Liputan6.com, Jakarta - Ratusan Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah menerima bantuan operasional (BOP). Bantuan operasional itu sekaligus sebagai BOP pandemi Covid-19.
Jumlah pondok pesantren penerima BOP mencapai 94 pesantren. Masing-masing pesantren memperoleh Rp25 juta.
Ada pula ponpes penerima bantuan komunikasi masa pandemi Covid-19. Bantuan berupa dana komunikasi sebesar Rp5 juta, dan dicairkan selama tiga bulan.
Advertisement
Baca Juga
“Jumlah penerima bantuan komunikasi daring itu 91 pondok pesantren,” kata Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Banyumas, Akhsin Aedy Fananie, Sabtu, 19 September 2020.
Selain ponpes, sebanyak 168 madrasah diniyah di Banyumas juga menerima BOP madrasah diniyah takmiliyah (BOP MDT). Masing-masing madrasah menerima Rp10 juta. Dana tersebut disalurkan melalui bank dengan sistem by name.
Dalam pencairan, ponpes dan maddin cukup melampirkan SK pengurus yang ditandatangani oleh pengurus di lembaga tersebut, surat asli pemberitahuan penerima BOP MDT dari Kemenag, fotokopi KTP ketua dan bendahara, fotokopi dokumen atau piagam legalitas operasional madrasah, stempel pengurus, serta materai tiga lembar.
Dia pun mengakui, masih banyak madrasah yang belum memiliki SK pengurus. Sebab, operasional madrasah kebanyakan masih dilakukan secara tradisional. Akan tetapi, secara de facto, madrasah tersebut ada, diakui, dan telah aktif puluhan tahun.
“Pengurus bisa rapat internal untuk mengangkat ketua dan jajaran pengurus kalau sebelumnya SK tidak ada,” ucapnya.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Juknis Penggunaan BOP MDT
Dia pun mengakui, belum semua ponpes dan maddin menerima BOP. Terkini, Kemenag Banyumas sedang mengusulkan bantuan untuk ponpes dan madrasah yang belum menerima. Di Maddin, misalnya, kini kembali diusulkan 80 penerima.
“Sedang diusahakan, tetapi ini belum turun,” ucapnya.
Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Banyumas, Noval Iskandar menjelaskan, BOP MDT tersebut bisa digunakan untuk pengadaan peralatan yang diperlukan untuk pencegahan penularan Covid-19 di ponpes dan madrasah.
Misalnya, pengadaan wastafel, sabun cuci tangan, thermogun, masker, alat semprot, cairan disinfektan, dan lain sebagainya. BOP juga bisa digunakan untuk belanja alat pembelajaran, seperti buku dan peralatan belajar lainnya.
“Biaya bayar listrik, air, dan peralatan penunjang untuk pembelajaran,” ujar Noval, Minggu malam.
Dia mengakui hingga saat ini belum menerima petunjuk teknis (juknis) penggunaan BOP MDT secara resmi. Akan tetapi, Juknis BOP MDT itu tak jauh beda dari juknis penggunaan BOP untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI). Karenanya, Juknis BOP MI bisa menjadi acuan.
Noval juga tak menyinggung keharusan pembelian dengan standar harga tertentu atau di sebuah lembaga tertentu. Sebab, harga di masing-masing tempat bervariasi, tergantung kualitasnya. Dengan catatan, harga barang masih dalam batas wajar.
“Persentasenya tidak ada. Silakan digunakan sesuai dengan kebutuhan,” katanya.
Advertisement
Belajar Tatap Muka Madrasah
Perihal pembelajaran tatap muka, Noval menyatakan Kemenag mengimbau agar pengelola maddin tetap mengikuti kebijakan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 kabupaten sampai tingkat desa. Hingga saat ini, gugus tugas belum memperbolehkan pembelajaran tatap muka.
Sebagian besar santri merupakan siswa SD dan MI yang kini juga belum diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka. Karenanya, pembelajaran tatap muka di madrasah juga belum dimulai.
Hal itu dilakukan untuk mencegah munculnya klaster baru di sekolah atau madrasah. Pasalnya, risiko anak-anak rawan terpapar Covid-19 lebih besar dibanding orang dewasa. Di sekolah atau madrasah, mereka lebih sulit menerapkan protokol kesehatan.
Namun begitu, Noval mengakui di beberapa wilayah pembelajaran tatap muka sudah dimulai. Pasalnya, nyaris semua santrinya berasal dari wilayah setempat sehingga belajar tatap muka hanya diikuti oleh santri dan guru yang berasal dari wilayah yang sama.
“Ya kalau yang seperti ini, kami mengharapkan tetap menerapkan protokol kesehatan ketat,” ucap Noval.