Pusat Rehabilitasi Harimau: Jangan Salahkan Satwa Jika Berkonflik dengan Manusia

Dalam dua bulan terakhir sudah 3 harimau yang dievakuasi di Sumatera Barat.

oleh Novia Harlina diperbarui 16 Jul 2020, 15:00 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2020, 15:00 WIB
BKSDA Aceh Tangkap Harimau Sumatera
Harimau sumatra liar yang berhasil ditangkap berada dalam kandang evakuasi di Desa Singgersing, Kota Subulussalam, Aceh, Minggu (8/3/2020). BKSDA Aceh mendatangkan pawang dan memasang perangkap untuk menangkap harimau yang selama ini memangsa ternak warga di daerah itu. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Liputan6.com, Padang - Beberapa waktu belakangan konflik harimau dan manusia kerap terjadi di Sumatera Barat. Bahkan dalam dua bulan terakhir sudah 3 ekor harimau yang tertangkap dan dikirim ke pusat rehabilitasi.

Ketiga ekor Harimau Sumatra yang masuk perangkap Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), 2 di antaranya berasal dari Nagari Gantung Ciri Kabupaten Solok, dan 1 tertangkap di Surantih Padang Pariaman. Mereka saat ini direhabilitasi di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra (PR-HSD) Yayasan ARASI Kabupaten Dharmasraya sebelum dilepasliarkan.

Ketua Yayasan ARSARI, Hashim Djojohadikusumo menyayangkan konflik harimau dengan manusia kerap terjadi di Sumatera. Menurutnya peristiwa tersebut pasti ada penyebabnya.

"Salah satu penyebabnya adalah kelestarian hutan yang tidak dijaga," katanya melalui siaran pers yang diterima Liputan6.com dari Yayasan ARSARI, Rabu (15/7/2020).

Menurut Hashim yang merupakan adik kandung Prabowo Subianto tersebut satwa liar tidak bisa disalahkan sepihak karena telah mengganggu hingga pemukiman warga.

"Kita sebagai manusia harus berkaca apakah selama ini hutan tempat mereka tinggal sudah kita rusak," jelasnya.

Oleh sebab itu, Hashim mengimbau semua pihak agar ikut berperan aktif menjaga kelestarian hutan dan tidak merusaknya demi memberikan ruang kehidupan bagi satwa liar.

Selama kurang dari 2 bulan terakhir PR-HSD ARSARI telah merehabilitasi 5 individu harimau sumatra yaitu Ria, Corina, Putri Singgulung, Putra Singgulung, dan Ciuniang Nurantih.

Harimau yang direhabilitasi di sana, tidak hanya berasal dari Sumbar, tetapi juga ada titipan dari Provinsi Riau. Mereka dirawat dan dipantau oleh tim Yayasan ARASI sebelum dilepasliarkan.

BKSDA Sumbar, juga mengakui bahwa salah satu faktor pemicu terjadinya konflik harimau dan manusia terjadi karena adanya alih fungsi lahan.

"Jika alih fungsi lahan terjadi, maka habitat harimau akan terganggu," ujar Kepala BKSDA Sumbar, Erly Sukrismanto.

Alih fungsi lahan menyebabkan wilayah jelajah harimau semakin sedikit, dan mangsanya juga tidak ada sehingga mereka masuk ke permukiman masyarakat.

Kemudian faktor lainnya adalah harimau sedang belajar berburu karena baru berpisah dari induknya, ketika mereka harus mulai berburu sendiri maka ada potensi untuk memangsa manusia atau hewan ternak yang diikat di dekat hutan.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya