Pegiat Antikorupsi Blak-blakan soal Mutasi Kajati Sulsel

Belum lama memberikan penangguhan penahanan terhadap eks buron dugaan korupsi sewa lahan negara di kawasan Makassar New Port, Kajati Sulsel tiba-tiba dimutasi.

oleh Eka Hakim diperbarui 29 Des 2019, 09:00 WIB
Diterbitkan 29 Des 2019, 09:00 WIB
Kajati Sulsel, Firdaus Dewilmar dimutasi usai beri penangguhan penahanan terhadap eks buron dugaan korupsi sewa lahan negara, Soedirjo Aliman alias Jentang (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Kajati Sulsel, Firdaus Dewilmar dimutasi usai beri penangguhan penahanan terhadap eks buron dugaan korupsi sewa lahan negara, Soedirjo Aliman alias Jentang (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kajati Sulsel), Firdaus Dewilmar tiba-tiba terjaring mutasi jelang perayaan pergantian tahun 2019.

Ia dimutasi sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Fungsional pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor: KEP-380/A/JA/12/2019 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Jabatan Struktural di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.

Sejumlah pegiat anti korupsi pun mengaitkan mutasi mendadak yang menimpa Kajati Sulsel, Firdaus merupakan imbas kinerjanya yang dinilai buruk. Salah satunya yang belakangan mendapat sorotan yakni keputusannya memberikan penangguhan penahanan tersangka kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di kawasan proyek nasional Makassar New Port yang sempat buron selama dua tahun lebih, Soedirjo Aliman alias Jentang.

Jentang, pengusaha ternama di Sulsel itu dikeluarkan dari sel tahanan Lapas Klas 1A Makassar setelah sempat menjalani masa penahanan sebagai tahanan titipan selama dua bulan lebih, tepatnya Kamis 12 Desember 2019, malam hari.

"Besar kemungkinan karena soal kasus Jentang itu. Hingga saat ini kan masyarakat Sulsel tak terima keputusan Kajati terkait penangguhan penahanan Jentang yang jelas-jelas pernah buron selama dua tahun lebih," kata Direktur Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) via telepon, Sabtu 28 Desember 2019.

Ia menilai alasan kemanusian dan tersangka sakit sebagai dasar penangguhan itu hanya akal-akalan Kajati Sulsel untuk memberikan penangguhan penahanan kepada Jentang jelang perayaan Natal.

Menurut dia, Jentang, sebelumnya telah berstatus buron bahkan menghalang-halangi proses penyidikan hingga bersembunyi selama dua tahun lebih. Pada bulan Oktober 2019 tepatnya 17 Oktober 2019, tim Tabur Intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil menangkapnya dalam persembunyiannya di sebuah kamar hotel di daerah Kuningan, Jakarta.

Setelah itu, Jentang diserahkan ke Kejati Sulsel guna diproses lebih lanjut dan langsung dijebloskan ke sel tahanan Lapas Klas IA Makassar sebagai tahanan titipan.

"Tapi apa yang terjadi, bukannya fokus mempercepat perampungan berkas penuntutan agar perkara Jentang segera disidangkan. Ini malah diberi toleransi penangguhan penahanan. Kejati seakan mempermainkan Kejagung," kata Kadir.

Ia menduga pemberian penangguhan penahanan terhadap Jentang jelang perayaan Natal kuat dugaan ada kongkalikong antara para pejabat Kejati Sulsel dengan Jentang.

"Buktinya Jentang dengan entengnya mendapat toleransi penangguhan penahanan," ujar Kadir.

Alasan lain yang dilontarkan Kejati terkait penangguhan penahanan Jentang, yakni karena vonis bebas yang diterima oleh tiga terdakwa dalam kasus yang sama serta Jentang telah menang dalam perkara perdata terkait status lahan negara yang diklaimnya, menurut Kadir, itu sangat keliru.

"Kejati pura pura lupa bahwa peran Jentang dalam kasus korupsi sewa lahan negara itu berbeda dengan peran ketiga terdakwa yang telah divonis sebelumnya. Apakah nantinya Jentang akan menjadikan pembelaan memanfaatkan putusan tiga terdakwa sebelumnya dan putusan perdata yang ia menangkan silahkan saja itu haknya. Apakah perbuatan Jentang terbukti atau tidak itu yang menentukan pengadilan bukan Kejati sebagai pihak penuntut umum. Makanya segera tuntaskan berkas Jentang dan limpah segera ke Pengadilan untuk diuji," Kadir menerangkan.

Penangguhan penahanan yang diberikan Kajati Sulsel terhadap Jentang juga turut mengundang unjuk rasa dari kalangan aktivis mahasiswa. Salah satunya, Aliansi Mahasiswa Pemerhati Hukum (AMPH) Sulsel. Tak hanya aksi tutup jalan dan bakar ban di depan Kantor Kejati Sulsel, mereka juga melakukan aksi teatrikal menabur bunga hingga berencana menggelar yasinan di depan Rumah Jabatan (Rujab) Kajati Sulsel yang letaknya di Jalan Batu Putih Bundar, Makassar.

Menurut mereka aksi tersebut sebagai simbol matinya supremasi penegakan hukum ditangan Kajati Sulsel, Firdaus Dewilmar.

"Itu simbol bahwa Kajati tak komitmen dengan pemberantasan korupsi. Supremasi penegakan hukum tercederai dengan tindakan konyol Kajati Sulsel, Firdaus Dewilmar," tegas Ali Akbar, Koordinator AMPH Sulsel saat ditemui usai menabur bunga di Rujab Kajati Sulsel sebelumnya.

Alasan Kajati Sulsel Tangguhkan Penahanan Jentang

Usai menangkap Jentang di Jakarta, tim tabur Kejagung serahkan proses hukum Jentang ke Kejati Sulsel (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Usai menangkap Jentang di Jakarta, tim tabur Kejagung serahkan proses hukum Jentang ke Kejati Sulsel (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Sutiyono mengatakan, pergantian (mutasi) yang dialami sejumlah Kajati diantaranya Kajati Gorontalo, Kajati Sulawesi Utara, dan Kajati Nusa Tenggara Timur tak ada kaitannya dengan faktor kinerja yang dinilai buruk.

Termasuk, terkait mutasi yang dialami Kajati Sulsel, Firdaus Dewilmar. Dimana sejumlah kalangan pegiat anti korupsi mengaitkan bahwa Firdaus dimutasi karena kaitannya dengan penanganan kasus Jentang.

"Mutasi di Kejaksaan berdasarkan kepentingan dinas bisa promosi, tour of duty atau penyegaran," singkat Hari via pesan singkat kepada Liputan6.com, Sabtu 28 Desember 2019.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Firdaus Dewilmar sebelumnya membenarkan jika pihaknya telah memberikan penangguhan penahanan terhadap eks buron kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Makassar, Soedirjo Aliman alias Jentang.

Pengusaha yang kerap terlibat dalam perkara-perkara sengketa lahan di Makassar tersebut, dikeluarkan dari sel tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IA Makassar, Kamis 12 Desember 2019 malam hari.

"Yang bersangkutan usianya 80an dan sedang sakit," kata Firdaus di Kantor Kejati Sulsel, Selasa 17 Desember 2019.

Selain itu, pertimbangan lainnya, kata dia, adanya putusan bebas Mahkamah Agung (MA) terhadap tiga terdakwa dalam kasus yang sama serta adanya putusan perdata terkait status lahan yang memenangkan Jentang.

"Satu lagi, saat ini kan kita sedang mengejar adanya kerugian negara senilai Rp500 juta. Tapi ternyata ada aset yang diduga ilegal yang dikuasai oleh Jentang dan nilainya itu Rp800 miliar. Yang mana bagusnya kita kejar?," terang Firdaus.

Ia berjanji segera mungkin akan memberikan kepastian hukum penanganan kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar yang sebelumnya sempat membuat Jentang berstatus buronan selama 2 tahun lebih dan berhasil ditangkap oleh tim Tabur Intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) 17 Oktober 2019.

"Saya janji kasih kepastian hukum. Apakah kasusnya dihentikan atau dilanjutkan. Pertimbangannya tadi saya sudah jelaskan," terang Firdaus.

Perjalanan Kasus Dugaan Korupsi yang Jerat Jentang

Tim Tabur Intelijen Kejagung berhasil menangkap Jentang setelah dua tahun lebih buron dalam kasus dugaan korupsi lahan negara di Makassar (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Tim Tabur Intelijen Kejagung berhasil menangkap Jentang setelah dua tahun lebih buron dalam kasus dugaan korupsi lahan negara di Makassar (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Tim Intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil menangkap Seodirjo Aliman alias Jentang dalam persembunyiannya di sebuah hotel di daerah Senayan, Jakarta, Kamis 17 Oktober 2019.

Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kejati Sulawesi Selatan Nomor: PRINT-509/R.4/Fd.1/11/2018. Dimana dari hasil perbuatannya itu, negara ditaksir telah merugi sebesar Rp500 juta.

Mukri yang saat itu menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung mengatakan Jentang memilih buron hampir 2 tahun setelah ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Kota Makassar

"Jadi yang bersangkutan menghilang sejak ditetapkan sebagai tersangka tepatnya pada 1 Nopember 2017 oleh Kejati Sulsel," kata Mukri dalam keterangan rilisnya.

Ia mengatakan Jentang merupakan buronan ke 345 yang terdaftar pada program tabur 31.1 Kejagung. Dimana terhitung sejak program tersebut diluncurkan resmi oleh Kejaksaan pada tahun 2018 lalu.

"Dari total buronan yang berhasil tertangkap dalam program tabur 31.1, Jentang merupakan buronan ke 138 yang berhasil tertangkap di tahun 2019 ini," tutur Mukri.

Usai menangkap Jentang, Tim Intelijen Kejagung langsung menyerahkannya ke pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) guna menjalani proses hukum lebih lanjut.

"Tersangka langsung diterbangkan menuju Makassar untuk menjalani proses hukum selanjutnya," Mukri menandaskan.

Jentang ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dalam proyek penyewaan lahan negara disertai dengan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Perannya terungkap sebagai aktor utama dibalik terjadinya kerugian negara dalam pelaksanaan kegiatan penyewaan lahan negara tepatnya yang berlokasi di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar atau kawasan proyek nasional Makassar New Port.

Hal itulah kemudian penyidik akhirnya menetapkan ia sebagai tersangka dugaan korupsi disertai tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang juga telah dikuatkan oleh beberapa bukti.

Diantaranya bukti yang didapatkan dari hasil pengembangan fakta persidangan atas tiga terdakwa dalam kasus dugaan korupsi penyewaan lahan buloa yang sebelumnya sedang berproses di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar. Ketiga terdakwa masing-masing M. Sabri, Rusdin dan Jayanti.

Selain itu, bukti lainnya yakni hasil penelusuran tim penyidik dengan Pusat Pelatihan dan Aliran Transaksi Keuangan (PPATK). Dimana dana sewa lahan diambil oleh Jentang melalui keterlibatan pihak lain terlebih dahulu.

Jentang diduga turut serta bersama dengan terdakwa Sabri, Rusdin dan Jayanti secara tanpa hak menguasai tanah negara seolah-olah miliknya sehingga PT. Pembangunan Perumahan (PP) Persero selaku Pelaksana Proyek Makassar New Port terpaksa mengeluarkan uang sebesar Rp 500 Juta untuk biaya penyewaan tanah.

“Nah dana tersebut diduga diterima oleh tersangka melalui rekening pihak ketiga untuk menyamarkan asal usulnya,” kata Jan S Maringka yang menjabat sebagai Kepala Kejati Sulsel saat itu dalam konferensi persnya di Kantor Kejati Sulsel, Rabu 1 November 2017 lalu.

Menurutnya, penetapan Jentang sebagai tersangka juga merupakan tindak lanjut dari langkah Kejati Sulsel dalam mengungkap secara tuntas dugaan penyimpangan lain di seputar lokasi proyek pembangunan Makassar New Port untuk mendukung percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional tersebut.

“Kejati Sulsel akan segera melakukan langkah langkah pengamanan aset untuk mencegah terjadinya kerugian negara yang lebih besar dari upaya klaim-klaim sepihak atas tanah negara di wilayah tersebut,” tegas Jan.

Atas penetapan tersangka dalam penyidikan jilid dua kasus lahan negara ini, Kejati Sulsel pun langsung mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka koordinasi penegakan hukum.

“Tersangka dijerat dengan Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 dan Pasal 4 UU No. 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” Jan menandaskan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya