Menanti Janji Perusahaan Ganti Rugi Ratusan Pohon Tanaman Warga Kolaka yang Terendam Lumpur Tambang

Warga Desa Punre Waro Kolaka, mendapatkan ganti rugi sebesar Rp 5 juta usai ratusan pohon tanaman pertanian mereka diterjang lumpur tambang.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 24 Mei 2021, 19:00 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2021, 19:00 WIB
Ratusan Pohon Tanaman Terendam Lumpur Tambang, Warga Kolaka Dapat Uang Rp 5 Juta.(Liputan6.com/Foto warga)
Ratusan Pohon Tanaman Terendam Lumpur Tambang, Warga Kolaka Dapat Uang Rp 5 Juta.(Liputan6.com/Foto warga)

Liputan6.com, Kendari - Tanggul penahan air tambang milik PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) di Desa Punre Waru Kecamatan Wolo Kabupaten Kolaka jebol, Senin (17/5/2021). Air bercampur lumpur, meluber dan menerjang rumah dan tanaman warga.

Sebanyak 7 keluarga di 7 rumah (sebelumnya diberitakan 5 rumah), ikut terdampak. Selain itu, ada 13 pemilik tanaman menderita kerugian ratusan juta rupiah usai lahan mereka terendam lumpur.

Jebolnya tanggul penahan air tambang mengakibatkan ratusan tanaman milik 13 pemilik lahan itu ikut terendam. Padahal, setiap warga memiliki puluhan bahkan ratusan pohon tanaman jenis merica, cengkih, durian, kakao, dan rambutan.

Dua hari setelah kejadian, perusahan memberikan kompensasi uang pengganti untuk membiayai hidup sehari-hari. Setiap keluarga terdampak, mendapatkan ganti rugi Rp 5 juta.

Sedangkan ganti rugi untuk lahan dan tanaman rusak akibat terendam banjir, belum terealisasi. Perusahaan berjanji, akan mengganti lahan tanaman dalam waktu beberapa hari.

Salah seorang warga, Adnan mengatakan, dia mewakili orangtuanya berbicara kepada perusahaan. Dia mengatakan, saat ini perusahaan belum mengganti kerugian tanaman.

"Mereka bilang hanya beberapa hari, tapi ini sudah 4 hari mereka inventarisir belum ada hasil," ujar Adnan.

Dia melanjutkan, rumahnya ikut terendam lumpur tambang setinggi 40 sentimeter. Selain itu, ada 2002 bibit pohon kakao di dalam polybag rusak terendam.

"Ada puluhan pohon merica, belasan pohon durian dan rambutan juga ikut terendam," katanya.

Dia menjelaskan, pohon mericanya sudah hampir tak ada harapan untuk hidup lagi. Sebab, merica sangat peka terhadap lumpur.

"Makanya, kami ingin ganti rugi sesuai. Perusahaan mesti ikut menghitung berapa hasil panen per pohon, biaya perawatan per pohon, karena ini yang terendam merupakan tanaman produktif," ujarnya.

Jumlah tanaman yang dimiliki warga berbeda-beda, bahkan lebih banyak dari jumlah tanaman milik Adnan. Diperkirakan, ada ratusan pohon tanaman yang terkena dampak jebolnya tanggul penahan air tambang.

Warga Kolaka lainnya, Raldi Rauf mengatakan, warga terdampak sudah beberapa kali mengeluh. Dia menduga, tanggul dibuat tak sesuai prosedur.

"Saya pernah cek kondisi bendungan usai sempat jebol kedua kali. Saya bersama warga, kami prediksi seminggu bendungan akan jebol kembali, dan ternyata tak sampai seminggu kejadian lagi," ujarnya.

Dia menceritakan, ketebalan tanggul penampung air hanya sekitar 1 meter lebih. Sementara, air dari wilayah tambang di gunung, mengalir terus ke bendungan.

"Selain itu, tanggul ini tak ada saluran pembuangan sehingga air tertampung disitu dan sewaktu-waktu bisa jebol,'' ujarnya.

Raldi juga mengeluhkan, tanggul penampung air tambang PT CNI di Kolaka tampaknya dibuat tidak kokoh diatas tanah labil. Pihak perusahaan, tidak memadatkan tekstur tanah dan hasinya tanggul penahan air hanya dikelilingi tanah gembur dan mudah jebol.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Sikap Perusahaan

Tanggul penahan air tambang di Kolaka,  jebol dan menerjang tanaman serta rumah warga di Kolaka.(foto:warga)
Tanggul penahan air tambang di Kolaka, jebol dan menerjang tanaman serta rumah warga di Kolaka.(foto:warga)

Pihak PT CNI melalui Manager Eksternal Relation, Andarias P Batara mengatakan di depan warga, banjir terjadi akibat jebolnya tanggul di sekitar lahan untuk pembangunan smelter. Pihaknya telah mendata dan sudah ada rencana antisipasi, dengan membuat lokasi sedimen lumpur.

“Kita sudah ketemu kepala desa dan masyarakat, kita mendata kerugian warga dan kami sudah siap bertanggung jawab,”Katanya.

Untuk antisipasi awal, pemerintah setempat dan masyarakat memberi waktu selama empat bulan. Rentan waktu ini, untuk berbenah dan memperbaiki tanggul.

Pengawas tambang PT CNI Wahyu Maradona mengatakan, akan memperhatikan 8 keluarga terdampak. Menurutnya, PT CNI Kolaka berkomitmen memberikan bantuan kemanusiaan. Bantuan ini, akan diberikan maksimal satu minggu setelah kejadian.

Selain itu, PT CNI, akan menginventarisasi potensi dampak yang ditimbulkan, terhadap lahan perkebunan dan pemukiman warga dari aktivitas tambang. Harapannya, kejadian ini tidak akan memperparah apa yang sudah terjadi.

Wahyu mewakili PT CNI juga berpesan, agar warga tidak sungkan menyampaikan secara elok keluhan terkait aktivitas perusahaan. Dia berharap, dengan komunikasi dan koordinasi, warga dan perusahaan bisa memiliki hubungan yang baik.

 

Sikap Polisi dan Walhi

Kepolisian Resor Kolaka sudah memediasi warga dan perusahaan. Kasus meluapnya penampung air tambang, sementara diselidiki Polsek Wolo. Polisi belum meningkatkan ke tahap penyidikan.

Kapolres Kolaka AKBP Mustafa melalui Kaur Humas Bripka Riswandi mengatakan, dari pihak Polres Kolaka dan Polsek Wolo sudah memediasi perusahaan dengan pihak warga. Polisi juga sudah mengambil langka yang dianggap perlu.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara mengkritik PT CNI terkait jebolnya tanggul penahan air tambang. Ketua Walhi Sultra, Saharuddin mengeluarkan enam poin pernyataan. Pertama, PT Ceria sudah melakukan pelanggaran yang membahayakan da dianggap merugikan masyarakat berdasarkan undang-undang.

Kedua, keberadaan hutan di Desa Ponre Waru, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka selama ini menjadi pusat mata air yang mampu mencukupi kebutuhan pertanian, perkebunan, dan kebutuhan konsumi warga desa.

Ketiga, sejak masuknya PT Ceria Nugraha Indotama (CNI), berbagai masalah sosio-ekologis yang mengancam ruang hidup masyarakat kian meningkat. Salah satunya adalah jebolnya tanggul tambang yang merendam pemukiman warga.

Keempat, kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara untuk segera mereview dan melakukan audit seluruh perizinan tambang serta menghentikan izin-izin baru

Kelima, kepada DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara untuk segera membentuk Pansus Pertambangan dan Bencana Ekologis.

Keenam, Kepada Gakum LHK untuk segera melakukan penyelidikan terhadap masifnya bencana ekologis di Sulawesi Tenggara yang ditengarai akibat dari pelanggaran lingkungan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya