Liputan6.com, Jambi - Pagi itu patung penari sekapur sirih yang menjadi simbol selamat datang di Kota Jambi berpenampilan berbeda dari biasanya. Sebelas patung yang sedang menari di persimpangan tugu Adipura itu, terlihat mengenakan masker saat kabut asap menyelimuti Kota Jambi, Kamis (19/9/2019).
Adalah seorang warga Jambi bernama Tajri Danur yang memasangkan masker putih menutupi mulut dan hidung patung tersebut. Dia melakukan aksi itu sebagai bentuk kekecewaanya kepada pemerintah yang lamban mengatasi persoalan kabut asap.
"Kabut asap bercampur abu semakin pekat dan membahayakan kesehatan masyarakat, dan pemasangan masker di patung ini menjadi simbol bahwa kabut asap tidak bisa disepelekan," kata Tajri Danur usai aksi pemasangan masker patung sekapur sirih itu.
Advertisement
Baca Juga
Seluruh wajah patung penari sekapur sirih yang berkelir emas dipasangi masker. Aksi protes ini dilakukan Tajri Danur seorang diri karena merasa jengah dengan kabut asap yang dibiarkan terus-menerus dan melarut setiap tahun tanpa ada tindakan yang konkret.
"Harusnya pemerintah bisa belajar dari pengalaman tahun 2015 sehingga kejadian seperti ini tidak terulang kembali, kasihan kami masyarakat yang setiap hari harus menghirup udara kotor," katanya.
Hingga siang ini patung sekapur sirih masih mengenakan masker dan kain kafan. Patung ini terlihat jelas menyambut kedatangan orang dari luar saat memasuki Kota Jambi karena posisinya menghadap ke jalan protokol Soekarno Hatta yang mengarah ke Bandara Sultan Thaha Jambi.
Dalam aksinya itu, Memet, sapaan Tajri Danur, juga membubuhkan tulisan menohok di masker yang dikenakan patung, "Biarkan kami yang hidup ini mati, asalkan jangan patung ini yang mati".
"Pemerintah harus konkret memberikan sanksi yang tegas terhadap perusahaan yang lahannya terbakar," ujarnya.
Â
Tiga Hari Beruntun Kualitas Udara Jambi Bahaya
Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sejumlah wilayah di Provinsi Jambi, telah memperburuk kualitas udara. Dalam tiga hari terakhir secara beruntun kualitas udara berada pada level tidak sehat hingga berbahaya.
Bahkan, berdasarkan data realtime per 18 September 2019, pukul 20.30 WIB, kualitas indeks standar pencemaran udara yang diukur melalui alat stasiun ukur milik KLHK Jambi menunjukkan PM 2.5 di atas baku dengan nilai 761 atau kategori berbahaya. Nilai ini menjadi angka tertinggi pencemaran udara di Jambi.
Indeks standar pencemaran udara terpantau melalui aplikasi air visual. Dalam tiga hari beruntun, terutama saat malam hingga pagi hari, kualitas udara di Jambi memasuki kategori berbahaya dengan nilai 559 AQI-US.
Sehubungan dengan kecenderungan kualitas udara kategori tidak sehat hingga berbahaya memburuk itu, membuat Pemerintah Kota Jambi memperlambat jam masuk sekolah dan memulangkan anak sekolah lebih awal.
Pengumuman jadwal masuk jam sekolah di Kota Jambi itu diteruskan Humas Pemkot Jambi, diperlambat menjadi pukul 08.30 WIB dan pulang lebih awal pukul 13.00 WIB. Selain itu, sekolah tidak diperbolehkan melaksanakan pembelajaran di luar ruangan dan siswa juga diminta menggunakan masker.
Sementara itu, KKI Warsi mencatat luas kebakaran di Provinsi Jambi mencapai 18.584 hektare. Dari luasan itu diantaranya kebakaran terjadi di lahan konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 3.499 hektare, perkebunan sawit seluas 4.359 hektare, Hak Penguasaan Hutan (HPH) seluas 1.193 hektare, lahan masyarakat seluas 2.954 hektare serta yang terbesar di wilayah restorasi 6.579 hektare.
Akibat kebakaran hutan dan lahan tersebut, berdampak pada kabut asap pekat yang menyelimuti sebagian besar wilayah Jambi, seperti Kota Jambi, Tanjab Barat, Tanjab Timur, Batanghari, Muaro Bungo dan Kabupaten Tebo.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement