Liputan6.com, Sumenep - Alih-alih ingin meringankan beban keluarga miskin, program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) malah merugikan para penerima bantuan. Hal tersebut terjadi di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Di daerah itu, Bantuan non tunai kerap ditukar dengan beras dan telur yang kualitasnya diragukan. Beras terlihat hancur dan berulat saat sampai kepada warga miskin penerima bantuan.
Tak hanya itu, yang lebih memprihatinkan persoalan Program BPNT kembali muncul di Desa Pajanangger, Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean. Beras yang diterima warga miskin setempat diduga mengandung plastik, lantaran saat sudah dimasak, nasi terasa keras.
Advertisement
"Sebagian warga yang menkonsumsi beras dari BPNT mengeluh mual dan sakit perut. Jadi itu sangat mengkhawatirkan," kata Suhrawi, Kepala Desa Pajenangger, Kecamatan Arjasa, Kamis (16/1/2020).
Suhrawi menjelaskan, awalnya ia berpikir beras yang diberikan kepada warga miskin sangat layak dan bagus, sebab kemasan beras tersebut sangat rapi, bahkan berasnya putih dan terlihat bersih. Namun ketika beras itu dimasak oleh warga penerima bantuan, nasi terasa tidak enak dan keras.
"Tidak berselang lama warga melaporkan ke saya kalau ada warga yang mengkonsumsi beras itu mual-mual dan sakit perut. Saya langsung perintahkan aparat desa untuk segera mengumpulkan beras itu di balai desa," ucapnya.
Upaya mengumpulkan beras yang diterima warga miskin dilakukan dengan cepat, sebab ia khawatir penerima lainnya banyak tidak mengetahui, sehingga sampai dikonsumsi. Apabila beras itu sangat berbahaya terhadap kesehatan, maka penerima di desanya yang mencapai 400 orang akan sangat fatal.
"Beras bantuan itu nantinnya kami akan kembalikan jika memang benar tidak layak konsumsi. Yang penting tidak dikonsumsi dulu sama warga," kata Suhrawi.
Beredarnya kabar beras BPNT mengandung bahan plastik itu langsung mendapat respons dari pemerintah daerah melalui Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Sumenep. Tim di tingkat kecamatan langsung diterjunkan ke lokasi untuk mengecek dan mengambil sebagian beras untuk diuji ke laboratorium, karena sebelum diuji tidak bisa disimpulkan beras itu mengandung bahan plastik atau tidak.
"Kita akan usut secara tuntas apakah benar beras itu mengandung bahan plastik. Nanti akan kita rilis secara resmi manakala ada hasil uji laboratorium," kata M Iksan, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Sumenep.
Iksan menjelaskan, jika beras yang telah diuji ternyata benar mengandung bahan plastik, maka persoalan itu akan diserahkan ke pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti secara hukum. Bahkan sejak adanya persoalan beras yang tidak layak konsumsi yang berikan kepada warga miskin di sejumlah kecamatan, dirinya telah melangkah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Saya bertekat akan mengawal terus menerus agar menjadi lebih baik. Jadi beras kalau yang dikirim tidak layak bisa ditolak," katanya.
Munculnya beragam persoalan mengenai beras dari program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) bagi warga miskin juga mendapat respons dari aktivis mahasiswa Pergerakan Islam Indonesia (PMII) Komisariat Universitas Wiraraja.
Mereka menilai ada persoalan yang sangat merugikan warga miskin disinyalir adanya mafia beras yang bermain diprogram tersebut, sehingga mata rantai mafia beras harus diputus agar program pemerintah untuk warga miskin berjalan baik.
"Kalau ada oknum yang bermain dalam program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang merugikan penerima, maka harus ditindak tegas. Kami yakin ada mafia beras, sehingga harus diberantas agar masyarakat tidak selalu dirugikan," kata Rahman, yang juga kordinator aksi unjuk rasa mahasiswa soal amburadulnya program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di wilayah itu.