Upacara Irung-irung, Tradisi Warga Desa Cihideung Merawat Sumber Air

Warga Dusun Kancah, Kampung Panyairan, Desa Cihideung, Kabupaten Bandung Barat, mempunyai cara tersendiri untuk merawat lingkungan.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 06 Okt 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2019, 17:00 WIB
Upacara Irung-irung
Warga Dusun Kancah, Kampung Panyairan, Desa Cihideung, Kabupaten Bandung Barat, menggelar upacara adat Irung-irung yang bertujuan melestarikan lingkungan. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Warga Dusun Kancah, Kampung Panyairan, Desa Cihideung, Kabupaten Bandung Barat, mempunyai cara tersendiri merawat lingkungan. Yakni lewat upacara adat Irung-irung, tradisi masyarakat desa untuk menjaga kelestarian mata air dan saluran air.

Sejak pagi sekitar pukul 09.00 WIB, warga Cihideung memadati Padepokan Kalang Kamuning, Minggu (6/10/2019). Dari padepokan, mereka berduyun-duyun berjalan menuju keberadaan sumber air yang disebut warga sebagai Irung-irung.

Kesenian sasapian mengiringi perjalanan warga menuju sumber air. Mereka kemudian melintasi pinggiran lahan pertanian yang kebanyakan telah ditanami sayuran.

Sampailah warga di sebuah kolam. Di area itu, selokan-selokan air yang mengarah menuju sumber air sudah dibersihkan warga sejak jauh hari. Upacara Irung-irung pun dilakukan. Seekor kambing yang dibawa dalam arak-arakan tersebut dipotong.

Setelah upacara, warga beramai-ramai menyebur ke kolam Irung-irung itu. Mereka melakukan kegiatan perang air dengan disertai kesenian sasapian. Kambing yang disembelih itu dibawa ke area dekat panggung kesenian untuk dimasak.

Abah Yanto Susanto (54) selaku pemilik padepokan dan penggagas kegiatan upacara adat Irung-irung menyebutkan, acara ini memang menjadi agenda kebudayaan mereka yang diselenggarakan setiap tahun.

"Tradisi Irung-irung ini bertujuan untuk membersihkan kembali, membuang sifat buruk berkaitan dengan bagaimana memelihara sumber air untuk kehidupan masyarakat sekitar. Air ini kan berkaitan dengan tanaman dan kesuburan yang juga berhubungan dengan meminta keselamatan," kata Abah Yanto.

Dia mengatakan, upacara Irung-Irung yang dilakukan oleh masyarakat Cihideung pada waktu dulu, disebut dengan nama nyalametkeun solokan. Kata nyalametkeun solokan berasal dari bahasa Sunda berarti menyalamatkan selokan. Maksud dari menyelamatkan ini adalah masyarakat ngamumule (memelihara) mata air dan saluran air.

Beberapa hari sebelum melakukan ritual di Irung-irung, semua anggota masyarakat bergotong royong. Mereka melakukan pembersihan di lingkungan desa. Tujuannya agar kondisi lingkungan desa, termasuk juga selokan, dalam kondisi bersih, terbebas dari sampah sehingga ketika upacara berlangsung, desa tampak asri.

Selain itu, selokan yang dipakai sebagai jalur peserta upacara untuk menuju Irung-irung dalam keadaan baik.

"Bakti solokan, yaitu pembersihan rutin terhadap saluran air yang dilakukan petani. Hal ini merupakan wujud konservasi terhadap landscape yang terdapat di desa tersebut," kata Abah Yanto.

Melalui upacara ini, diharapkan dapat mencegah dari kegiatan yang dapat merusak keberadaan air sebagaimana yang kini masyarakat Cihideung khawatirkan terkait dengan aktivitas bangunan di sekitar mata air Irung-irung.

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Upaya Melindungi Sumber Air

Upacara Irung-irung
Warga Dusun Kancah, Kampung Panyairan, Desa Cihideung, Kabupaten Bandung Barat, menggelar upacara adat Irung-irung yang bertujuan melestarikan lingkungan. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Abah Yanto menjelaskan, pada awalnya upacara Irung-irung merupakan suatu tradisi bagi masyarakat Cihideung. Namun pada perkembangannya, tradisi ini tidak pernah lagi dilakukan lagi.

"Sejak 2008 upacara Irung-irung ini dihidupkan kembali setelah hampir 8 tahun lamanya terlupakan," ucapnya.

Menurut Abah Yanto, upacara nyalametkeun solokan dirancang menyesuaikan perkembangan zaman. Di mana mayoritas masyarakat desa Cihideung saat ini, merupakan petani bunga yang membutuhkan kelimpahan air dalam aktivitasnya.

Melalui upacara ini, warga diharapkan untuk peduli lingkungan terutama mata air untuk usaha pertanian bunga yang mereka kelola.

"Upacara ini dilakukan karena memiliki motif terkait dengan permasalahan yang sedang dihadapi sekarang, yaitu perlindungan terhadap sumber air dan keinginan untuk mendapatkan identitas," katanya.

Abah Yanto berharap acara yang didukung Disbudpar Kabupaten Bandung Barat ini mampu menjadi jembatan mengenalkan potensi daerah Cihideung sebagai sentra penghasil bunga.

"Perlu diketahui bahwa kegiatan ini juga diikuti oleh petani tanaman hias, pelaku seni dan pengusaha di kawasan Cihideung. Selama ini masih banyak orang mengatakan bunga dihasilkan di daerah Lembang, padahal sebenarnya petani bunga asalnya dari Cihideung," ujarnya.

Simak video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya