Kerajaan Dompo dalam Pusaran Sumpah Palapa Gajah Mada

Kerajaan Dompo adalah salah satu negeri yang turut disebut dalam Sumpah Palapa. Mahapatih Gajah Mada memasukkaanya dalam daftar yang harus ditaklukkan Majapahit.

oleh Miftahul Yani diperbarui 14 Mei 2020, 01:25 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2020, 00:30 WIB
Kerajaan Dompu diapit Sumbawa dan Bima
Kerajaan Dompu diapit Sumbawa dan Bima

Liputan6.com, Dompo - “Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti Palapa..”

(Sumpah Palapa)

Mahapatih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa dalam pertemuan para pejabat tinggi Majapahit di balairung kerajaan. Gajah Mada tampil berdiri sambil memegang senjatanya -masih diperdebatkan apakah senjata keris atau gada.

Seperti diinterpretasi dari kitab Pararaton, dengan sumpah itu Gajah Mada berjanji tidak akan bersenang-senang sebelum seluruh daerah di Nusantara takluk ke Majapahit. Amukti palapa diartikan sebagai laku menghentikan aktivitas bersenang-senang.

Seturut sumpah itu, Gajah Mada menyebutkan sedikitnya 10 daerah di Nusantara yang harus disatukan dalam panji-panji Majapahit, yaitu Gurun (Lombok), Seran (kepala burung di Papua), Tanjung Pura (Kalimantan), Haru (Sumatera Utara), Pahang (Semenanjung Melayu), Dompo (Sumbawa, dekat Bima), Sunda (Jawa Barat), Bali, Palembang (Sumatera Selatan), dan Tumasik (Singapura).

Kali ini kita bercerita soal Dompo, salah satu dari 10 daerah tersebut.

Dompo saat ini merupakan sebuah kabupaten di Nusa Tenggara Barat. Kabupaten Dompu berlokasi di tengah-tengah Pulau Sumbawa, diapit Kabupaten Sumbawa di barat dan Kabupaten Bima di timur.

Pemerhati sejarah dan budaya Dompu, Nurhaidah Saraila, mengatakan eksistensi Kerajaan Dompo hingga saat ini masih diakui, dan tidak terlepas dari cerita asal muasal kerajaan Dompo. Termasuk sejarah penguasaan Majapahit di tanah Dompo.

Dari sepuluh kerajaan dalam sumpah Palapa, hanya Dompo dan Sunda yang sudah jelas tarikh tahun penakulkannya. "Pa Dompo dan Pa Sunda, yaitu tahun 1357”.Dalam cerita tutur, raja pertama Kerajaan Dompo sebelum penaklukan oleh Majapahit adalah Patakula, kemudian raja kedua Tulang Bawang yang berasal dari Lampung - Sumatera.

Sedangkan dalam silsilah kerajaan berdasarkan Bo Dompu, raja pertama Kerajaan Dompo usai penyerangan pertama oleh Gajah Mada sekitar tahun 1357 adalah Dewa Bathara Dompu (Indra Zamrud). Kemudian raja ke-2, ke-3, dan ke-4 merupakan cucu dari Indra Kemala.

Merujuk beberapa arsip, Bathara Bima (gelar bangsawan Majapahit) merupakan nama raja yang diwakilkan di negara-negara dudukan Majapahit. Adapun rajanya sendiri bergelar Prabu, dan hal itu merupakan tradisi Hindu. Bathara adalah sebutan untuk dewa.

Lalu, ketika Indra Zamrud dan Indra Kemala datang ke negeri Dompo, mereka disambut oleh orang-orang Dompo. Artinya, kerajaan Dompo sudah berdiri sebelum diserang Majapahit.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Ini

Mengapa Dompo Masuk Radar Gajah Mada

Kantor Bupati Dompu
Kantor Bupati Dompu (Miftahul Yani)

Profesor Arif Munandar dalam tulisannya, Sumpah Palapa Gajah Mada, menyebutkan tujuan sumpah guna membendung pengaruh kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara, apalagi pada masa itu (abad ke-14), berdiri kerajaan Ayut’ia (Ayudhya), pengaruhnya sampai ke Myanmar.

Majapahit juga mendapatkan informasi bahwa ada pergerakan Cina (Tiongkok) mau ke wilayah kerajaan Dompo. Maka untuk menghambat laju penguasaan oleh Cina di seluruh wilayah nusantara termasuk kerajaan Dompo, salah satu cara yaitu harus menguasai kerajaan Dompo.

Laksmana Ceng Ho yang diutus oleh Kaisar Cina pada 1420 diduga pernah mendarat di Teluk Cempi. Ada temuan beberapa keramik di Kecamatan Hu`u diduga hasil perdagangan. Kedatangan Laksamana ke Dompo bukan tanpa sebab, kemungkinan untuk menjalin kerja sama perdagangan.

Pertimbangan lain Majapahit menyerang Dompo adalah faktor kekayaan alamnya. Kerajaan Dompo kala itu memiliki kekayaan alam seperti kayu Cendana, di mana kayu Cendana sangat laku di pasaran karena merupakan komoditi primadona.

Majapahit ketika itu terlibat langsung di dalam perdagangan dengan kerajaan-kerajaan di Asia. Selain bertindak sebagai makelar, Majapahit juga mencari bahan baku atau kekayaan alam seperti kayu Cendana untuk dijual sendiri guna meningkatkan kekuatan bisnisnya.

Selain cendana, Dompo juga mempunyai mutiara. Catatan seorang Zolinger yang pernah datang ke Pulau Sumbawa untuk melihat perkembangan Pulau Sumbawa usai meletusnya Gunung Tambora menunjukkan hal itu.

Salah satu yang dikunjungi saat itu adalah kerajaan Dompo sekitar 1847. Saat itu sudah ada kegiatan budidaya mutiara di Teluk Cempi, bagian dari kerajaan Dompo.

Budidaya mutiara sudah ada sebelum meletus Gunung Tambora. Kemungkinan itu salah satu komoditi yang dicari oleh Majapahit selain kayu Cendana.

Saat itu Dompo juga surplus beras, seperti diceritakan turun temurun dalam cerita rakyat. Tanah Dompo subur dan mereka sudah memiiki sistem pengolahannya yang bagus dengan sistem pengelolaan pertanian yang teratur. Jika dihubungkan dengan kebudayaan, teknologi pertaniannya sebagai mata pencaharian (laluru memori) sudah mempunyai bulan (waktu) sendiri untuk menentukan musim tanam, kapan turun hujan dan metode perbintangan.

Penaklukan Dompo

Penggalian di Dorompana, wilayah yang menjadi bagian jejak Majapahit.
Seorang anggota tim Balai Arkeologi Denpasar - Bali sedang membawa hasil penggalian di Dorompana, wilayah yang menjadi bagian jejak Majapahit.

Terdapat dua versi penyerangan oleh Majapahit. Versi pertama, menurut cerita tutur yang dirangkum dalam naskah cerita kerajaan Dompo, serangan Gajah Mada terjadi dua kali. Serangan pertama dilakukan tahun 1340, atau berarti sama dengan serangan ke Bali, dan serangan kedua terjadi tahun 1357. Tapi menurut catatan Pararaton hanya satu kali serangan ke kerajaan Dompo yaitu tahun 1357.

Pada serangan pertama tahun 1340, pasukan yang dipimpin Gajah Mada mengalami kekalahan. Walaupun dipukul mundur, tapi orang-orang Majapahit tidak kembali ke Jawa melainkan menetap di Hu`u. Mungkin itu sampai adanya daerah Daha sekarang, begitu juga Kuta.

Selanjutnya serangan kedua melibatkan bantuan pasukan dari Bali. Kerajaan Dompo masih tidak terkalahkan. Akhirnya Gajah Mada menggunakan taktik duel antara panglima, dan Gajah Mada pun menang. Itu berlangsung tahun 1357. Gajah Mada kemudian berlama-lama di Dompo untuk pendudukan.

Tidak diketahui persis berapa lama Dompo di bawah Majapahi. Namun berdasarkan catatan dari Istana (Masjid Raya sekarang), kalau dihitung di Pa Dompo 1357 sampai masuknya Islam di Dompo, di mana perkembangan Islam pada 1545, bisa dihitung sampai di situ masa Hindu. Dalam misi penaklukkan Gajah Mada memang terjadi penetrasi budaya Hindu.

Setelah meletusnya Gunung Tambora tahun 1815, dalam catatan sejarah Pa Dompo sebagaimana terdapat dalam salinan Bo Manuru Kupa, silsilah Raja Dompo sampai Muhammad Sirajuddin tidak terputus. Eksistensi masyarakat sekarang karena ada pemerintahan, ada pengalihan dari sistem kesultanan menjadi sistem surapradja.

Jejak peninggalan Majapahit di Dompu

Proses ekskavasi di Dorobata
Tim Balai Arkeologi Denpasar - Bali sedang melakukan proses ekskavasi di Dorobata, yang merupakan sisa peninggalan Majapahit saat penyerangan Gajah Mada.

Ada beberapa jejak Majapahit di Dompu. Salah satunya ada bukit bernama Doro Bata. Menurut ahli itu adalah jejak kerajaan Majapahit. Di Doro Bata, terdapat benda-benda peninggalan Majapahit yang kaya ukiran berbau Hindu.

Doro Bata menurut cerita masyarakat adalah bangunan istana yang ditimbun. Mitos yang beredar di masyarakat, jika Doro Bata digali, akan berakibat fatal bagi masyarakat di sekitarnya.

Kemudian sampai sekarang masih terdapat nama-nama kampung seperti Daha. Daha merupakan bawaan kerajaan Majapahit. Kemudian Kuta, dan ada juga Madawa. Madawa berasal dari kata Maha Dewa.

Ada juga peninggalan nama kampung seperti Kelurahan Karijawa. Saat Majapahit berada di Dompo, Karijawa merupakan pemukiman laskar Majapahit yang berasal dari Jawa.

Begitu juga dengan Bali Satu, nama sebuah kelurahan saat ini. Bali Satu dulu pemukiman pasukan yang berasal dari Bali.

Dari segi tradisi dan budaya, di Dompu masih kental kebiasaan masyarakat membuat Soji ra Sangga dalam acara-acara seperti sunatan. Soji ra Sangga adalah kata lain dari sesajen.

Sedangkan jejak Majapahit dalam aspek aksara dan bahasa, saat ini belum ada penelitian. Tapi salah satu yang ditemukan adalah Parasada (Bata), dan Parasada secara spontan terdengar disebut Pasada (tempat pemujaan).

Sejauh ini belum ada temuan bahwa Dompu pernah menggunakan aksara Jawa kuno serapan dari pengaruh Majapahit. Naskah yang ada memperlihatkan penggunan aksara Arab Melayu. Bisa jadi budaya menulis baru dimulai saat Islam masuk dan memperkenalkan aksara Arab Melayu.

Tradisi lisan Dompu yang masih terawat sampai saat ini merupakan sumber informasi tentang bentuk bahasa yang dipergunakan oleh orang Dompu sebagai alat untuk berkomunikasi. Orang-orang Dompo sudah dikenal sampai Jawa, bahkan sampai ke negeri Cina dan Arab karena hasil kebudayaannya.

Dalam melakukan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, Dompo ditengarai menggunakan bahasa Melayu. Karena raja ke-2 nya berasal dari Sumatera (Pangeran Tulang Bawang).

Tidak ingin jejak Gajah Mada dan sisa peninggalan Majapahit mengalami kerusakan, Lurah Kandai Satu Dedi Arsy menginisiasi dengan mengeluarkan aturan tentang penertiban kawasan seputar Dorobata, apalagi setelah Dorobata mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Balai Arkeologi Bali sudah beberapa kali melakukan penelitian dan ekskavasi di Dorobata.

Selama ini Dorobata tidak pernah dijaga sebagai sebuah kawasan bersejarah. “Karena penyerangan Gajah Mada adalah sejarah besar tentang Kerajaan Dompo dan jejaknya ada di Dorobata, maka sangat disayangkan kalau tidak dijaga,” ujar Dedi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya