Liputan6.com, Garut - Dibanding buah-buahan lainnya, omzet jeruk Garut, Jawa Barat saat Ramadan kali ini justru tengah meredup. Derasnya pasokan jeruk luar kota termasuk impor dari Cina cukup memukul eksistensi jeruk Garut.
Salah satu pedagang jeruk Garut Engkus mengatakan, pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung setahun terakhir, ikut memengaruhi daya beli masyarakat.
“Mendingan beli beras dulu daripada jeruk kata pembeli,” ujarnya sedikit curhat, Ahad (25/4/2021).
Advertisement
Menggunakan sepeda motor bebek dan bak tempat membawa buah jeruk, Engkus berjualan secara langsung dari satu kampung menawarkan jeruk Garut yang baru saja ia panen dari kebun petani.
“Biasanya Ramadan itu ramai, tahun ini sejak hari pertama puasa sepi,” kata dia.
Baca Juga
Warga Kampung Lawang Maung, Desa Karangpawitan, Kecamatan Karangpawitan, Garut ini kemudian membangdingkan omzet jualannya dibanding dengan tahun lalu sebelum masuknya pandemi Covid-19.
“Biasanya saya bisa menjual 70 hingga satu kuintal setengah (150 kilogram) sehari, sekarang jual 40 kilo saja sulit,” kata dia.
Selain soal penurunan omset, harga jual jeruk pun terbilang lebih murah dibanding tahun lalu. “Tahun lalu saya jual Rp 5 ribu per kilo lancar, sekarang kita tawarkan Rp20 ribu saja masih banyak yang menawar,” papar dia.
Dampaknya, laba yang ia peroleh pun jauh berkurang dibanding tahun lalu pada periode yang sama. “Kami tidak ambil untung gede-gede yang penting lancar biar banyak pelanggan,” kata dia.
Engkus menyatakan, jeruk Garut yang ia jual asli bukan jenis siem. Namun begitu, respons pasar saat ini dinilai kurang bergairah. “Saya dulu bisa membawa Rp100 ribu – Rp200 ribu keuntungan bersih, sekarang Rp50 ribu perlu ekstra kerja keras,” ujarnya memelas.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Jeruk Impor
Selain daya beli masyarakat yang turun saat pendemi, derasnya pasokan jeruk dari luar daerah termasuk jeruk impor dari Cina diduga ikut menggerus omzet penjualan jeruk Garut milik.
"Jeruk lain memang lebih murah Rp25 ribu bisa 2 kilo, kami Rp20 ribu sekilo," kata dia.
Engkus berharap seiring memberlakukan pembatasan sosial berskala mikro, serta kelonggaran lainnya, denyut nadi perekonomian warga kembali tumbuh meskipun masih dalam status pandemi Covid-19.
“Minimal bisa jualan bebas ke pemukinan warga tanpa ada PSBB total,” kata dia.
Bagi masyarakat Garut, buah jeruk Garut adalah identitas. Bahkan saking terkenalnya, hingga kini logo Pemerintahan Daerah Garut masih mencantumkan gambar khas jeruk Garut di salah satu sudutnya.
Namun kenangan itu sirna sejak meletusnya Gunung Galunggung pada 1982 silam. Debu dan pasir sisa letusan yang tebalnya lebih dari satu meter, mengubur semuanya termasuk tanaman legendaris pohon jeruk.
Tidak hanya itu, penderitaan kian bertambah, seiring datangnya penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) dari bakteri Lybers bacteri aniaticum yang disebarkan melalui kutu loncat jeruk atau Diaphorina citri, menyebabkan kerontokan buah sumber vitamin C tersebut.
Namun perlahan, melalui program 1 juta pohon jeruk yang digagas pemda Garut, pamor jeruk Garut mulai muncul ke permukaan. Kondisi itu kian bergairah seiring semakin banyaknya para petani yang sadar untuk kembali menghidupkan asa jeruk Garut ke depan.
Beberapa kawasan wisata agro pun kini mayoritas diisi tanaman Citrus ini, sehingga mengingatkan kejayaan jeruk Garut tempo hari. Namun sayang kilau jeruk Garut yang asam manis saat ramadan kali ini, masih belum terlihat tajinya sebagai buah kebanggan daerah.
Advertisement