Liputan6.com, Makassar - Lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) turut mendorong agar Polda Sulsel mengusut adanya aroma korupsi dalam pengelolaan ratusan lapak di Kawasan Kuliner Kanre Rong, Karebosi Makassar yang diperuntukkan gratis bagi Pedagang Kaki Lima (PK 5) yang terkena imbas relokasi.
Dimana sejumlah pedagang yang berada di Kawasan Kanre Rong tersebut, blak-blakan mengakui mengenai adanya penyewaan lapak yang nilainya bervariatif.
Advertisement
Baca Juga
Sementara dalam Peraturan Wali Kota Makassar (Perwali) yang mengatur hal itu, telah diterangkan dengan jelas bahwa penggunaan lapak oleh PK 5 sifatnya gratis alias tanpa dipungut biaya.
"Artinya jika betul lapak yang diperuntukkan bagi PK 5 itu ternyata dikomersilkan atau disewakan maka jelas melanggar. Unsur korupsi terpenuhi karena aset daerah tersebut dikomersilkan dan tak tahu kemana uang hasil komersialisasinya itu berada. Ini harus diusut," terang Direktur Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Kadir Wokanubun dimintai tanggapannya via telepon, Rabu 16 September 2020.
Ia menyayangkan sikap Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Mikro Menengah (Diskopukm) Makassar yang dinilai tidak menjalankan tupoksinya dengan maksimal sehingga terjadi komersialisasi diam-diam terhadap aset daerah yang pengelolaannya dibawah naungan dinasnya.
"Seharusnya Diskopukmk Makassar melalui UPTD pengelola lapak Kanre Rong ini yang mengawal Perwali agar berjalan semestinya. Tapi karena sebaliknya, maka terjadi komersialisasi aset secara diam-diam oleh oknum yang tidak bertanggungjawab dengan menguntungkan diri sendiri. Polisi harus usut tuntas kemana aliran dana hasil penyewaan lapak di sana yang semestinya tidak boleh dikomersilkan," jelas Kadir.
Ia juga berharap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Makassar tidak tinggal diam dan segera menyikapi adanya aroma korupsi berjamaah dalam pengelolaan lapak Kanre Rong di Karebosi yang sesuai Perwali itu penggunaannya bersifat gratis atau tidak boleh dipersewakan apalagi diperjualbelikan.
"Dewan juga kami justru anggap lalai tidak menjalankan fungsi pengawasannya dengan baik. Selain peruntukan lapak di Kanre Rong itu sudah berubah juga jelas telah terjadi sewa menyewa lapak. Itu kami dapatkan juga di lapangan. Pengguna lapak mengaku menyewa," ungkap Kadir.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel berencana menurunkan tim mengusut aroma pungutan liar (pungli) yang terjadi di kawasan kuliner Kanre Rong Makassar.
"Nanti kami tindaklanjuti dan melihat fakta keadaan di lapangan sekalian mengecek juga peraturannya," kata Kepala Subdit 3 Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulsel, Kompol Rosyid Hartanto dimintai tanggapannya via telepon, Selasa 15 September 2020.
Simak juga video pilihan berikut:
Harusnya Tidak Dipungut Biaya
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Makassar Evi Aprialty mengatakan jumlah lapak di Kanre Rong saat ini berkisar 220 unit lapak. Karena, lanjut dia, kemarin terjadi pengalihan ke Kecamatan.
"Untuk pemungutan biaya tidak ada, karena belum ada retribusi di Kanrerong, kecuali parkir. Sesuai isi Perdanya itu gratis," jelas Evi via telepon.
Ia mengatakan sewa-menyewa lapak, itu dilakukan oleh penguna lapak yang pertama atau orang yang namanya masuk dalam daftar waktu penyerahan lapak pertama dari 3 Kecamatan yang pedagangnya direlokasi ke Kanre Rong.
"Mereka sudah lakukan sejak tahun 2019, sebelum saya kembali ke Dinas Koperasi. Nah inilah sehingga saya lakukan penertiban," terang Evi.
Ia sempat menanyakan kepada pengguna pertama lapak, mengapa sampai ia tidak menggunakan lapaknya.
"Alasannya mereka tidak punya biaya untuk jualan," ucap Evi.
Mengenai jika nantinya ditemukan bahwa pengelola yang justru menyewakan lapak di Kanre Rong, Evi dengan tegas katakan itu pelanggaran dan dirinya siap melaporkan langsung hal itu ke aparat penegak hukum untuk diproses karena telah bertentangan dengan Perda yang ada.
"Jadi pengelola dalam hal ini UPTD harusnya tidak ikut campur tangan soal itu. Kecuali teruntuk pemanfaatan lapak diantaranya mengatur tentang makanan jenis apa yang hendak dijual di lapak tersebut," Evi menandaskan.
Terpisah, Mantan Wali Kota Makassar, Ir. Moh Ramdhan Pomanto menegaskan lapak Kanre Rong di Karebosi Makassar tak pernah disewakan melainkan diberikan kepada pedagan kaki lima (PK 5) secara gratis.
"Kita hadirkan Kanre Rong ini untuk mengakomodir PK 5 yang dulunya merusak pandangan kita," ucap, Danny Pomanto saat dihubungi, Selasa (15/9/2020).
Bahkan, kata Danny sapaan akrab dari Romdhan Pomanto itu mengatakan saat dirinya masih memimpin Kota Makassar pihaknya telah membuat Perda hingga Perwali khusus terkait usaha Kanre Rong.
"Intinya itu tidak ada disewakan itu gratis, itu (Kanre Rong) ada Perda dan Perwalinya," terang Danny.
Advertisement
Modus Pengelola Raup Untung
Terpisah, YL, seorang pedagang yang baru beberapa hari berjualan di kawasan kuliner Kanre Rong, mengaku menyewa kiosnya dengan harga Rp8 juta. YL mennyebutkan bahwa dirinya menyewa kiosnya itu dari Muhammad Said selaku pengelola kawasan kuliner Kanre Rong.
"Saya tanya langsung ke pengelola bagaimana prosedur untuk menyewa kios di sini, pengelola atas nama Pak Said, dia sebutkan kios yang mengadap keluar itu Rp700 ribu dan yang menghadap kedalam itu Rp500 ribu per bulan," kata YL saat ditemui di kawasan kuliner Kanre Rong, Selasa (15/9/2020) sore.
Tak butuh waktu lama, pihak pengelola kemudian menunjukkan salah satu lapak kepada YL. Pihak pengelola kemudian menyebutkan bahwa lapak tersebut hanya bisa disewa per tahun.
"Awalnya dikasih Rp8,4 juta per tahun, katanya sekarang tidak ada lagi lapak yang di kontrakan perbulan. Terus ditawar Rp7 juta, tapi katanya tidak bisa karena sudah banyak orang yang mau ini tempat, tapi dealnya itu Rp8 juta," jelas YL.
Setelah sepakat untuk membayar Rp8 juta ongkos sewa kios dengan luas 2x2 meter itu, YL pun langsung memberikan uang tunai tersebut kepada Muhammad Said selaku pengelola kawasan kuliner Kanre Rong. YL sempat meminta tanda bukti penyewaan lapak kepada Muhammad Said, namun saat itu Muhammad Said mengatakan bahwa akan menyerakan buktinya pada keesokan harinya.
"Saya langsung bayar ke Pak Said. Saya kasih uang Rp8 juta langsung dan besoknya itu saya diberikan kuitansi. Yang bertanda tangan di kuitansi itu bukan Pak Said, tapi atas nama NR," aku YL.
Belakangan terungkap, ternyata lapak yang disewa oleh YL bukanlah milik pengelola kawasan kuliner Kanre Rong, melainkan milik seorang pedangan kaki lima yang pada Januari 2019 direlokasi ke kawasan kuliner itu.
"Setelah beberapa hari berjualan saya baru tahu kalau ada pemilik pertamanya ini kios atas nama NR," ungkap YL.
Sementara NR, pemilik pertama kios yang disewa oleh YL mengakui bahwa kios itu adalah miliknya. Pria berusia 65 tahun itu menyebutkan bahwa dirinya telah lama mencari orang yang mau menyewa kiosnya tersebut.
"Saya memang sudah lama cari orang yang mau sewa," kata NR kepada Liputan6.com.
NR tiba-tiba ia didatangi oleh Muhammad Said dan mengatakan bahwa ada seseorang yang hendak menyewa lapaknya. Saat itu, NR langsung diminta untuk menanda tangani selembar kuitansi yang dibawa oleh Muhammad Said.
"Saya tidak perhatikan, saya langsung tanda tangan saja," ucap pria lanjut usia itu.
Ironisnya, NR hanya diberi uang sebesar Rp4,5 juta oleh Muhammad Said. Padahal nominal sewa kios itu adalah Rp8 juta."Saya dikasih uang dari hasil kontrak lapak saya sebesar Rp4,5 juta, yang diberikan oleh Pak Said," aku NR.
NR bahkan tidak pernah dipertemukan dengan YL, orang yang menyewa lapaknya. NR baru mengtahui siapa yang menyewa lapaknya setaelah melihat YL berjualan di lapak yang telah ia sewa.
"Saya tidak pernah bertemu dengan orang yang mau menyewa lapak saya. Nanti tau yang mana orangnya setelah ketemu di sini," ucapnya.