Krisis Air, Pemkab Gunungkidul Tetapkan Status Tanggap Darurat Kekeringan

Kekeringan yang terjadi sejak awal Juni di Gunungkidul, DIY, membuat pemkab setempat menetapkan status tanggap darurat bencana kekeringan.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Jun 2020, 07:32 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2020, 07:32 WIB
ilustrasi kemarau dan kekeringan
Ilustrasi kekeringan.

Liputan6.com, Gunungkidul - Kekeringan yang terjadi sejak awal Juni di Gunungkidul, DIY, membuat pemkab setempat menetapkan status tanggap darurat bencana kekeringan. Warga membutuhkan penanganan cepat, sehingga air bersih bisa didistribusikan langsung ke masyarakat terdampak.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul, Edi Basuki, Senin (29/6/2020) mengatakan, bupati telah menandatangani surat keputusan (SK) tentang status tanggap darurat kekeringan.

"SK sudah ditandatangani bupati bulan Juni ini. Artinya, ke depan sudah harus siap menghadapi kekeringan," kata Edi.

Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak membahas hal itu pada Mei lalu, mulai dari PDAM hingga pemerintah kecamatan.

"Kami berharap camat berkoordinasi dengan kepala desa untuk membuat daftar wilayah mana yang nanti kekurangan air. Kami akan cek antara data PDAM dan data kami," katanya.

Pemkab Gunungkidul menganggarkan Rp740 juta untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Nilai ini lebih besar dibanding 2019 lalu sekitar Rp500 juta.

Ia mengatakan beberapa kecamatan juga sudah ada anggaran sendiri untuk dropping, seperti Kecamatan Girisubo, Rongkop, Tepus, Tanjungsari, Paliyan, Panggang, Purwosari, Patuk, Gedangsari, dan Ponjong.

"Kami akan membuat skala prioritas dalam dropping air bersih ini," katanya.

Untuk itu, Edi meminta pemerintah desa melakukan pemetaan kawasan kekurangan air. Pemetaan ini akan jadi data penyaluran bantuan.

Di tingkat kecamatan, ada dua yang membuat peta wilayah kekeringan. Dua kecamatan itu yakni Saptosari dan Semanu. Kecamatan Semanu telah meminta dropping air delapan tangki, sementara Kecamatan Samanu belum mengirim permintaan.

Menurut dia, pemerintah desa bisa memetakan wilayah kekeringan disertai dengan sarana penampungan air hujan (PAH). Selain itu, pemerintah desa juga diminta menyiapkan akses jalan yang sempat ditutup akibat pandemi Covid-19.

"Selama ini banyak jalan ditutup portal permanen. Kami tidak bisa menentukan wilayah kekeringan, tetapi kami sudah menyiapkan," katanya.

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya