Hikayat Perang Dunia II di Papua dari Temuan Kerangka Tentara Jepang

Ishii meminta bantuan Kodam untuk memberikan pengamanan dalam pencarian kerangka tulang tentara Jepang yang banyak gugur di Papua pada perang dunia II

oleh Katharina Janur diperbarui 24 Feb 2020, 00:00 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2020, 00:00 WIB
Pelabuhan laut Jayapura yang menjadi lokasi pertama pendaratan tentara Jepang di Papua pada perang dunia II. (Katharina Janur/Liputa6.com)
Pelabuhan laut Jayapura yang menjadi lokasi pertama pendaratan tentara Jepang di Papua pada perang dunia II. (Katharina Janur/Liputa6.com)

Liputan6.com, Papua - Untuk pertama kalinya, Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Ishii Masafumi datang ke Bumi Cenderawasih. Dalam kunjungannya itu, ia meresmikan museum gua Jepang di Biak dan bertemu dengan sejumlah pejabat Provinsi Papua di Kota Jayapura.

Di Jayapura, Ishii berkunjung ke Kodam XVII/Cenderawasih. Ishii meminta bantuan kodam untuk memberikan pengamanan dalam pencarian kerangka tulang tentara Jepang yang banyak gugur di Papua pada perang dunia II.

"Betapa pentingnya untuk mengembalikan kerangka tulang ini ke Jepang, sebab ada keluarganya di Jepang yang menantikan kerangka tulang ini. Jika diperbolehkan, proses pencarian akan dimulai pada musim panas tahun ini," jelasnya di Jayapura pada Jumat (21/2/2020).

Dalam pertemuan itu, Kedutaan Jepang juga menawarkan kerjasama dalam bidang Kemiliteran, pendidikan dan peningkatan SDM antara Indonesia dan Jepang, khususnya di wilayah Papua.

Menanggapi hal tersebut, Kasdam XVII/Cenderawasih berterima kasih dengan tawaran kerjasama yang diberikan. Ia yakin kerjasama ini makin mempererat hubungan kedua negara, yakni Jepang dan Indonesia.

"Untuk pengamanan dan memberikan perlindungan dalam pencarian kerangka tulang, Kodam Cenderawasih siap membantu semaksimal mungkin dalam proses pencarian, namun tetap berpedoman pada norma dan aturan yang berlaku," kata Kasdam.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tentara Jepang Mendarat di Papua

Tugu peringatan di Kampung Puay yang dibangun oleh pemerintah jepang (Dok foto: Hari Suroto/balai arkeologi Papua)
Tugu peringatan di Kampung Puay yang dibangun oleh pemerintah jepang (Dok foto: Hari Suroto/balai arkeologi Papua)

7 Desember 1941 terjadi perang Pasifik pada dengan serangan Jepang terhadap pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour Hawai. Pada waktu singkat Jepang menguasai seluruh Pasifik, termasuk pantai utara Papua. Belanda yang menguasai Papua tidak berdaya melawannya dan mundur ke Australia.

Dalam gerakan nanshin rod 19 April 1942 bala tentara Jepang mendarat di Kawasan Teluk Humboldt, Vim dan Abepantai yang keseluruhan terdapat di wilayah Kota Jayapura .

Kehadiran Jepang secara perlahan menjadikan Hollandia tumbuh menjadi kota pelabuhan dan kota perdagangan regional, bahkan sebagai pusat kekuasaan. Balai Arkeologi Papua mencatat, masa itu Jepang mengakui letak Hollandia sangat strategis.

Jepang menilai kondisi geologi dan struktur tanah pantai di Hollandia yang sebagian besar berbatu menjamin tidak akan ada proses pendangkalan pantai, memungkinkan bertambatnya kapal-kapal berukuran relatif besar, sehingga akan memfasilitasi tumbuhnya Hollandia sebagai tempat pertukaran antarkomoditas.

Teluk Humboldt yang terletak di tengah Kota Jayapura dan saat ini dijadikan sebagai Pelabuhan laut Jayapura menjadi tempat pertama bagi Jepang untuk mendaratkan pasukan infanteri guna memperkuat marinirnya.

Saat itu, laporan sekutu menyebutkan tentara Jepang di Hollandia berjumlah lebih dari dua resimen infanteri plus satu resimen marinir.

Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto menyebutkan di Sekitar Sentani, saat ini menjad ibu kota Kabupaten Jayapura, Jepang bahkan membangun lapangan terbang dan ditempatkan 350 buah pesawat tempur.


Pertahanan Balatentara Jepang

Teluk Youtefa, menjadi salah satu lokasi pertahanan tentara Jepang dari serangan sekutu. Saat itu Teluk Youtefa telah ramai, terlebih dibangunnya Jembatan Youtefa yang diresmikan Presiden Jokowi pada pertengahan 2019. (Foto: Katharina Janur/Liputan6.com)
Teluk Youtefa, menjadi salah satu lokasi pertahanan tentara Jepang dari serangan sekutu. Saat itu Teluk Youtefa telah ramai, terlebih dibangunnya Jembatan Youtefa yang diresmikan Presiden Jokowi pada pertengahan 2019. (Foto: Katharina Janur/Liputan6.com)

"Sekeliling lapangan terbang ditempatkan meriam-meriam penangkis udara jumlahnya cukup banyak," kata Hari, Minggu (23/2/2020).

Tentara Jepang lantas membangun lapangan terbang, basis-basis logistik, serta suatu jaringan jalan sekeliling Teluk Humboldt. Untuk menyiapkan lapangan terbang dan sarana militernya, Jepang mengerahkan tenaga penduduk setempat.

Saat itu, perlakuan tentara Jepang sangat keji terhadap penduduk setempat. Banyak harta penduduk kehilangan sebagian besar hasil kebunnya. Bahkan babi dan ayam piaraan diambil serdadu Jepang secara paksa.

Masa itu, Jepang juga membangun barak, jembatan dan dermaga yang terletak di Pantai Hamadi yang saat ini menjadi salah satu pantai yang banyak dikunjungi warga Kota Jayapura, lalu di sekitar APO yang kini menjadi pemukiman padat penduduk, serta di Teluk Youtefa, lokasi dibangunnya Jembatan Youtefa, ikon Kota Jayapura baru yang diresmikan Presiden Joko Widodo pertengahan 2019 lalu.

"Teluk Humboldt menjadi benteng pertahanan yang paling ujung di sebelah timur terhadap serangan tentara Amerika dan Australia," ujarnya.


Kerangka Tulang Jepang di Puay, Sentani

Tulang tentara Jepang yang dikumpulkan dalam karung di Kampung Puay ((Dok foto: Hari Suroto/balai arkeologi Papua)
Tulang tentara Jepang yang dikumpulkan dalam karung di Kampung Puay ((Dok foto: Hari Suroto/balai arkeologi Papua)

Puay, nama sebuah kampung di Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura. Puay terletak di hulu Sungai Jaifuri dan muara Danau Sentani.

Kampung ini merupakan sebuah tanjung di tepi Danau Sentani. Pada masa Perang Pasifik (1944), kampung ini menjadi tempat persembunyian pasukan Jepang yang melarikan diri dari kejaran pasukan Amerika.

"Kampung Puay tersebar 8.000 pasukan Jepang yang sebagian besar tewas di tangan pasukan Amerika. Banyak tulang belulang yang diduga milik tentara Jepang, ditemukan berserakan di Kampung Puay, Sentani," jelasnya.

Hari menyebutkan sampai saat ini, banyak warga menemukan kerangka tulang di halaman rumah warga atau di bawah pohon. "Tulang bermunculan pada saat tanah di Kampung Puay terkikis oleh deburan air Danau Sentani," katanya.

Awalnya, setiap ditemukan, warga setempat hanya mengumpulkan tulang tersebut di pekarangan rumah atau di bawah pohon.

Hari menyebutkan kerangka tulang tentara Jepang di Papua banyak ditemukan di Kampung Puay, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, lalu di Kabupaten Sarmi dan Biak Numfor, yang keseluruhan tempat ini terletak di pesisir laut Papua.

Adalah Iwabuchi, salah seorang anak dari tentara Jepang yang meninggal pada perang pasifik 1942, datang ke Puay pada 2012 dan membawa peralatan dari Jepang berupa alat semprot air, untuk mengupas lapisan tanah agar tulang-tulang tersebut muncul.


Pencarian Kerangka Tulang Tentara Jepang

Warga Puay kumpulkan kerangka tulang tentara Jepang yangbanyak ditemukan dibawah pohon. (Dok foto: Hari Suroto/balai arkeologi Papua)
Warga Puay kumpulkan kerangka tulang tentara Jepang yangbanyak ditemukan dibawah pohon. (Dok foto: Hari Suroto/balai arkeologi Papua)

Kedatangan Iwabuchi didukung Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia untuk membawa kembali tulang tentara Jepang disemayamkan pada kuil khusus untuk menghormati warga Jepang yang menjadi korban dalam perang dunia II.

"Saya turut menemani Iwabuchi di Puay. Sayangnya, alat semprot yang dibawa tidak berfungsi dan mesin dibawa kembali ke Jepang," kata Hari.

Dalam kunjungan awal ini, Iwabuchi memberikan bantuan mesin gergaji dan uang sebesar Rp10 juta kepada warga Kampung Puay, sebagai ungkapan terima kasih atas temuan kerangka tulang di Puay. "Tulang itu lalu di kremasi dan abunya dibawa ke Jepang," jelasnya.

Tahun 2013, terdapat MoU antara pemerintah Jepang dengan Indonesia, untuk menghentikan pencarian kerangkan tulang tentara Jepang. Ini berkaitan dengan UU Nomor 11 Tahun 2010 yang menyebutkan kerangka tulang tentara Jepang dianggar cagar budaya dan dilindungi.

"Saat M. Nuh menjadi Mendikbud, atas dasar kemanusiaan, ia memberi kebijakan mengijinkan kembali pengambilan tulang tentara Jepang," kata Hari.

Pengumpulan kerangka Jepang sempat terhenti dari 2014 hingga pertengahan 2019, karena terkendala MoU antara pemerintah Indonesia dan Jepang. Namun Juli 2019, MoU repatriasi kerangka tentara Jepang di Papua, sudah diteken kembali, antara Dirjen Kebudayaan Kemendikbud dan Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia.

Pada 25 Juni 2019, akhirnya ditandatangani MoU tentang repatriasi itu. Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid dengan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Ishii Masafumi di kantor Direktorat Jenderal kebudayaan.

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya