rp 7,5 juta belum berikut ongkos kirim untuk setiap set pompa. "Sejak dulu sampai sekarang sudah buat lebih dari 20 pompa, dimanfaatkan untuk pertanian, perikanan dan air minum. Pesanan dari berbagai daerah di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali dan Papua," ungkapnya.
Akan tetapi, tidak seluruh keuntungan digunakan untuk kepentingan pribadinya. "Saya dulu dimodali teman dan dia tidak mau uangnya dikembalikan, karena itu sebagian hasil penjualan pompa dikumpulkan dan digunakan menyumbang masjid dan fakir miskin," katanya.
Ratno berharap terobosannya dilirik pemerintah, sehingga semakin berkembang dan meluas pemanfaatannya. Meski demikian, dukungan selama ini sudah diberikan pemerintah desa dan kecamatan. "Mereka mengapresiasi upaya saya, bahkan memasukkan produk itu jadi salah satu produk inovasi desa tahun 2018," ucapnya.
Kepala Desa Kaliurip Pardiyantoko mengatakan, inovasi Ratno sangat membantu masyarakat dalam membantu mencukupi kebutuhan air untuk budidaya pertanian. "Sangat bagus, apalagi memanfaatkan pembuangan dari kolam ikan, air yang sebelumnya terbuang, dimanfaatkan untuk perikanan darat di depan rumah warga. Petani pengguna irigasi juga tidak kekurangan air," paparnya.
Camat Bener Agus Widiyanto juga berharap inovasi itu bisa menumbuhkan peluang kerja di Desa Kaliurip. Ratno, lanjutnya, harus didukung agar usahanya terus berkembang.
Menurutnya, pemerintah desa bisa mendukung melalui BUMDES. "BUMDES dapat bermitra dengan Ratno. Bengkel berkembang dan menyerap tenaga kerja, lalu BUMDES memasarkan pompa itu," tandasnya.